KITAB KUNING DAN DINAMIKA STUDI KEISLAMAN Oleh: Dr. MOHAMMAD THOHA, M. Pd. I H. ABD. KARIM, M. Pd.I PERSEMBAHAN Karya kecil ini penulis persembahkan untuk: 1. Isteri tercinta Halimatus Sa’diyah, yang senantiasa ikhlas tulus menemani, memotivasi dan mengingatkan penulis untuk selalu memberikan manfaat bagi kemanusiaan 2. Ananda tercinta Iftitah Nurirrohmah (Tata) yang senantiasa tumbuh berkembang dalam suasana keluarga yang akademis, religius dan bersahaja. Semoga senantiasa terus dalam semangat belajar dan berjuang demi kemaslahatan umat, bangsa dan Negara. 3. Si kecil ananda Ainurrohilah Mumtahanah (Rachel), yang usianya mengunjak 2 tahun saat buku ini naik cetak. Semoga senantiasa sehat, cerdas, penuh berkah dan menjadi “bibit nuggul” dalam meneruskan ajaran cinta kasih demi kemaslahatan umat manusia. KATA PENGANTAR Al sala>m ‘alykum wa rahmat Alla>h wa baraka>tuh. Alhamd li Alla>h rabb al - ‘a>lami>n. Segala puji peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala tawfi>q, hida>yat dan ma’u>nah-Nya, peneliti bisa merampungkan buku hasil penelitian kolektif dengan judul “ Kitab Kuning Dan Dinamika Studi Keislaman” ini Sholawat dan salam senantiaa terus mengalir pada Beginda Rasulullah Muhammad SAW, beserta sahabat, keluarga dan pengikutnya. Amin! Dalam merampungkan buku hasil penelitian ini, tentu saja peneliti banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, kiranya peneliti sangat patut mengucapakan terima kasih untuk semua pihak tersebut. Terimaksih yang tulus, terutama peneliti ucapakan kepada: 1. 2. Rektor IAIN MAdura, beserta para Plt. Wakil rektor Ketua Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat ( P3M) IAIN Madura, beserta sekretaris dan para stafnya. 3. Anggota tim peneliti yang dengan semangat melakukan penggalian data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Mereka adalah: H. Karimullah, M. Pd.I (NIP: 195605121982031002, NIDN: 2012055601) dari unsur dosen dan tidak lupa pula pembantu peneliti dari unsur mahasiswa, yaitu: Muallifah (NIM: 20160701040155); Sholeh (NIM: 20160701040203); Khoirul Anam (NIM: 20160701040098); dan Annita Abni (NIM: 20160701040039) 4. Rekan-rekan sejawat dosen yang telah banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi, saling tukar referensi dan sebagainya demi lancarnya penelitian ini. Penulis (Peneliti) menyadari, bahwa masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan dari penelitian ini. Untuk itu semua peneliti senantiasa mengaharap koreksi dan masukan dari berbagai pihak demi perbaikan pada masa- masa yang akan datang. Akhirnya kepada Allah SWT kita berserah diri dan mengharap semoga karya ilmiah kecil ini dinilai-Nya sebagai amal ibadah yang diterima dan membawa manfaat. Amin! Wassalamu ‘alkum wa rahmatullah wa barakatuh DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL: i PERSEMBAHAN: ii KATA PENGANTAR: iii KATA PENGANTAR: iv DAFTAR ISI: iv BAB I BAB II PENDAHULUAN: 1 KONSEP DASAR TENTANG KITAB KUNING A. Pengertian Kitab Kuning B. Kitab Kuning dan Tradisi Keilmuan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Indonesia C. Muslim Progressif Sebagai Muara Integrasi Keilmuan BAB III POTRET DINAMIKA STUDI KEISLAMAN SERTA PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI PADA ERA KLASIK A. Islam Dan Kontestasi Ilmu Pengetahuan B. Argumentasi Kebenaran Islam di Tengah Pluralitas Agama C. Peta Kajian Islam dalam Bidang Ilmu Pengetahuan D. Hegemoni Barat Terhadap Islam BAB IV KITAB KUNING DI PERGURUAN TINGGI KEAGAAMAN ISLAM A. Profil STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat B. Gambaran Penggunaan Kitab Kuning Sebagai Referensi Dan Dampaknya Terhadap Efektifitas Kajian Keislaman (Islamic Studies) di STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat Pamekasan C. Upaya yang dilakukan STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat Pamekasan dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman (islamic studies) D. Kendala yang dihadapi STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat Pamekasan dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman (islamic studies)dan upaya menanggulanginya E. Analisa dan Pembahasan BAB V PENUTUP: A. Kesimpulan: B. Rekomendasi: DAFTAR PUSTAKA: DAFTAR RIWAYAT HIDUP: BAB I PENDAHULUAN Kitab kuning dipandang sebagai referensi utama dalam memahami kajian keislaman (islamic studies). Dalam pemahaman yang jamak kitab kuning diidentikkan dengan rujukan yang otoritatif yang hampir menyerupai otoritas al- qur’an dan sunnah. Di kalangan masyarakat muslim akar rumput, seseorang yang menguasai pemahaman kitab kuning dipandang sebagai refresentasi orang ‘alim, penuh kesalehan dan menjadi muara rujukan permasalahan kehidupan bermasyarakat. Demikian pula sebaliknya, seseorag yang tidak memilki kecakapan dalam memahami kitab kuning diposisikan sebagai orang yang “dangkal” dalam keislamannya, meskipun ia menunjukkan perilaku yang saleh, dan taat beribadah sekalipun. Kitab kuning selalu diidentikkan dengan pesantren, bahkan dipandang sebagai subkultur pesantren. Pesantren mengemban tugas membantu manusia memenuhi kewajiban yang diperintahkan Allah SWT yaitu mendalami ajaran agama Islam, untuk kemudian ditularkan pada umat yang lain di daerah asal mereka.1 Oleh karena itu, seorang yang memiliki kemampuan memahami kitan kuning dikonotasikan sebagai santri, meskipun ia sudah tingal di dalam pesantren. Seorang santri yang melanjutkan pendidikanya ke perguruan tinggi, atau bahkan kembali ke masyarakat, masih menyebut dirinya santri. Santri dalam diskursus kajian keislaman modern dipadankan dengan sebutan cendikia muslim. Peran kiai dan santri sebagai simbol transimisi keilmuan islam dengan fenomena kehidupan modern dipandang sebagai posisi yang prestisius.2 Keberadaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIN) oleh masyarakat muslim di Indonesia dipandang sebagai kelanjutan dari pendidikan pesantren dalam mengkaji ilmu-ilmu keislaman. Oleh karena pengkajian kitab kuning (termasuk di perguruan tinggi keagamaan islam) masih dipandang sebagai taradisi agung (great tradition).3 Hal ini dikarenakan, pada perkembangannya, kajian kitab kuning melahirkan tradisi menulis, meskipun tidak dalam bahasa1 Abdul Qadir Djaelani, Peran Ulama dan Santri, dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1994), hlm. 7. 2 Andik Wahyun Muqoyyidin “Kitab Kuning Dan Tradisi Riset Pesantren Di Nusantara” dalam Ibda’: Jurnal Kebudayaan Islam Vol. 12, No. 2, Juli - Desember 2014, hlm 133, hlm. 124. 3 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Yogyakarta: Gading Publishing, 2012),, hlm. 85. Arab sebagai mana rujukan aslinya. Tulisan hasil resensi atau analisa tersebut di Nusantara muncul dalam berbagai bahasa daerah maupun dalam ba hasa nasional Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kitab kuning senantiasa menjadi referensi otoritatif yang terus dikaji oleh pemikir muslim sampai saat ini.4 Kurikulum PTKIN mengintegrasikan hazanah keislaman dengan metodologi dan sains modern. Dengan demikian PTKIN diharapkan menjadi transimisi integrasi keilmuan antara kajian keislaman dengan keilmuan yang provan dengan dotopang metodologi yang baik, akan melahirkan khazanah keilmuan modern yang mampu menjawab permasalahan keumatan.5 Sementara itu, mahasiswa sebagai generasi emas pemerhati studi keislaman sudah kurang bergairah dalam mengkaji kitab kuning. Padahal, untuk mencapai kemajuan yang sebenaranya sebagai muslim (muslim progressive), penguasaan tradisi keislaman termasuk pergumulan dengan kitab kuning sebagai referensi bagi sivitas akademika mutlak dibutuhkan. Kurangnya minat tersebut akan berakibat pada lemahnya mutu lulusan PTKI itu sendiri. Lahirnya sarjana muslim yang tidak bisa melestarikan kecemerlangan ilmuan terdahulu, disebabkan beberapa faktor, diantaranya: penguasaan materi dan metode studi yang lemah, keterlibatan yang lemah dalam tradisi keislaman, sikap apologis yang tinggi, tidak adanya keselarasan antara keinginan dan upaya yang riil, serta kegagalan mengkomunikasikan sumber keilmuan klasik dengan perkebangan zaman.64 Ibid, hlm. 88. 5 Andik Wahyun Muqoyyidin “Kitab Kuning Dan Tradisi Riset Pesantren Di Nusantara, hlm 133 6 Omid Safi, “I and Thou in A Fluid Word: Beyond Islam Versus The West” dalam Vincent Cornell and Omid Safi (ed), Voice of Change (Westport: Praeger Publisher, 2007), hlm. 5-9. Dalam merespon permasalahan sivitas akademika dalam penguasaan keilmuan klasik tersebut, di mana kitab kuning sebagai referensi utamanya, maka PTKI dituntut mencari formolasi metodologi, agar seluruh sivitas akademika (mahasiswa dan dosen) kembal bergairah dalam menelaah khazanah keilmuan Islam yang sangat luas tersebut. Permasalahan ini menarik dikaji melihat kecenderungan para akademisi yang sebagian sudah terjebak pada pola pikir pragmatis. Mereka lebih cenderung mengkaji keislaman melalui hasil analisa pemikir lain yang tidak memiliki akar tradisi keilmuan islam yang kuat. Oleh karena itu menarik untuk diteloti upaya reaktualisasi penggunaan kitab kuning sebagai referensi studi keislaman yang dilakukan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Buku kecil ini ditulis dengan berbasis data yang diperoleh melalui penelitian dengan focus permaslahan ersebut dan mengambil lokus STAIN PAmekasan dan STAI Al- Khairat. Kedua PTKI tersebut berdomisili di Pamekasan, namun dengan latar belakang yang berbeda, baik input mahasiswa, latar belakang akademik dosen, maupun istem perkuiahan. Visi STAIN Pamekasan: Kokoh dalam aqidah, unggul dalam ilmu, profesional dalam karya, dan mulia dalam akhlaq tentunya juga menarik dijadikan sub fakus penelitian. Mahasiswa yang berasal dari berbagai latar belakang penguasaan dasar-dasar keislaman, menjadi permasalahan tersendiri bagi dosen dalam mentranformasika keilmuan keislaman. Apa yang dilakukan perguruan tinggi ini dalam mendorong terciptanya integrasi keilmuan. Demikian pula STAI Al-Khairat sebagai perguruan tinggi berbasis pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata yang terkenal menjunjung tinggi mutu kajian kitab kuningnya, juga menarik dikaji dari sisi metodologi pengkajian khazanah keilmuan islam (kitab kuning) untuk didialogkan dengan perkembangan keilmuan secara umum. Dari berbagai dimensi kajian yang menarik tentang kitab kuning, penelitian ini membatasi masalah pada aktualisasinya sebagai referensi utama stusi keislaman di Perguruan Tinggi Keagamaan Islaman (PTKIN). Demikian pula dari sekian banyak PTKI yang ada, peneliti membatasi studi hanya di dua PTKI di Madura, yaitu STAI Pamekasan dan STAI Al-Khairat. STAIN Pamekasan dipilih karena merupakan satu- satunya Perguruan Tinggi Keagaman Islam (PTKIN) di Madura dengan jumlah mahasiswa yang mencapai sembilan ribu (9.000) orang . jumlah yang begitu besar tentu saja memiliki latar belakang yang heterogen dari sisi latar belakang studi, keluarga, social ekonomi dan tentu saja memiliki kemampuan dasar keagaman yang berbeda pula. Sementara STAI Al- Khairat adalah PTKI yang berbasis pesantren yang semestinya input mahasiswanya sudah memilki kemampuan dalam memahami kitab kuning. Oleh karena itu, fokus kajian dalam penelitian ini dibatasi pada: perama Gambaran penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman di dua perguruan tinggi keagamaan islam tersebut, kedua tentang upaya yang dilakukan kedua PTKI tersebut dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislamaan, dan yang ketiga peneltian ini ingin memotret kendala yang dihadapi kedua PTKI tersebut dalam mengaktualsasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman. Penelitian ini sebatas mendiskripsikan fenomena yang ada yaitu pengguanaan kitab kuning sebagai referensi ajian keislaman di dua PTKI tersebut, tidak pada posisi membandingkan dan menganalisa kelemahan dan keunggulan alah satu dari kedua PTKI tersebut. Namun demikian hasil penelitian ini akan menajdi sampel penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajin keislaman di Perguruan Tinggi Keislaman secara umum. BAB II KONSEP DASAR TENTANG KITAB KUNING A. Pengertian Kitab Kuning Pada makna dasarnya Sebutan “kitab kuning” lazim disandarkan pada referensi buku-buku klasik berbahasa Arab yang memuat kajian-kajian ilmu agama Islam dan biasanya dikaji di pesantren-pesantren, madrasah dan majelis-majelis ta’lim. Kitab ini sangat variatif. Biasanya satu kitab terdiri dari beberapa bagian yang dicetak lepas tidak terjilid dengan bagian lain. Hal ini tidak jarang dimanfaatkan santri dengan cara membawa bagian tertentu untuk dipelajari tanpa membawa keseluruhan kitab. Kitab kuning meskipun rata- rata dicetak pada kertas berwarna kuning, namun dengan difinisi ini, maka kitab kuning juga meliputi kitab berbahasa Arab yang dicetak ke dalam kertas putih, seperti kebanyakan hasil terbitan Beirut (Libanon) atau Madinah (Arab Saudi)7 Dalam pemahaman yang lebih luas, Martin mendefinisikan kitab kuning dengan sehimpunan buku yang berisi pelajaran-pelajaran agama Islam (dira>sat isla>miyyah) yang mencakup fiqh, aqidah, tasawwuf, akhlaq dan tata bahasa. Kitab kuning menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan pesantren.8 Kitab kuning dimaknai sebagai bahan kajian utama dalam mendalami kajian keislaman. Kemahiran memahami kitab kuning dijadikan tujuan utama dalam menempuh pendidikan pesantren. Tujuan utama santri menempuh pendidikan pesantren adalah mendalami (tafaqquh) agama Islam dengansegala ilmu yang melingkupinya. Tujuan ini disarikan dari pemahaman terhadap ayat al-Qur’an S. A- Tawbah ayat 122: 7 Lihat selengkapnya tentang “Kitab Kuning” di Abdul Aziz Dahlan. (et.al) Suplemen Ensiklopedi Islam (Jakarta PT Ichtiar Baru Van Hoeve. 2002), hlm. 333. 8 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Yogyakarta: Gading Publishing, 2012), hlm. V. ??????????????? ????? ????? ? ??????•? ???????????? ????? ??? ?????? ••??•??? ?????????? ????????? ???????? ??? ???????????????? ?????????????? ????????? ?????????? ????? ?????????? ?????????? ?????????? ????? ??????????? Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap- tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS: Al- Tawbah:122) Kitab kuning diposisikan sebagai subkultur pesantren dan akademisi muslim.9Pengkajian kitab kuning dengan segala cakupannya yang luas dan dengan metode yang ekploratif dapat memberikan varian-varian penyelesaian problem sosial kemasyarakatan, dengan merujuk pada fenomin sosio kultural yang digambarkan para penulis kitab dengan kondisi ekonomi, budaya, politik dan antropologi yang berbeda. Kekayaan khazanah tersebut memberikan banyak pilihan model penyelesaian masalah yang bisa diterapkan pada konteks masyarakat saat ini.10hal ini ini tidak berlebihan 9 Rani Rakhmawati, “Syawir Pesantren Sebagai Metode Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Manbaul Hikam Desa Putat, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo- Jawa Timur” dalam AntroUnairdotNet, Vol.V/No.2/Juli 2016, hlm 352. 10 Ibid, hlm. 353. kiranya, karena pesantren itu sendiri dipandang sebagai sub- kultur yang tak terpisahkan sebagai bagian dari masyarakat.11 Melalui khazanah khas (genuine) dunia pesantren yang disebut kitab kuning, para cendikiawan (ulama) mampu menggerakkan bahkan menentukan laju perubahan zaman. Mereka dengan kreatif menyelami dan mendalami gerak kehidupan yang dipahatkan dalam karya-karya tulis yang mengagumkan. Warisan kitab kitab kuning selalu dikreasi untuk terus melaju selaras dengan tantangan zaman. Kreasi tersebut berbentuk aneka ragam, mulai dari membuat komentar dari sebuah kitab (syarah)}, khula>s}ah, mukhtas}ar, hingga menulis kitab baru dalam beragam bahasa12 Kitab kuning jumlahnya sangat banyak. Akan tetapi, yang banyak dimiliki para kiai dan diajarkan di pesantren di Indonesia adalah kitab-kitab yang umumnya karya ulama- ulama Madzhab Sya>fi’i> (Sya>fi’iyyah). Pada akhir abad ke- 20, kitab-kitab kuning yang beredar di kalangan kiai di pesantren-pesantren Jawa dan Madura jumlahnya mencapai 900 judul, dengan perincian 20% bersubstansikan fiqh, dan sisanya adalah us}u>l al-di>n berjumlah 17%, Bahasa Arab (nahwu, s}ara>f, bala>ghah) berjumlah 12%, hadis 8%, tasawuf 7%, akhlak 6%, pedoman doa dan wirid, mujarraba>t 5% dan karya-karya pujian kepada Nabi Muhammad (qis}a>s al-anbiya>’, mawli>d, mana>qib) yang berjumlah 6 Tradisi agung pengajaran kitab kuning tidak saja berjalan di Indonesia atau di kepulauan nusantara saja. Akan tetapi, kesinambungan studi keislaman tersebut berjalan dengan baik pula di seluruh wilayah Asia, mulai Asia Tengah sampai Asia Timur, seperti di Thilan, Philipina, Myanmar, dan 11 M. Syaifuddien Zuhriy, “Budaya Pesantren Dan Pendidikan Karakter Pada Pondok Pesantren Salaf” dalam jurnal: Walisongo, Volume 19, Nomor 2, November 2011, hlm 290. 12 Andik Wahyun Muqoyyidin “Kitab Kuning Dan Tradisi Riset Pesantren Di Nusantara”, hlm. 1431. 13 Ibid, hlm 123. Malaysia. Kajian kitab kuning dengan berbagai disiplinnya berjalan di negara-negara tersebut berjalan sebagaimana tradisi keilmuan di Timur Tengah sejak zaman permulaan sampai saat ini.14 Modernisasi yang dilakukan beberapa pesantren dengan membuka sekolah dan kurikulum di luar pelajaran agama, tidak kemudian menghapus tradsi pengajaran kitab kuning. Pengajaran kitab kuning senantiasa terus berjalan di beberapa pesantren modern seperti Gontor Ponorogo, Al- Amin Sumenep, Tebuerng jombang dan sebagainya, meskipun dengan metode dan waktu yang disesuaikan dengan perkembangan pendidikan saat ini.15 B. Kitab Kuning dan Tradisi Keilmuan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Indonesia Perguruan Tinggi Keagamaan Islam tumbuh berkembang menjadi pusat riset ilmu pengetahuan di Indonesia. Hal ini cukup beralasan jika dikaitkan dengan jumlah pesantren yang menembus puluhan ribu sebagai penyangga utama. Perlu diingat kemajuan Islam masa pertengahan, bisa terwujud karena terutama ditopang bdaya riset dan ilmu pengetahuan. Jika PTKI tersebut kembali mampu menjadi pusat riset ilmu pengetahuan sebagaimana pada abad pertengahan tersebut, maka pengaruh sekaligus perannya akan melebihi Baitul Hikmah saat itu, dan 14 Raihani, dkk, “Delivering Islamic Studies And Teaching Diversity In Southern Thai Islamic Schools” dalam jurnal Al Jami’ah vol. 54. No.1, 2016M/1437H. hlm. 137 15 Baca selengkapnya: Muhammad Hasan “Inovasi Dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren” dalam Karsa: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 23 No. 2, Desember 2015, hlm. 295-305 dampaknya dapat meluas ke seluruh dunia.16 Dengan begitu, kemajuan Islam dapat diraih kembali.17 Kejayaan peradaban islam dan pengetahuan yang melahirkan sintesis, integrasi dan interkoneksitas ilmu termanifestasikan pada individu ilmuwan. Dalam konteks klasik, banyak sekali ilmuwan muslim yang terkenal yang karya karyanya diakui tidak hanya di dunia Islam tetapi juga di Barat. Misalnya, sebut saja, Jabir Ibnu Hayyan-orang Barat menyebutnya Gebert-yang hidup antara tahun 721- 815. Dia adalah seorang tokoh Islam pertamayang mempelajari dan mengembangkan Alchemi di dunia Islam. Ilmu ini kemudian berkembang dan kita kenal sebagai ilmu kimia, dan lain-lain.18 Keberadaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIN) oleh masyarakat muslim di Indonesia dipandang sebagai kelanjutan dari pendidikan pesantren dalam mengkaji ilmu-ilmu keislaman. Oleh karena pengkajian kitab kuning (termasuk di perguruan tinggi keagamaan islam) masih dipandang sebagai taradisi agung (great tadition).19 Hal ini dikarenakan, pada perkembangannya, kajian kitab kuning melahirkan tradisi menulis, meskipun tidak dalam bahasa Arab sebagai mana rujukan aslinya. Tulisan hasil resensi atau analisa tersebut di Nusantara muncul dalam berbagai bahasa daerah maupun dalam bahasa nasional Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kitab kuning senantiasa menjadi referensi otoritatif yang terus dikaji oleh pemikir muslim sampai saat ini.20 16 Sri Haningsih, “Peran Strategis Pesantren, Madrasah dan Sekolah Islam di Indonesia” dalam el-Tarbawi, Jurnal Pendidikan Islam edisi Vol. 1, No. 1, 2008.hlm. 17 Andik Wahyun Muqoyyidin “Kitab Kuning Dan Tradisi Riset Pesantren Di Nusantara”, hlm 133. 18 Ibid, hlm 132. 19 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, hlm. 85. 20 Ibid, hlm. 88. Kurikulum PTKIN mengintegrasikan hazanah keislaman dengan metodologi dan sains modern. Dengan demikian PTKIN diharapkan menjadi transimisi integrasi keilmuan antara kajian keislaman dengan keilmuan yang provan dengan ditopang metodologi yang baik, akan melahirkan khazanah keilmuan modern yang mampu menjawab permasalahan keumatan.21 Sementara itu, mahasiswa sebagai generasi emas pemerhati studi keislaman sudah kurang bergairah dalam mengkaji kitab kuning. Padahal, untuk mencapai kemajuan yang sebenaranya sebagai muslim (muslim progressive), penguasaan tradisi keislaman termasuk pergumulan dengan kitab kuning sebagai referensi bagi sivitas akademika mutlak dibutuhkan. Kurangnya minat tersebut akan berakibat pada lemahnya mutu lulusan PTKI itu sendiri. Lahirnya sarjana muslim yang tidak bisa melestarikan kecemerlangan ilmuan terdahulu, disebabkan beberapa faktor, diantaranya: penguasaan materi dan metode studi yang lemah, keterlibatan yang lemah dalam tradisi keislaman, sikap apologis yang tinggi, tidak adanya keselarasan antara keinginan dan upaya yang riil, serta kegagalan mengkomunikasikan sumber keilmuan klasik dengan perkembangan zaman.22 C. Muslim Progressif Sebagai Muara Integrasi Keilmuan 1. Konsep Dasar Muslim Progressif Diskursus tentang progresif tidak akan menemukan ujungnya. Berangkat dari kata dasar “progress” yang dimaknai dengan kemajuan, para pemikirnya selalu menawarkan konsep yang terus diperbaharui dan justru diperdebatkan. 21 Andik Wahyun Muqoyyidin “Kitab Kuning Dan Tradisi Riset Pesantren Di Nusantara, hlm 133 22 Omid Safi, “I and Thou in A Fluid Word: Beyond Islam Versus The West” dalam Vincent Cornell and Omid Safi (ed), hlm. Voice of Change (Westport: Praeger Publisher, 2007), hlm. 5-9. Sering sekali progresif dimaknai dengan kemajuan yang berujung pada lahirnya kebebasan yang justru menciptakan libralisme yang tidak terkendali. Sebagai contoh dalam hal sejarah Ebrahim Moosa mengilustrasikan “ Sejarah akanterus bergerak dan maju sampai pada titik yang tak terhindarkan. Dari sistem tribal ke teokrasi terus bergerak kearah aristokrasi, dan terus bergerak menuju kapitalisme, dan baru berhenti pada demokrasi liberal.23 Seakan untuk menghindari perdebatan dari makna progress itu sendiri, Omid Safi sebagai pengagas awal konsep “Muslim Progresif”, kemudian merumuskan makna Progres dengan memberikan syarat bahwa sesuatu dianggap maju apabila ia memberikan perubahan kearah yang lebih baik, lebih bermanfaat dan lebih berdaya guna bagi kehidupan umat manusia dan dunia secara lebih luas.24 Selanjutnya Omid Safi merumuskan bahwa sesuatu disebut lebih baik bilamana telah memenuhi dua kata kunci yaitu keadilan (al-‘adl/justice) dan kebaikan atau keindahan (al-ih{saSelengkapnya dapat dibaca pada Ebrahim Moosa, “Transitions In The Progress of Civilization: Theorizing History, Practie, and Tradition”, dalam Vincent Cornell dan Omid Safi (ed), Vices of Change (Westport: Praeger Publisher, 2007), hlm. 115. 24 Tentang hal ini bisa di baca di tulisan Omid Safi yang lain, Omid Safi, “Challeges and Oppuortunities for The Progressive Muslim in Nort America” dalam Muslim Public Affairs Journal, edisi januari 2006, hlm. 77. 25 Omid Safi, “ Intruduction, hlm, 6. tidak boleh juga berdiam diri hanya sebatas menjadi kritikus. Inilah mengapa Omid Safi tidak memakai istilah Muslim kritis (Critical Muslim). Karena menurut Safi kritikus diidentikkan dengan golongan yang hanya berkeluh kesah dan mengkritisi, tetapi tetap duduk santai di tempatnya dengan tanpa berbuat apa-apa.26 2. Metode Kritik Muslim Progresif Metode yang digunakan Omid Safi dalam merumuskan konsepnya tentang Muslim Progresif adalah metode “Multiple Critique”. Dalam makna yng sangat sederhana Multple Critique ini dapat diartikan sebagai “kritik ganda”, di mana kita sebagai umat islam harus mampu mengkritisi diri sendiri di satu sisi dan juga harus mampu mengkritis Barat dalam sisi yang lain. Kritik ganda juga berbasis penggunaan pendekatan beragam arah ( a multi- headed approach based) yang didasarkan pada kritik simultan terhadap beragam komunitas dan wacana di mana kita terlibat langsung didalamnya.27 Kritik ganda didasarkan pada gagasan yang sangat sederhana. Omid Safi mengatakan bahwa setiap manusia yang lahir tanpa dibedakan muslim-non muslim, laki-laki perempuan, ras apapun, warna kulit apapun, suku apapun, dan seterusnya, memiliki nilai yang sama, yaitu sama-sama dibekali dengan nilai kesucian ruh Tuhan.28 Oleh karena itu semua manusia berhak mendapatkan perlakuan yang sama, keadilan, kesetaraan, kesempatan yang sama tanpa harus dibedakan jenis agama, kelamin, suku bangsa, ras, dan lain sebaginya. Dan dengan ini pula segala bentuk ketidakadilan, diskriminasi, penjajahan, perbudakan, dan segala ketimpangan kemanusian harus dikritisi dan diperbaiki. Dalam 26 Ibid, hlm.18. 27 Ibid, hlm. 2. 28 Ibid, hlm..3. kesempatan lain Safi mengatakan bahwa justru sering dijumpai adanya perlakuan tidak adil, diskriminatif, otoriter dan tidak demokratis yang justru dilakukan umat islam (muslim) dan justru mengatasnamakan Islam.29 Sebagai contoh penggunaan multiple critique dapat dijelaskan berikut: a. Muslim Progresif mengkritisi pemaknaan teks hukum islam yang diskrimatif terhadap perempuan yang kerap digunakan kaum fundamentalis ortodoks, sementara di sisi lain muslim progresif juga menolak ekploitasi perempuan yang dilakukan Barat dengan jargon kesetaraan gender dan sebagainya.30 b. Di satu sisi Muslim Progresif mengkriti persekusi kelompok minorits di Negara-negara Islam, sementara di sisi lain Muslim Progresif juga menyoal kebijakan luar negeri Amerika yang selalu agresif mengadu domba mereka. c. Muslim Progresif sangat mengkritisi dan mendebat orang- orang Islam yang tidak henti-hentinya membenci dan memusuhi Barat (Muslim Westernmophobes) seperti Usamah ben Laden, Ayman al-Zawahiri, atau Sulaiman Abu Ghayt, namun di satu sisi Muslim Progresif juga mengecam orang-orang Barat yang tidak henti-hentinya membenci 29 Omid Safi, “Challeges and Oppuortunities, hlm.80. 30 Dalam hal ini, Omid Safi mengkritisi pola pikir kaum oreintalis yang secara membabi buta menganggap bahwa Islam telah membatasi hak perempuan dengan adanya perbedaan dengan kaum laki-laki dalam masalah poligami, serta larangan Islam bagi kaum perempuan untuh menikah dengan laki-laki non muslim, sementara larangan tersebut tidak berlaku bagi kaum laki-laki. Lihat. Mereka dalam pandangan muslim progresif tidak membaca asas manfaat (al- maqo>sid al-shar’iyyah) yang terkandung dari datangnya ketentuan tersebut. Baca lebih lanjut pemikiran kaum orientalis di William Montgomery Watt, Islamic Fundamentalism And Modernity, (London dan New York: Routledge, 1988) hlm. 114. Islam (Western Islamophobes) seperti Bernard Lewis, Samuel P. Huntington, Daneil Pipe, atau Robert Spencer d. Dalam satu sisi Muslim Progresif tidak setuju dengan gerakan wahaby dan neo-wahaby, akan tetapi di sisi yang lain Muslim Progresif juga tidak sepaham dengan gerakan islam skuler.31 Selanjutnya dengan bahasa yang lebih gamblang Omid Safi dengan “multiple critique”nya tersebut mengkritisi kaum yang disebutnya “ultrakonservatif” atau mereka yang tidak hanya anti Barat, Yahudi, dan Kristen, akan tetapi mereka juga memusuhi orang islam yang tidak memiliki paham dan keyakinan seperti mereka. Di sisi lain arah kritik muslim progresif juga diarahkan pada golongan liberal karena menjadikan modernitas (yang cenderung berdamai dengan klonialisme dan imperialism) sebagai tujuan utamanya dan dibela mati-matian. Sebaliknya muslim progresif memandang bahwa klonialisme dan imperilisme harus dikritisi. Dalam pandangan Omid Safi modernitas dengan segala arogansinya talah berhasil mencuri ideologi kaum muslimin dengan menjadikannya sebagai berhala yang selalu dipuja, ditularkan, didiskusikan, dan bahkan dijadikan muara re-generasi dari masa ke masa.32 Dengan metode “multiple critique” inilah muslim progresif mencoba mengawinkan tradisi islam yang kaya dan beragam di satu sisi dengan modernisasi di sisi yang lain, serta mencoba merumuskan yang terbaik dari hasil perkawinan tersebut. 3. Prasyarat Menjadi Muslim Progresif Untuk menjalankan metode “Multiple Critique” sebagaimana dijelaskan di atas, Omid Safi memberikan 31 Disarikan dari Omid Safi, “I and Thou in A Fluid Word: Beyond Islam Versus The West” dalam Vincent Cornell and Omid Safi (ed), Voice of Change (Westport: Praeger Publisher, 2007), hlm.199-210. 32 Omid Safi, “ Intruduction,, hlm. 4. beberapa prasyarat yang harus dilakukan untuk mencapai muslim progresif yang sebenarnya. Prasyarat tersebut diantaranya sebagai berikut: a. Keterlibatan yang utuh dalam tradisi keislaman. Seseorang yang sekedar hanya berapologi dengan jargon keadilan, kesetaraan gender, pluralism, dan sebagainya, namun ia tidak pernah terlibat langsung dan utuh dalam tradisi keislaman, maka ia bukanlah bagian dari muslim progrsif. Seorang Muslim progresif sangat menghormati tradisi. Oleh karena itu ia harus memiliki pondasi bangunan keilmuan agama (‘ulum al-din) yang bagus dan kokoh sebagai bagian dari tradisi keislaman, namun demikian tradisi itu juga harus dikritisi. Jangan sampai didogmakan sehingga tidak bisa dirubah sedikitpun dari bentuk aslinya. Kondisi kekinian, zaman dan problematika umat islam akan senantiasa menggiring tradisi keislaman tersebut beradptasi dengan umat islam itu sendiri. Namun demikian muslim progresif juga tidak setuju dengan paham skuler yang ingin mencerabut dan menghilangkan tradisi keislaman tersebut. Muslim progresif memandang tradisi sebagai a tradition-in-becoming, sebuah tradisi yang akan terus berkembang dan mencari bentuk yang sesuai dengan zamannya,33 b. Hindari sikap apologis. Permasalahan yang dihadapi umat islam sangat komplek dan terus berkembang. Hal ini tentu saja memerlukan upaya yang tidak sederhana untuk menjawabnya. Sikap pragmatisme dan apologatif sering dijadikan pilihan utama oleh sebagaian besar kaum muslimin. Tidak jarang kita jumpai jawaban, ungkapan dan bahkan pendapat yang “disandarkan” pada nilai kebenaran absolut Islam, padahal sebenarnya itu jauh dari makna kebenaran yang sebenarnya. Omid Safi menyebut kaum pragmatis ini dengan sebutan “Islam Pamflet” yaitu 33 Ibid, hlm.5-9. kalangan yang berupaya menyelesaikan masalah yang sangat rumit dengan merujuk kepada dalil ajaran islam yang sangat sedernaha dan monolitik. Mereka sering berkata” dalam ajaran islam disebutkan……” atau “ Islam mengatakan……atau sering juga, menurut al-Qur’an…… dsb. Pernyataan tersebut sebenarnya adalah gambaran kemalasan mereka dalam berfikir (berijtihad). Mereka tidak pernahmenyadari bahwa untuk menjawab permasalahan yang sangat rumit dan komplek diperlukan ijtihad, dan bahkan mungkin jihad intelektual yang sungguh-sungguh untuk mengatasi permasalahan kontemporer berlandaskan tradisi islam yang kaya, plural dan majemuk.34 c. Penyelarasan antara visi dan langkah konkret. Visi dan aksi (misi) menjadi dua hal yang harus hadir bersama. Visi yang bagus tetapi tidak disertai pelaksanaan yang konkret dalam pandangan Safi akan segera menjadi sesuatu yang tidak relevan, akan hilang bersama waktu. Demikian pula aksi yang dilakukan tanpa visi yang jelas adalah sesuatu yang sudah gagal sejak semula. Dalam rumusan muslim progresif visi dan aksi diarahkan pada keinginan dan tindakan sosial. Tindakan sosial yang dimaksud semisal membela kaum tertindas, membela hak perempuan, menegakkan hak azazi manusia, menyerukan perdamain, di mana semua itu sudah menjadi tradisi keislaman dan tidak pernah membatasi ras, suku bangsa, etnik, bahasa, kaya miskin, golongan dan sebagainya.35 d. Menyandarkan pada aspek Humanisme dan Adab. Jika humanisme diposisikan sebagi ruh filofinya, maka Adab diposisikan sebagai kode etik hubungan lahiriyah manusia. Orang yang tidak memiliki spirit humanism dan ditopang 34 Disarikan dari pemikiran Omid Safi dalam, Omid Safi, “Progressive Islam In America” transkrip wawancara dengan Krista Tippet dalam Speakingof Fath, 28 Juli 2005, hlm.2. 35 Ibid. dengan Adab yang buruk, akan sangat mudah mengkafirkan, memusyrikkan, dan membid’ahkan kelompok lain yang tidak sama dengan mereka. Pada kondisi seperti ini Omid Sfi menawarkan “Tasawuf” sebagai prototipe perpaduan humanism dan Adab. Seorang sufi akan memiliki moral etika secara interpersonal dan disisi lain akan menularkan etika baik tersebut pada orang lain secara komunal. Dalam hal ini Omid Safi mengatakan “ at-Tashawwufu kulluhu al- adab”36 Keterbukaan pada sumber pengetahuan skunder. Seorang muslim progresif tidak boleh merasa cukup dengan mengetahui al-qur’an dan hadits sebagai sumber primer saja. Lebih dari itu ia harus juga memiliki kekayaan referensi pembanding. Misalnya. Sesorang harus seimbang dalam membaca pemikiran-pemikiranJalaludin Rumi dan Ibn ‘Araby, Plato dan Ibn Sina, Chomsky dan Abu Darr, Ghandy dan Arundhati, Robert Fisk dan Edward Said, Dalai Lama dan Eloie Wisel, Bob Dylan dan Bob Marley, dan sebagainya37 36Omid Safi, “ Intruduction, hlm.13-14. 37 Ibid, hlm.14-15. BAB III POTRET DINAMIKA STUDI KEISLAMAN SERTA PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI PADA ERA KLASIK A. Islam Dan Kontestasi Ilmu Pengetahuan Sebagai agama besar yang telah berusia 15 abad lebih, Islam telah membuktikan dirinya untuk terus survive sampai saat ini. Berbagai gejolak yang timbul dikarenakan adanya ancaman dari internal dan eksternalnya, menyebabkan agama ini harus mampu membuktikan dirinya sebagai agama yang dipilih Allah sebagai agama terakhir dan "paling legitimed", serta sebagai rahmat li al-'alamin. Kejayaan Islam dalam beberapa periode yang berbeda, serta sumbangan Islam pada lahirnya berbagai ilmu pengetahuan modern membuat "iri" dan sentiment tersendiri bagi agama- agama lain. Dengan berbagai cara dan metode, mereka mencoba untuk mendiskreditkan Islam dan menjauhkan ajarannya dari pemeluknya. Demikian pula berbagai kajian "miring" telah sengaja dilakukan oleh kaum yang mengaku menggeluti Islam, padahal sebenarnya mereka adalah musuh Islam. Golongan yang terakhir ini akrab dijuluki kaum orientalis yang sengaja mengkaji Islam hanya untuk mempelajari kelemahan-kelemahannya, dimana sampai saat ini hal tersebut tidak pernah terbukti. Di sisi lain, kalangan Islam semakin mampu membuktikan kedewasannnya dalam semua lini percaturan kehidupan. Tidak hanya kematangan spiritual saja yang telah mereka capai, akan tetapi pilar-pilar kehidupan global juga mereka tancapkan di tengah kemajemukan masyarakat global. Adanya korelasi antara saince dan agama, kemajuan intelektual, kematangan ekonomi, saince, teknologi, tingginya nilai-nilai sosial dan budaya telah membuktikan bahwa Islam adalah “kiblat” peradaban dunia, tidak saja pada masa klasik, akan tetapi juga pada zaman modern. Tulisan singkat ini akan membahas bukti kebenaran Islam dan keunggulannya dibandingkan dengan agama lain. Demikian pula penulis akan mencoba membaca usaha-usaha dan propaganda Barat untuk menguasai umat Islam dalam semua lini kehidupan mereka. B. Argumentasi Kebenaran Islam di Tengah Pluralitas Agama Berbicara tentang bukti kebenaran Islam, bagaikan mengarungi samudera yang tiada tepi dan batasnya, bagaikan pula menapaki jalan yang tidak akan ditemukan ujungnya. Namun demikian, umat Islam dituntut untuk mengenal Islam secara kaffah (menyeluruh). Islam sebagai agama samawi yang diturunkan terakhir ke dunia, tidak hanya dikagumi oleh umat Islam sendiri, akan tetapi lebih dari itu orang-orang di luar Islam (barat) juga melakukan kajian-kajian yang mendalam terhadap Islam. Merekalah yang disebut dengan kaum orientalis38 Kritik-kritik kaum oreintalis yang diarahkan kepada Islam hanyalah kesalahan mereka sendiri dalam memahami Islam, serta pengingkaran terhadap hati nurani mereka kepada kebenaran Islam sebagai agama rahmatan li al-'alamin. Tidak jarang ditemukan dalam beberapa literatur yang mengungkapkan rasa kekaguman mereka terhadap Islam. Diantaranya dapat dicontohkan ungkapan Gauhar, " masyarakat Islam itu tidak hanya masyarakat yang berkeseimbangan, akan tetapi juga secara ideal dipenuhi oleh misi moral dan sikap aktivitas" yang mengagumkan,39 demikian pula yang dikatakan Gibb, "Islam bukan hanya suatu sistem teologi yang mengajarkan ketuhanan, tetapi lebih dari itu ia adalah ajaran yang dapat mernghasilkan 38 Tentang kajian mengenai oreintalis dan tokoh-tokohnya bisa dibaca di : Abdurrahman Badawi, Ensklopedi Tokoh Orientalis, terj. Amroeni Drajat. Jogyakarta: LKiS, 2003. 39 Altof Gauhar, What Chance Succes for Distiny Built on the Past?, (Manchester: The Guardian, 1979), 9. peradaban dan kebudayaan yang sempurna" (Islam is indeed much more than system of theology, it is a complete civilization).40 Sedangkan ungkapan ilmuan muslim sendiri terhadap keagungan Islam, dapat dicontohkan perkataan al- Maududi, "Islam bukan hanya kumpulan dogma dan ritual, tetapi merupakan suatu pedoman hidup yang lengkap" (Islam is not a more collection of dogmas and rituals, it is a complete way of life).41 Islam tidak hanya memuat konsep kehidupan umat manusia dalam bidang ritual saja, akan tetapi aspek-aspek yang lain juga menjadi kajian utamanya. Miftah Farid sebagaimana dikutip Ali Hasan mengatakan, bahwa kandungan pokok ajaran Islam adalah: Aqidah, syari'ah yang terdiri dari ibadah dan muamalah, pembinaan keluarga, kemasyarakatan, kepemimpinan, pergaulan sesama manusia, hubungan antar agama, makanan dan minuman, harta warisan, hukum perkawinan, hukum perjanjian, hukum pidana, hukum perang (politik), kedisiplinan, dan musyawarah (syura).42 Untuk memahami Islam dengan sempurna, maka diperlukan sebuah pendekatan (approach) yang akan mengantarkan pada sisi arah kajian itu dilakukan. Secara garis besar, Noeng Muhajir membagi metodologi studi Islam kedalam dua pendekatan, pendekatan pertama adalah pendekatan teologik sebagaimana dilakukan oleh lembaga- lembaga pendidikan Islam tradisional seperti pesantren dan madrasah, dengan muatan kurikulum tradisional seperti ulumul qur'an, ulumul hadits, fiqih, teologi, sejarah dan filsafat. Pendekatanini akan melahirkan ahli-ahli di bidang teologi, fiqh, kalam, tafsir, hadits dan bahasa. Sedangkan 40 H.A.R. Gibb, Whither Islam, (London; (?), 1932), 7. 41 Abul A'la al-Mawdudi, The Islamic Law and Contitution, (Lahore: Islamic Publication Ltd, 1976), 1. 42M. Ali Hasan, Studi Islam: Al-Qur'an dan As- Sunnah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 116. pendekatan kedua adalah pendekatan multidisipliner dan interdisipliner yang memuat perangkat ilmu-ilmu untuk memahami kurikulum yang telah ada. Pendekatan ini akan melahirkan ahli politik, ekonomi, pendidikan, filsafat dan segala ilmu bantu lainnya.43 C. Peta Kajian Islam dalam Bidang Ilmu Pengetahuan 1. Bidang Aqidah, Syari'ah Dan Akhlak Aqidah (faith) sebagai obyek kajian Islam merupakan hal yang sangat fundamental dan mendasar. Isi kandungan seluruh kitab samawi, termasuk al-Qur'an pertama kali mengandung makna agidah. 44 Kajian utama aqidah adalah rukun Iman (arkan al-iman) yang terdiri dari enam hal.45 Maksud dan tujuan kajian aqidah adalah mentauhidkan (mengakui keesaan) Allah SWT sebagai satu-satunya dzat penguasa alam semesta.46 Tauhhid akan mempersatukan umat manusia yang terbagi kedalam beberapa etnis, golongan, bahasa, ras dan suku bangsa.47 Syari'ah merupakan objek kajian studi Islam yang sangat urgen. Syari'ah menempati urutan kedua (setelah aqidah) dalam semua referensi kajian Islam. Syari'ah meliputi seluruh aspek kehidupan manusia secara 43 Selengkapnya baca: Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, edidi IV, ( Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002), 255-293. 44 M. Ali Hasan, Studi Islam:, 108. 45 Enam hal tersebut adalah iman kepada: adanya Allah, malaikat, kitab-kitab Allah, para nabi dan utusan Allah, hari kiamat, dan kepada qoda' dan qodar Allah. Selengkapnya baca: Masyfuk Zuhdi, Studi Islam, vol. 3, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), 1. 46 M. Ali Hasan, Studi Islam:, 40. 47 Muhammad Najatullah Siddiqi, "Tawhid: The Concept and The Process", dalam Islamic Perspectives: Studies In Honour of Mawlana Sayyid Abul A'la Mawdudi, ed. Khursid Ahmad. et.al. ( Jeddah: Saudi Publishing Hous, 1979), 17. langsung (direcly) atau secara tidak langsung (explicitly).48 Kandungan dari kajian syari'ah menurut William terdiri dari: a. Ibadah, yaitu perbuatan atau upacara dalam melaksanakan hubungan dengan Allah SWT secara langsung.49 Perbuatan pokok yang termasuk ibadah adalah lima hal yang disebut dengan rukun Islam (arkan al-Islam).50 Ibadah merupakan bahasan pertama dari kebanyakan buku-buku fiqh. Buku yang secara komperenship dan secara khusus memuat tentang ibadah dalam arti hubungan manusia dengan tuhan (rabb-nya) ditulis oleh Imam Ahmad ibn Hanbal di Baghdad dengan judul al-'Umdah. Buku ini berisi tentang tata cara hubungan manusia dengan tuhannya (ibadah) yang dibahas dalam sudut pandang fiqh fundamental, yang tentu saja saat itu banyak berseberangan dengan praktek yang dijalankan oleh Islam rasional (mu'tazilah) yang banyak menghiasi lembaga-lembaga pendidikan saat itu.51 b. Muamalah adalah bentuk hubungan manusia dengan manusia yang lain, baik seagama maupuan antar umat yang berlainan agama.52 Hubungan tersebut berlangsung dari individu (person) ke individu lain, 48 Ibid, 24. 49 Ibid, 116. 50 Kelima rukun Islam tersebut adalah (1) syahadat, (2) mendirikan shalat, (3) puasa dalam bulan Ramadhan, (4) memberi zakat, dan (5) melaksanakan ibadah haji. Lihat : Jhon Thomas Cummings, Hussein Askari dan Ahmad Mustafa, "Islam dan Perubahan Ekonomi Modern" dalam Identitas Islam pada Perubahasan Sosial Politik, ed. Jhon L. Esposito, terj. A. Rahman Zainuddin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), 55. 51 Jhon Alden William, Islam, (New York: George Braziller, 1962), 93. 52 Masyfuk Zuhdi, Studi Islam,, 2. atau antar satu individu dengan satu komonitas (instansi). Menurut William, buku pertama yang sangat komperehensip dan monomental, serta ditulis dengan sistematika ilmiah yang standart dan khusus membahas tentang muamalah, ditulis oleh Burhanuddin al-Marghinany (w. 593H/1197) dengan judul al-Hidayah. Akan tetapi sebelum itu telah ditemukan banyak sekali buku-buku yang secara implisit membahas muamalah bersama dengan kajian syari'ah lainnya. Buku seperti ini dapat dicontohkan seperti karya-karya Imam Abu Hanifah (w. 150H/767M), karya-karya qodi Abu Yusuf yang hidup pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid, dan karya- karya monomental Imam Syafi'iy seperti al-Umm, dan lainnya53 c. Perintah berbuat baik (amar ma'ruf)54 d. Larangan berbuat kemunkaran (nahy 'an al-munkar)55 Akhlak adalah ajaran yang menghiasi ketiga unsur utama tersebut (aqidah, ibadah dan muamalah)56 Akhlak (moral) meliputi hubungan manusia dengan tuhannya, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta.57 Seorang yang hanya melaksanakan ibadah dengan tekun akan tetapi tidak dihiasi dengan akhlak yang baik, maka amal baiknya 53Jhon Alden William, Islam, 118. baca juga Masyfuk Zuhdi, Studi Islam, ibid. 54 Jhon Alden William, Islam,, 123. 55 Ibid,, 129. 56 Masyfuk Zuhdi, Studi Islam,, 1. 57 Ismail Raji Al-Faruqi, " Is The Muslim Definable in Terms of His Economic Pursuits", dalam Islamic Perspectives: Studies In Honour of Mawlana Sayyid Abul A'la Mawdudi, ed. Khursid Ahmad. et.al. ( Jeddah: Saudi Publishing Hous, 1979), 190. tersebut tidak akan banyak berguna baginya kelak dikemudian hari.58 2. Bidang Politik Ziauddi Zardar mengatakan bahwa Islam sangat memperhatikan politik sebagai landasan hukum kehidupan tata pemerintahan umat Islam. Hal ini menurutnya dibuktikan dengan lahirnya Deklarasi Madinah yang mengatur sistem kehidupan politik umat Islam di tengah penganut agama lain di jazirah Arab. Deklarasi tersebut secara langsung menarik perhatian dunia terhadap terbentuknya "Negara" Islam pertama.59 Pada gilirannya para pemegang kekuasaan di wilayah lain memandang Islam sebagai sebuah kekuatan yang memiliki cakrawala luas di semua sektor kehidupan, termasuk politik. Buku yang secara khusus membahas tentang kajian politik dalam perspektif Islam, ditulis oleh al- Mawdudy (w. 450H/1058M) dengan judul al-Din wa al- Siyasah. Dalam buku ini dikatakan bahwa perkembangan ilmu politik dalam Islam tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan ilmu fiqh (syar'ah). Hal ini dapat dibuktikan bahwa salah satu latar belakang berdirinya Dinasti Fatimyyah di Mesir yang mengembangkan faham Syi'ah dikarenakan sebagai gerakan penyeimbang terhadap pesatnya kemajuan ajaran Sunni yang diterapkan oleh penguasa Abbasiyah di Baghdad.60 Sementara dalam edisi Bahasa Indonesia buku yang paling komperehensif membahas tentang politik Islam, 58 Ibarat tentang hal ini bisa dibaca di: Imam Al- Suyuti, al-Jami' al- Shaghir, vol. II (Mesir: Mustafa al-Bab al-Halbi wa Suluduh, tt), 103. 59 Ziauddin Sardar, Est-West University: Islamic Studies, (London dan New York: Mansell Publishing Limited, 1984), 15. 60 Jhon Alden William, Islam, 122. adalah hasil karya Muhammad Tahir Azhari.61 Buku ini menurut Ismail Suni adalah buku pertama yang berbicara tentang konsep Negara Islam.secara mendetil.62 Pada hakikatnya, menurut Sardar, al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam telah memberikan sekian banyak konsep politik yang dikemas melalui kisah-kisah para nabi sebelum datangnya Nabi Muhammad. Diantara ayat-ayat al-Qur'an yang menerangkan hal itu adalah: لَقَدْ أَرسَلنَا نُوحًا إِلَى قَومِهِْ فَقَالَْ يَاقَومِْ اعبُدُوا مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهْ غَيرُْهُ إِنِي أَخَافُْ عَلَيكُمْ عَذَابَْ يَومْ عَظِيمْ( 59 )قَالَْ المَلَُْ مِنَْْلَّلا قَومِهِْ إِنَا لَنَرَاكَْ فِي ضَ َ لْلَ مُبِينْ( 60 ) (الأعراف: 61-59 ) فَهَزَمُوهُمْ بِإِذنِْ ِْلَّلا وَقَتَلَْ دَاوُودُْ جَالُوتَْ وَآتَاْهُ الَُّْلالمُلكَْ وَالحِكمَةَْ وَعَلَمَهُْ مِمَا يَشَاءُْ وَلَولَْ دَفعُْ ِْلَّلا النَاسَْ بَعضَهُمْ بِبَعضْ لَفَسَدَتْ الَأرضُْ وَلَكِنَْ َْلَّلا ذُو فَضلْ عَلَى العَالَمِينَْ( 251 )(البقرة: 251 ) قَالَْ رَبِْ اغفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلكًا لَْ يَنبَغِي لِأحََدْ مِنْ بَعدِي إِنَكَْ أَنتَْ الوَهَابُْ( )35 (ص: )35 Ketiga kisah nabi Nuh, Daud dan Sulaiman tersebut menunjukkan adanya bargaining politik antara "Islam" (agama) dengan penguasa sebelumnya.63 Pada ayat lain al-Qur'an menyatakan: وَإِلَى مَديَنَْ أَخَاهُمْ شُعَيبًا قَالَْ يَاقَومِْ اعبُدُوا مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهْ غَيرُْهُ قَدْ جَاءَتكُمْ بَيِنَةْ مِنْ رَبِكُمْ فَأَوفُوا الكَيلَْ وَالمِيزَانَْ وَلَْ تَبخََْلَّلاسُوا النَاسَْ أَشيَاءَهُمْ وَلَْ تُفسِدُوا فِي الَأرضِْ بَعدَْ إِص َ حِلَهَا ذَلِكُمْ خَيرْ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ مُؤمِنِينَْ( 85 )وَلَْ تَقعُدُوا بِكُلِْ صِرَاطْ تُوعِدُونَْ وَتَصُدُّونَْ عَنْ سَبِيلِْ ِْلَّلا مَنْ آمَنَْ بِهِْ وَتَبغُونَهَا عِوَجًا وَاذكُرُوا 61Buku yang dimaksud adalah Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa KIni,(Jakarta: Bulan Bintang, 1992). buku ini merupakan desertasi doktor yang telah dipertahankan pada siding senatt terbuka Pascasarjana Universitas Indonesia pada 19 Maret 1991. 62 Baca Ismail Suny,"Kata Sambutan" dalam Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa KIni,(Jakarta: Bulan Bintang, 1992), ix- x. 63 Ziauddin Sardar, Est-West University, 18. -85 :فارعلأا()86(نَْيدِسِفمُلا ةُْبَقِاعَ نَْاكَ فَْيكَ اورُظُناوَ مْكُرَثَكَفَ ًْلَيلِقَ مْتُنكُ ذْإِ )86 Pada ayat ini Islam telah memberikan intervensi terahadap tata laksana kehidupan politik penguasa saat itu.64 Politik dalam perspektif Islam haruslah mengutamakan adanya kesamaan (al-tasawi), keadilian (al-'adalah), toleransi (al-tasamuh), kemerdekaan (al- hur), demokrasi (al-demokratiyah), dan keseimbangan (al- tawasuth).65 3. Bidang Ekonomi Islam lahir dan berkembang di daerah yang menjadi pusat lalu lintas perekonomian dunia. Hal ini membuktikan bahwa Islam menempatkan ekonomi sebagai bagian penting seiring dengan bagian penting lainnya.66 Allah sangat mencintai hamba-Nya yang membuat keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Firman Allah SWT67 نَْسَحأَ امَكَ نْسِحأَوَ ايَندُّلا نْمِ كَْبَيصِنَ سَْنتَ لَْْوَ ةَرَْخِلْ ا رَْادَلالَُّْلا كَْاتَآ امَيفِ غِْتَباوَ إِلَُّْلالَيكَْ وَلَْ تَبغِْ الفَسَادَْ فِي الَأرضِْ إِنَْ لَْ يُحِبُّْ )77:صصقلا(َْلَّلا)77(نَْيدِسِفمُلا Prinsip dasar ekonomi dalam Islam adalah: a. Adanya transpransi transaksi. Dengan prinsip ini Islam sangat mengecam praktek kecurangan, penipuan (gharar), riba, dan sebagainya.68 Dalam hal ini ayat al-Qur'an mengatakan: نْمِ نُْاطَيشَلا هُْطُبَخَتَيَ يذِلَا مُْوقُيَ امَكَ لَْإِ نَْومُوقُيَ لَْ ابَرِلا نَْولُكُأيَ نَْيذِلَا نْمَفَ ابَرِلا مَْرَحَوَ عَْيبَلالَُّْلا لَْحَأَوَ ابَرِلا لُْثمِ عُْيبَلا امَنَإِ اولُاقَ مْهُنَأَبِ كَْلِذَ سِْمَلا 64 Ibid, 20. 65 Ibid, 64. 66 Jhon Thomas Cummings, Hussein Askari dan Ahmad Mustafa, "Islam dan Perubahan Ekonomi Modern, 53. 67 Ayat yang senada dengan ayat ini antara lain Al-Nisa' (9), al- Jum'at (10), Alam Nasyrah (6-7) dan sebagainya. 68Ziauddin Sardar, Est-West University, 116. كَْئِلَوأُفَ دَْاعَ نْمَوَ ِْلَّلا ىلَإِ هُرُْمأَوَ فَْلَسَ امَ هُْلَفَ ىهَتَنافَ هِْبِرَ نْمِ ةْظَعِومَ هُءَْاجَ )275:ةرقبلا()275(نَْودُلِاخَ اهَيفِ مْهُ رِْانَلا بُْاحَصأَ b. Adanya kejujuran dalam semua transaksi. Dengan ini Islam menolak adanya manipulasi, dan sejenisnya. c. Adanya legalitas.69 Legalitas dimaksudkan untuk melindungi transaksi yang berjalan secara yurisdis. Maka dengan ini, Islam menolak adanya transaksi barang-barang yang secara hukum adalah terlarang seperti minuman keras, barang curian, dan sebagainya. d. Adanya keseimbangan. Konsepp ini diimplementasikan melalui konsep zakat yang akan memberikan keseimbangan antara orang-orang kaya (aghniya') dengan orang-orang tidak mampu (fuqara').70 Firman Allah SWT: يفِوَ مْهُبُولُقُ ةِْفَلَؤَمُلاوَ اهَيلَعَ نَْيلِمِاعَلاوَ نِْيكِاسَمَلاوَ ءِْارَقَفُللِ تُْاقَدَصَلا امَنَإِ مْيلِعَلَُّْلا وَ ِْلَّلا نْمِ ةًْضَيرِفَ لِْيبِسَلا نِْباِوَ ِْلَّلا لِْيبِسَ يفِوَ نَْيمِرِاغَلاوَ بِْاقَرِلا )60 :ةبوتلا( )60(مْيكِحَ e. Standar nilai barang ditentukan dengan kualitas barang tersebut.71 f. Berorientasi pada demokrasi.72 4. Bidang Hukum Pada prinsipnya Islam memandang hukum adalah sebagai hal yang sangat universal. Tidak ditemukan satu hukum pun dalam perspektif Islam yang sifatnya kaku, akan tetapi sebaliknya hukum dalam Islam berlaku atau tidak berlakunya, disesuaikan dengan sebab (illat) yang 69 Ibid, 115. 70 Ibid, 122. 71 Ibid, 42. 72 M. Umar Chapra, " The Islamic Welfar State and Its Role in the Economy", dalam Islamic Perspectives: Studies In Honour of Mawlana Sayyid Abul A'la Mawdudi, ed. Khursid Ahmad. et.al. ( Jeddah: Saudi Publishing Hous, 1979), 196. menyertainya.73 Prinsip utama kajian hukum dan kajian Islam lainnya, menurut Hudgson74 adalah keadilan sebagaimana firman Allah SWT:75 بِالعَدلِْ إِنَْ َْلَّلا نِعِمَا يَعِظُكُمْ بِهِْ إِنَْ َْلَّلا كَانَْ سَمِيعًا بَصِيرًا( إِنَْ َْلَّلا يَأمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الَأمَانَاتِْ إِلَى أَهلِهَا وَإِذَا حَكَمتُمْ بَينَْ النَاسِْ أَنْ تَحكُمُوا 76)58 Hukum berfungsi memberi batasan terhadap kebebasan manusia dalam hal-hal tertentu, seperti manusia yang dilarang meminum minuman keras, berjudi, merampok dan sebagainya, karena manusia tidak akan mampu menanggung akibat dari semua perbuatan jahat tersebut.77 5. Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Lain-lain Kajian pendidikan merupakan kajian yang melandasi seluruh kajian yang lain. Al-Qur'an diturunkan dengan pesan pertama bernuansa pendidikan (iqra', bacalah). Dengan demikian manusia akan menemukan jati dirinya melalui proses belajar, dan belajar tersebut adalah proses pendidikan menuju pendewasaan intelektual, emosional, dan diwujudkan dengan tingkah laku yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Di anatara sekian banyak tujuan pendidikan adalah mewujudkan manusia yang baik sebagai hamba Allah yang menjalani kehidupan dengan semangat pengabdian (ibadah) 73 Jhon Alden William, Islam,132. 74 Houdgson adalah Ilmuan Amerika yang sangat tertarik dengan kajian keislaman. Tesisnya yang sangat monumental tentang sejarah peradaban Islam adalah berjudul The Venture Of Islam, terdiri dari dua jilid dan sudah terbit dengan edisi Bahasa Indonesia. 75 Michel C. Hudgson, "Islam dan Perkembangan Politik" dalam Identitas Islam pada Perubahasan Sosial Politik, ed. Jhon L. Esposito, terj. A. Rahman Zainuddin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), 22. 76 QS. Al-Nisa' ayat (58). Ayat yang senada antara lain adalah Al- Nisa' 105, dan 135, Al-Nahl (90) 77 Charles Gai Eaton, Islam and Distiny of Man, (USA: State University of New York Press, 1985), 64. kepada-Nya, baik yang berupa ritual (ubudiyah) maupun inyteraksi sosial (muamalah).78 Kaitannya dengan ilmu pengetahuan, Islam dengan al-Qur'an-nya merupakan induk dari semua ilmu pengetahuan yang telah berkembang, maupun yang belum ditemukan oleh manusia. Surat al-'Alaq79 sebagai ayat yang turun pertama kali, memberikan isyarat bahwa alam semesta mengandung nilai-nilai pengetahuan yang senantiasa memerlukan penelitian. Hasil penelitian para ilmuan melahirkan beberapa disiplin ilmu yang menakjubkan, seperti:80 a. Ilmu astronomi, yaitu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pergerakan, dan penyebaran benda-benda langit. Banyak ditemukan ayat al-Qur'an yang berbicara tentang hal ini, diataranya; )6:ق()6(جْورُفُ نْمِ اهَلَ امَوَ اهَانَيَزَوَ اهَانَينَبَ فَْيكَ مْهُقَوفَ ءِْامَسَلا ىلَإِ اورُظُنيَ مْلَفَأَ Ilmu fisika yaitu ilmu yang menyelidiki dan mengamati fenomena dari benda-benda yang tidak bernyawa, dalam hal ini al-qur'an berkata: حُهابَصأملأا حُابَصأم اهَيف ةُاكَشأمكَ هُروهن لُهثَمَ ضُرألَأأاوَ تُاوَامَسَلا رُهوهنهلَُّلا لَُ ةُنوهتيأزَ ةُكَرَابَمه ةُرَجَشَ نُأم دُهقَوهي يُرده بُكَوأكَ اهَنَأَكَه ةُجَاجَزُّلا ةُجَاجَزه يف رُوهن ىلَعَ رُوهن رُانَه هُسأسَمأتَ مُألَ وُألَوَ ءُهيضهي اهَهتيأزَ دُهاكَيَ ةُيَبرأغَ لَُوَ ةُيَقرأشَ ءُيأشَ لُكهبهلَُّلا وَ سُانَلل لَُاثَمألَأأاهلَُّلا بُهرضأيَوَ ءُهاشَيَ نُأمَ هُروهنلهلَُّلا يدهأيَ )35:رونلا()35(مُيلعَ b. Ilmu matematika, yaitu ilmu yang memepelajari tentang bilangan: وْأَ امًويَ انَثبِلَ اولُاقَ مْتُثبِلَ مْكَ مْهُنمِ لْئِاقَ لَْاقَ مْهُنَيبَ اولُءَاسَتَيَلِ مْهُانَثعَبَ كَْلِذَكَوَ ةِْنَيدِمَلا ىلَإِ هِْذِهَ مْكُقِرِوَبِ مْكُدَحَأَ اوثُعَبافَ مْتُثبِلَ امَبِ مُْلَعأَ مْكُبُّرَ اولُاقَ مْويَ ضَْعبَ مْكُبِ نَْرَعِشيُ لَْوَ فْطَلَتَيَلوَ هُْنمِ قْزرِبِ مْكُتِأيَلفَ امًاعَطَ ىكَزأَ اهَيُّأَ رْظُنيَلفَ )19 :فهكلا()19(ادًحَأَ 78 Abdul Fatah Jalal, Azaz-azaz Pendidikan Islam, terj. Herry Noer Ali, (Bandung: Diponegoro, 1988), 119. اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِكَ الَّذِي خَلَقَ( 1 )خَلَقَ ا ْ ِلْ نسَانَ مِنْ عَلَقٍ( 2 )اقْرَأْ وَرَبَّكَ ا ْ َلْكْرَمُ( 3 )الَّذِي عَلَّمَ 79 بِالْقَلَمِ( 4 )عَلَّمَ ا ْ نسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ( )5 80M. Ali Hasan,ِلْ Studi Islam:119-132. c. Ilmu sejarah yaitu ilmu yang memepelajari latar belakang kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan, binatang, serta kemajuan-kemajuannya: لَقَدْ خَلَقنَا وَهَذَا البَلَدِْ الَأمِينِْ( 3 ) وَطُورِْ سِينِينَْ( 2 ) وَالتِينِْ وَالزَيتُونِْ( )1 إِلَْ الَذِينَْ آمَنُوا ثُمَْ رَدَدنَاْهُ أَسفَلَْ سَافِلِينَْ( 5 ) ا ِ نلْسَانَْ فِي أَحسَنِْ تَقوِيمْ( )4 فَمَا يُكَذِبُكَْ بَعدُْ بِالدِينِْ( 7 ) وَعَمِلُوا الصَالِحَاتِْ فَلَهُمْ أَجرْ غَيرُْ مَمنُونْ( )6 : 8-1 ) (التين أَلَيسَْ بِلَُّْلاأَحكَمِْ الحَاكِمِينَْ( )8 d. Ilmu ekonomi, yaitu ilmu yang memepelajari sistem perekonomian (kebutuhan manusia): وَابتَغِْ فِيمَا آتَاكَْ الَُّْلالدَارَْ ا خِلْرَْةَ وَلَْ تَنسَْ نَصِيبَكَْ مِنْ الدُّنيَا وَأَحسِنْ كَمَا أَحسَنَْ إِلَُّْلالَيكَْ وَلَْ تَبغِْ الفَسَادَْ فِي الَأرضِْ إِنَْ َْلَّلا لَْ يُحِبُّْ المُفسِدِينَْ( )77 (القصص: )77 e. Dan ilmu-ilmu lain yang semuanya telah ter-cover dalam al-Qur'an D. Hegemoni Barat Terhadap Islam Keberhasilan Islam tampil sebagai simbol peradapan dunia sejak masa awal kelahirannya, yang berarti juga adalah masa kemunduruan bagi Barat, menyebabkan Barat berfikir untuk mengembalikan kejayaan dunia pada tangan mereka. Meskipun mereka mengakui bahwa Islam telah banyak memberikan kontribusi bagi keilmuan barat, namun mereka dengan karakter dasarnya yang tidak akan rela membiarkan orang Islam berjaya, berusaha sekeras tenaga untuk menguasai dunia Islam di seluruh belahan dunia. Persentuhan fisik secara langsung antara umat Islam dengan Barat dimulai sejak meletusnya perang Salib. Meskipun orang Islam menganggap perang salib adalah kejadian biasa yang hanya merupakan kelanjutan dari peperangan-peperangan yang biasa mereka lakukan sebelumnya, namun bagi Barat perang Salib adalah suatu awal dari perjuangan besar yang jauh memiliki makna politis dari sekadar perang fisik. Karena bagi mereka perang itu diartikan sebagai kebangkitan kembali Eropa setelah sekian abad tenggelam dalam bayang-bayang Islam81 sependapat dengan analisis Watt, Sa'id mengatakan bahwa perang salib merupakan upaya penjajahan dan invasi negara-negara Barat terhadap Islam yang dilatar-belakangi oleh semangat kebangkitan Eropa.82 Akan tetapi pada kenyataannya perang salib yang berlangsung selama 600 tahuan (tahun 1095 sampai pertengahan abad 15 tidak membuahkan hasil bagi kebangkitan Eropa,83. Namun demikian mereka telah berhasil memecah belah kaum muslim menjadi kekuatan-kekuatan kecil dan memisahkan mereka dari satu komando ummah (sebagai simbol kebersamaan umat Islam). Selama perang salib berlangsung upaya-upaya Barat untuk mencemari oriesinalitas ajaran Islam dan menjauhkan kaum muslimin dari memahami ajarannya secara benar, terus dilakukan. Dan pada era pasca perang salib pun upaya semacam ini terus dilakukan.84 Dengan berakhirnya perang Salib, jalan menuju hegemoni Islam oleh Barat semakin terbuka. Khalid Bin Sayeed mengatakan bahwa sasaran hegemoni terhadap dunia Islam, tidak sebatas idiologi saja. Akan tetapi negaraq- negara Islam dipandang sebagai wilayah-wilayah yang subur dan kaya sehingga diprediksikan akan mampu menguasi perekonomian dunia. Oleh karena itu hegemoni dilakukan dalam bentuk penjajahan dan interpensi kebijakan ekonomi mereka. Barat yang dalam hal ini doiwakili oleh Inggris, 81 W.M. Watt, The Majesty That was Islam (London: Sidgwek and Jackson, 1994), 247-248. 82 Sa'id Abd Fattah Ashur, al-Harakah al-Salibiyah (kairo: Maktabah Anglo al-Mishriyah, 1971), 21. 83 Tentang factor selengkapnya mengenai perang salib lihat A. Latif Muchtar, gerakan Kembali Ke Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), 10-11. 84 Ahmad Salabi, Perang Salib terj. Ahmad Semait (Singapura: Pustaka Nasional, 1975), 2. baca juga: Philip K. Hitti, History of The Arabs (London: the MAcmilan Press, tt), 636. Amerika, Jerman, Italia danBelanda berusaha untuk menjajah negara-negara Muslim.85 Dengan keunggulan teknologinya, Barat berusaha untuk menciptakan ketergantungan negara Islam pada mereka. Upaya tersebiut makin diperparah dengan banyaknya negara Barat yang secara fisik langsung menjajah negara-negara Islam. Dalam hal ini dapat dicontohkan penjajajhan Inggris pada India pada tahun 1814, penguasaan Italia dan Prancis pada Turky pasca perang dunia I, serta penjajahan selama 350 tahun bangsa Barat terhadap Indonesia.86 Sejarah gelap penjajahan barat terhadap kantong-kantong Islam makin diperparah dengan wafatnya 1000 tokoh Islam di Turki menjelang abad ke16, akibat kebiadaban tentara Prancis, sementara sebanyak 18.000 warga Muslim India melakukan Imigrasi untuk menghindari arogansi Inggris di negara mereka. Faktor utama yang menyebabkan Barat begitu bersemangat untuk menguasai negara-negara Islam menurut Sardar adalah kerena rasa Trauma barat terhadap masa kegelapan ynag mereka alami pada abad-abad pertengahan di mana umat Islam mengalami kejayaan. Mereka sangat ketakutan jika umat Islam dapat bangkit kembali dan menguasai percaturan dunia seperti pada masa keemasan Islam abad pertengahan abad7 samapai 13 M). Barat menyadari bahwa umat Islam memiliki berbagai modal untuk itu. Modal-modal tersebut adalah semangat jihad yang tinggi, sumber daya alam yang melimpah dan rasa fanatisme agama yang kuat.87 Upaya yang dilakukan umat Islam untuk membendung penjajahan tersebut, mengalami hambatan 85 Khaled Bin Sayeed, Western dominance and Political Islam: Challenge and Response (New York: State Unversity Of New York, 1995), 6. 86 Ibid, 11. 87 Ziauddin, Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21 terj. Efendi (bandung: Mian, 1993), 15. dengan pudarnya rasa persaudaraan dan kebersamaan umat Islam, yang hal ini sebenarnya juga merupakan upaya Barat untuk menceraiberaikan mereka. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa di berbagai belahan dunia muncul beberapa tokoh intelektual muslim88 yang berusaha menggugah kesadaran umat Islam tantang ketakberdayaan mereka dan kebiadaban tirani Barat. Mereka berusaha untuk mengembalikan kejayaan Islam sepertimasa-masa pertengahan. Namun sekali lagi dengan kekuatan tekhnologi dan kekuatan informasinya Barat masih mampu meredem semangat kebersamaan umat Islam.89 Mudahnya hegemoni barat berlangsung pada dunia Islam, menurut O Voll tidak lepas dari kekakuan umat Islam sendiri untuk menerima perubahan dan melakukan pembaharuan. Memang sikap ini tidak ditunjukkan oleh semua umat Islam, namun mereka yang menerima pembaharuan jumlahya sangat kecil dibandingkan mereka yang lebih memilih sikap resisten (bertahan). Sikap adaptasi yang ditampilkan beberapa minoritas tersebut tidak mampu mengangkat umat Islam sejajar dengan umat lainnya dalam berbagai lapangan kehidupan teratama teknologi dan informasi.90 Sementara di pihak Barat, mereka selalu 88 Jhon O Voll mencontohkan mereka seperti Ismail Raji al-Faruqy (Palestina), Khursid Akhmad (India), Maryam Jameelah (Pakisytan), Hasan Hanafi (Sudan), Abdul KArim Soroush (Iran), Anwar Ibrahim (Malaysia) dan Abdurrahman Wahid (Indonesia) menurt O Voll mereka adalah intelektual Muslim modern yang ,melihat ketyidak adilan talah mencengkram umat Islam yang disebabkan oleh tirani Barat. Selengkapnya baca: Jon L. Esposito dan John O Voll, Tokoh- tokoh Gerakan Islam Kontemporer. Terj Sugeng Haryanto dkk. (Jakarta: Raja Greapindo Persada, 2002), 1-255. 89 Edward Said, Covering Islam: Hqw The Media and The Expers Ditermine How We See The Rest of The World (New York: Pantheon Books, 1981), 4. 90 John O Voll, Islam Contonuity and Change in The Modern World (England: Westview Press), 87. menelusuri "jalur-jalur emas" yang telah dirintis umat Islam dalam berbagai bidang. Di samping mereka mengembangkan hasil temuan umat Islam untuk dimodifikasi dan pada gilirannya mereka mengatasnamakan penemuannya sendiri.91 Panitrasi yang dilakukan Barat terhadap dunia Islam tidak saja hanya dalam penguasaan bidang ekonomi dan politik saja, melainkan lebih dari itu bidang budaya dan teologi juga tak luput dari incaran mereka. Barat berusaha mencampuradukkan budya dan tradisi keislaman penduduk asli negeri Islam dengan pola hidup yang mereka bawa.92 Dengan jargon pembaharuan mereka berusaha mempengaruhi para pemimpin umat Islam dan praktisi politik negara Islam. Tidak sedikit para penguasa Muslim yang terpengaruh dengan propaganda tersebut, dan mulai "melirik" tawaran konsep Barat dalam sistem pemerintahannya. Hal ini yang pada puncaknya mempengaruhi Kemal Attaturk untuk merubah sistem kekhalifahan Turki Utsmani menjadi negara Turki Demokrasi pada tahun 1936.93 Di samping itu hegemoni Barat terhadap dunia Islam, tidak saja membawa dampak negatif. Kemajuan teknologi yang dicapai Barat telah memberikan kesadaran pada sarjana- sarjana Muslim bahwa hasil peradaban yang telah dicapai pendahulu mereka talah berpindah tangan. dan kesadaran semacam ini telah memberikan kontribuisi bagi timbulnya semangat "mengejar ketinggalan" mereka untuk mengembalikan kejayaan kembali umat Islam, meskipun cara yang mereka tempuh kadang-kadang berimbas terhadap 91 L. Stoddard, Dunia Baru Islam, ter. Burhanuddin (Jakarta: tt. 1966), 25. baca juga Malek Bennabi, Islam in History and Society (Islamabad: Islamabad Research Institute, 1987), 34. 92 Ira M. Lapidus, A. History of Islamic Societies (Cambrige: Cambrige University Press, 1990), 554. 93 William Montgomery Watt, Islamic Fundamentalism and Modernity (London: and New York: Routledge, 1989), 45. bidang-bidang agama yang juga terpengaruh pada pola pemahaman barat yang sekuler.94 Semangat untuk mengejar ketertinggalan tersebuit akhirnya membentuk pola hidup ke-Barat-baratan (westernisasi) umat Islam. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kemajuan selalu dikiblatkan pada Eropa. Meskipun substansi maksud mereka adalah mempelajari kemajuan Barat, namun asas ketergantungan menjadi dominan. Keadaan semacam ini sebenarnya yang menurut Khursid Ahmad dikehenadaki Barat. Barat tidak akan rela kemajuan teknologinya dikuasai juga oleh umat Islam.95 Pada kenyataannya keinginan umat Islam menjadi mengambang dengan sistem tarik ulur yang diterapkan Barat. Di samping itu Barat juga menerapkan sistem klasifikasi terhadap umat Islam dalam mempelajari teknologi. Hanya sebagai kecil saja yang menurut mereka "tunduk dan patuh" pada Barat yang akan mendapatkan palajaran dan kerjasama dengan Barat. Adanya klasifikasi ini akhirnya melahirkan dikotomi mayakat kelas menengah yang berpendidikan Barat dengan sebagaian besar masyarakat yang semakin terpuruk keadaanya.96 Kenyataan pahit yang dialami umat Islam seperti uraian tersebut, akhirnya menyadarkan umat Islam bahwa mereka telah terasing dalam rumahnya sendiri yang megah, bahwa mereka telah kelaparan di tengah tumpukan bahan makanan yang mereka miliki, bahwa mereka kehausan di tengah samudera kekayaan mereka, bahwa mereka kehilangan arah di dalam rumahnya sendiri. Oleh karena itu mereka mulai berbenah diri untuk membuktikan bahwa Islam 94 Abu Hasan Al-Nadwi, Islam and The World terj. Muhammad Asif Kidwai (Lucknow: Akademy of Islamic Research and Publiction, 1980), 88. 95 Khursid Ahmad "Sifat Kebangkitan Islam" dalam Dinamika Kebangkitan Islam: Watak, Proses dan Tantanga ed. John L. Esposito. Terj. Bakri Siregar (Jakarta: Rajawali Press, 1987), 275. 96 Watt, Islamic, 47. adalah agama yang tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya. BAB IV KITAB KUNING DAN PESANTREN Pendahuluan Lembaga pendidikan pesantran merupakan pilar pertama utama pendidikan agama yang timbul dan berkembang dari masyarakat akar rumput. Dengan demikian eksistensinya langsung dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Surut berkembangnya pendidikan di negeri ini tidak dapat dipisahkan dari peran pesantren sebagai pusat perubahan sosial masyarakat. Azyumardi Azra menggambarkan bahwa pendidika pesantrean akan tetap survive sampai kapanpun selama mayarakat Indonesia tidak melupakan sejarah perjuangan bangsa ini dalam melepaskan belenggu negerinya dari himpitan pembodohan kaum penjajah.97 Daya tahan keberadaan pesantren akan terus berlangsung meskipun di sisi yang berbeda gelombang modernisasi yang melanda sebagaian besar negara-negara Islam telah membawa perubahan luar biasa pada sistem pendidikan agama. Secara historis, sebagai mana telah diketahui bahwa sejarah lembaga pendidikan Islam bermula dari lembaga- lembaga tradisional di negri Arab yang berupa kuttab, masjid, zawiyah, ribath dan halaqoh. Lembaga-lembaga tersebut tealah banyak berjasa dengan mlehirkan banyak alumni yang menjadi pemikir Islam pada masa-masa itu dan seterusnya. Namun demikian modernisasi telah mengikis tradisi keilmuan kalsik dan bergeser pada model keilmuan modern, yang tentu saja sedikit banyak akan merubah juga oreintasi keilmuan dari taradional normatif menuju skuler kritis. Hal ini setidaknya dalam pandangan Azra dapat dicontohkan dengan modernisasi dan pembaharuan pendidikan di Turki yang menggantikan lembaga medresse dengan mekteb al-herbei 97 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos, 2003), 95. yang memadukan kurikulum ilmu agama dan ilmu umum. Pada puncaknya penguasa Turki, Mustafa Kemal Ataturk disamping menghapus sistem kekhalifahan dalam politik Islam, ia juga menghapus sistem pendidikan medresse dan menggantinya dengan sekolah-sekolah umum.98 Keadaan di negara lain tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Turki. Mesir yang terkenal sebagai pusat ortodoksi kajian Islam telah mengalami perubahan wajah pendidikannya di bawah pemerintahan Muhammad Ali Pasha dan Gamal Abdel Naser yang merubah sistem madrasah dan kuttab menjadi sekolah-sekolah umum.99 Gambaran perkembanagn dunia pendidikan Islam tersebut di atas berbeda dengan kenyataan reiil di Indonesia. Sejak awal hingga saat ini pendidikan pesantren sebagai pusat pendidikan agama di Indobnesia tetap survive. Barangkali sosio-kultural yang berbeda antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat di negara-negara Islam seperti tersebut di atas yang menyebabkan masyarakat Indonesia tetap mempertahankan sistem pesantren dalam kelembagaan pendidikian Islam. Atau barangkali pada substansinya lembaga pesantren sendiri yang mampu mengikuti alur tuntutan kebutuhan masyarakat sehingga eksistensinya tetap dianggap urgen dalam wacana pendidikan. Berangkat dari gambaran eksistensin pesantren yang tetap hangat ditengah pluralisme wajah pendidikan kita tersebut, tulisan singkat ini akan mencoba mendiskripsikan sejarah tumbuh dan berkembangnya pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah mewarnai perjalanan panjang bangsa ini, serta upaya revitalisasi peran pesantren di tengah semakin derasnya kebutuhan masyarakat akan lahirnya sumber daya manusia yang berkualitas. 98 Ibid, 96. 99 Ibid. Pengertian Pesantren. Kata pesantren berasal dari kata "santri" yang mendapat awalan "pe" dan akhiran "an' yang etimologis dapat diartikan tempat tinggal santri.100 Sedangkan dalam pengertian terminologis pesantren dapat diartikan sebagai asrama tempat santri atau tempat murid mengaji dan mendalami ilmu agama Islam.101 Pengertrian ini tentu saja tidak terlepas dari pengertian kata dasarnya yaitu "santri". Dalam makna yang sangat sederhana kata santri berarti orang yang mendalami agama Islam atau orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh.102 Para peneliti pesantren sangat variatif dalam memberikan pengertian kata "santri". Jhon mengatakan bahwa "santri" berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji.103 Seangkan menurut Berg kata "santri" berasal dari kata "shastri' yang berasal dari bahasa India dan berarti orang-orang yang mengerti kitab agama Hindu atau seorang ahli kitab suci agama Hindu.104 Hampir sama dengan Berg, Steenbrink seorang pengamat pendidikan Islam Indonesia 100 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tnetang pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1994), 18. baca juga istilah yang sama diberikan oleh Haidar dalam Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), 7. 101 Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi II (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 762. 102 Ibid, 878. Penegrtian ini bias juga disandarkan pada pemahamana al-Qur’an 9:122 آ انم ان مفال آ ن اآ ن دللام اق ن لان آام اآق ففا ن ان ن مو اآل ن مفالمنونم مكان كامو مورذح دل عن دل نإ مفعجر مذإ دلمفق مورذل نو 103 A. Jhon, ”From Coastal settlement to islamic School and City: Islamization in Sumatra, The malay Peninsula and Java" dalam Indonesia: The making of a culture ed. J. Fox (Canberra: R.S.P.S., A.N.U, 1980), 40. 104 CC. Berg, "Indonesia" dalam Wither Islam? A survey of Modern Movement in The Moeslem World ed. H.A.R Gibb (London: Routlodge, 1932), 257. berkebangsaan Belanda mengatakan bahwa sistem pendidikan pesantren sebenarnya diilhami dengan sistem pendidikan Hindu yang dilakukan oleh orang-orang India untuk menyiapkan calon-calon pendeta dengan menggembeleng para pemuda dalam satu tempat yang disebut dengan "mandala". Para kyai, dalam analisis Steenbring menyiapkan calon-calon pemuka agama Islam yang selanjutnya disebut "santri" dalam satu lingkungan tertentu dan dengan peratura tertentu yang dirumuskan oleh kyai dan wajib diikuti oleh santri. Tempat pembinaan ini kemudian dikenal dengan nama pesantren.105 Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pesantren adalah satuan lembaga pendidikan yang didalamnya berinteraksi beberapa unsur106 untuk melestarikan tradisi tansformasi pengetahuan agama Islam dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Pesantren di kenal di pulau Jawa dan Madura, sedangkan di Minangkabau, dan Aceh lembaga seperti ini pada awalanya di kenala denghan nama "surau" meskipun pada perkembanagn modern sering juga orang-orang di daerah tersebut memakai kata "pesantren" untuk menggantikan kata "surau" yang dianggap tidak dapat beradaptasi dengan modernisasi pendidikan di Indonesia.107 Lintas Sejarah Pesantren di Indonesia Pesantren sebagai institusi pendidiikan agama Islam kemunculannya dimulai pada paruh akhir abd ke-17M setelah para tokoh agam lebih memilih untuk menarik diri dari desakan imprialisme Belanda yang mulai masuk pada tatanan 105 Karel A. Steenbring, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, !986), 32. 106 Unsur-unsur utama sebuah pesantren menurut Dhofier adalah pondok (tempat tinggal santri), mesjid, pengajaran kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning), santri dan kyai. Selengkapnya baca Dhofier, Tradisi Pesantren, 44-55. baca juga Daulay, Historisitas, 13. 107 Azra, Pendidikan Islam, 123. idiologi kaum pribumi. Persantren adalah fenomina terjadinya pengkonsentrasian prilaku keagamaan masyarakat di pulau Jawa dan Madura pada abad-abad tersebut dan selanjutnya. Sedangkan di pulau Sumatera senada dengan institusi ini, lembaga "surau" juga menemukan eksistensinya seiring banyaknya para alumni penuntut ilmu yang pulang dari tanah suci setelah sekian lama menekuni agama Islam di sana dan bermaksud untuk menyebarkannya pada masyarakat Sumatera.108 Pesnatren di tanah jawa dan Madura pada permulaannya tidak dapat diidentifikasikan secara pasti jumlah dan tempatnya. Hal ini dikarenakan gerakan ini lebih banyak ditutupi oleh masyarakat sendiri yang lebih memilih berlindung di "bawah" kyai dari pada "ikut" gerakan kaun imprialis. Namun demikian dalam pengamatan Dhafier pesantren pertama kali yang muncul ke permukaan nusantra adalah pesantren "Tebuireng" yang didirikan oleh Hadaratus Syekh Hasyim A'ary pada tahun 1899.109 pesantren ini sejak permulaan berdirinya telah menjadi ikon perjuangan masyarakat muslim terhadapa penjajahan Belanda dan jepang. Pasca kemerdekaan Republik Indonesia pesantren ini tetap menjadi pusat penggemblengan putera-putera 108 "Surau" yangapertama kali dikenal dalam sejarah Minangkabau adalah surau yang didirikan oleh ulama karismatik bernama Syekh Burhanuddin di ulakan setelah ia menerima wasiat untuk mendirikan surau dari gurunya yang bernama Syekh Abdurra'uf dari Aceh. Surau Syekh Burhanuddin mencapai puncak ledaulatan tertinggi sebagai institusi agama pada permulaan abad ke-18 sebelum akhirnya mulai redup dengan datangnya gelombang modernisasi.Ibid, 119. 109 Meskipu demikian Dhafier tidak serta merta menafikan sejumlah pesantren besar yang lahir jauh sebelum pesantren Tebuireng seperti pesantren "sidogiri" di pasuruan, Pesantren "syaikhona Kholil" di Bangkalan dan sebagainya. Namun di antara sekian banyak pesantren yang muncul sebagai pusat perlawanan pada kaum penjajah dengan sekala nasional menurut Dhafier adalah peaantren Tebuireng. Selenhkapnya baca: Dhafir, Tradisi Pesantren, 103. Nusantara dalam mengisi kemerdekaan. Peran pesantren Tebuireng sebagai motor pembangunan bangsa dapat dicontohkan dengan kiprah pengasuh keduanya yaitu hadratus Syeikh Wahid Hasyim yang selama hidupnya mengabdikan diri pada pembangunan institusi agama dalam kancah pemerintahan Republik Indonesia.110 Menjelang abaad 20 pesantren ini mulai mengadakan modernisasi pendidikan dengan menyesuaikan bidang kajiannya dengan kebutuhan pembangunan bangsa di luar bidang keagamaan. Dengan demikian bidang kajian pesantren tidak hanya berkutat pada bidang keagamaan, akan tetapi bidang umum juga mendapat porsi yang seimbang dengan dibukanya lembaga-lembaga pendidikan umum di bawah naungan pesantren Tebuireng. Contoh pesantren Tebuireng dalam gambara peran pesantren di atas tentu saja juga dialami pensantren lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lembaga pesantren tumbuh dan berkembang dari dan untuk masyarakat. Dengan kondisi semacam ini lembaga pesntren akan tetap survive dan keberadaannya akan tetap dibutuhkan oleh masyarakat sampai kapanpun. Tipologi Pesantren Sebagai pusat pengkajian ilmu keagamaan, pesantren menempuh berbagai model pembelajaran. Namun demikian tujuan umum dari pembelajaran di seluruh pesantren adalah terciptanya sumber daya manusia yang menguasia ilmu agama dan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dari itu pada masa kini banyak terdapat pesantren yang sudah mengembangkan kurikulum kajiannya 110 Kyiai Wahid Hsyim selain pimpinan pesantrean, ia juga seorang pejabat pemerintah yang handal yang ikut langsung pada detik-detik awal kemerdekaan RI serta membidani lahirnya sejumlah Departemen dan badan pemerintahan RI. Oleh karena itu pesantrenynya tidak bisa dilepaskan dengan sejarah bangsa ini dalam mengisi kemrdekaan. Baca Dhafier, Tradisi, 106. dengan memasukkan kajian ilmu umum yang lebih dikenal dengan ilmu provan disamping ilmu agama yang tetap menjadi sentral kajianya.111 Upaya reformulasi kurikulum pesanren mutlak dibutuhkan untuk merespon semakin beragamanya kebutuhan masyarakat terhadap skill dan keterampilan mengahadapi perasingan hidup. Sejatinya kurikulum yang ideal memnag harus memperhatikan minat dan bakat peserta didik untuk selanjutnya dikembangkan di satuan pendidikan, termasuk di sisi adalah lembaga pesanren. Guru atau ustadz dituntut peka terhadap kemajemukan potensi santri untuk selanjutnya diarahkan pada pengembangan bakat mereka tersebut.112 Oleh karena itu kurikulum har us bersiflangkah berikutnya giliran santri untuk melafalkan lentur dan senantiasa diformulasikan ulang untuk mengikuti irama kebutuhan peserta didik (santri). Dalam hal ini dalam perenacanaannya memang bersifat pasti dqan mengikat tetapi dalam implementasinya harus fleksibel dan lentur (precision in planning , flexcibility in execution)113 Dalam pelaksanaanya, melihat banyaknya ragam model pembelajaran keilmuan di pesantren maka secara umum tipologi pesantren dapat dibedakan kedalam dua kategori, yaitu: 1. Pesantren Tradisional. Pesantren ini menempatkan bidang agama sebagai satu- satunya bidang kajiannnya. Ilmu agama yang sedemikian luasnya dikaji melalui berbagai 111 Azra, Pendidikan Islam, 32, 43. 112 Tentang startegi dan desain kurikulum yang hsrus bersifat terbuka dan adaptif terhadap bakat dan minat peserta didik bias di baca di : Howard S. Becker, “The Teacher in The Authority System Of The Public School” dalam Curriculum Innovation, ed. Alan Haris (London: The Open University, 1975), 218. 113 Cohin J. Mars dan George Willis, Curriculum: Alternative Approaches, Ongoing Issues (New Jersey: Merrill, 1999), 3. disiplin yang melingkupinya. Dengan demikian kajian keilmuan dalam pesantren ini berkisar antara ilmu fiqh, ushul fiqh, tauhid (teologi), akhlaq, tafsir, ilmu tafsir, hadits, ilmu hadits, logika (mantiq), bahasa Ararb dengan segala cabangnya, sejarah dan sebagainya. Model pembelajaran tradisional biasanya ditempuh melalui dua pendekatan utama yaitu:114 a. Model Sorogan. Dalam model ini kelompok kecil santri yang terdiri dari 1-4 santri dengan kelas tertentu menghadap guru (kyai) untuk mendapatkan tuntunan pelajaran tertentu dengan cara kyai melafalkan materi pelajaran sementara santri tersebut mendengarkan dengan seksama. Setelah santri dipastikan dapat mengingat bacaan kyai, maka pelajaran untuk dapat dipastikan kebenaran penguasaannya terhadapa materi pelajaran tersebut. Model ini juga sering disebut dengan model individual atau privat. Metode ini biasanya dijalankan kepada santri- santri baru yang memerlukan waktu tertentu untuk beradaptasi dengan pengajian umum yang diikuti oelh semua santri. b. Model Bandongan. Model ini juga dikenal dengan model weton atau klasikal. Dalam model ini sekelompok santri anatara 5-500 orang menyimak 114 Dhafier, Tradisi, 28. pelajaran yang diberikan oleh kyai. Kyia membacakan materi pelajaran sementara para santri mendengarkan dan memberi makna atau catatan yang dianggap perlu pada kitab miliknya. Pada model ini evaluasi hampir tidak pernah dilakukan dikarenakan adanya asumsi umum bahwa santri yang mengikuti program ini telah memiliki modal awal untuk memahami isi materi pelajaran. 2. Pesantren Modern. Pesantren dalam kategori ini tealah banyak melakukan pengembanagn baik dalam materi pelajaran, sistem pembelajaran dan sebagainya. Kalau dalam pesantren tradisional belum diajarkan materi ilmu umum atau provan, maka dalam pesantren modern kajian tersebut juga diperhatikan. Demikian pula model pembelajaran telah banyak mengindahkan iklim dialogis yang berupa diskusi, seminar, simposium dan sebagainya. Kyai dan ustad tidaklah diposisikan sebagai satu-satunya sumber keilmuan, akan tetapi lebih dari itu santri telah banyak melakukan penelitian sendiri dalam memperdalam keilmuannya, baik melalui penelitian ilmiah, opservasi, studi komparatif dan sebagainya. Upaya Revitalisasi dan Pebaharuan Dunia Pesantren Sebagai institusi keagamaan tertua di Indonesia, pesantren telah banyak mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sejak sebelum, menjelang dan sesudah kemerdekaan bangsa ini. Kurikulum pesantren yang di zaman dahulu hanya berkisar pada kajian keagamaan, saat ini telah dikembangkan sedemikian rupa hingga dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman.115 Demikian pula opini masyarakat yang sejak zaman dulu mempercayai pesantren sebagai pusat pembinaan mental, saat ini semakin bertambah dengan menaruh harapan terhadap penyediaan sumber daya manusia yang paripurna dalam segi keilmuan, mental, spritual dan kepribadian. Dengan kata lain pendidikan tidak bias dilepaskan dari budaya dan pola hidup masayarakat. Tiga unsur utama kebutuhan masyarakat yang berupa agama, budaya dan pendidikan harus selalau serasi dan aling melengkapi.116 Fenomina semacam ini menurut Azra adalah gambaran bahwa keberadaan pesantren dewasa ini justru semakin dibutuhkan sesuai dengan pergolakan mental bangsa ini yang terbukti tidak cukup diselesaikan dengan penanaman keilmuan (intelektual) belaka, akan tetapi sangat membutuhkan adanya pembinaan mental religius yang tangguh untuk mengimbangi kemajuan teknologi dengan berbagai implikasi negatifnya.117 Senada dengan Azra Syarif mengatakan bahwa pendidikan utama dan pertama yang dibutuhkan oleh generasi muda Indonesia adalah pendidikan yang berbasis mental agama yang kuat. Dan untuk ini pesantren adalah jawabannya, mengingat di pesantren dikembangkan pola internalisasi nilai-nilai ajaran Islam 115 Disarikan dari: Abdurrahman Wahid " Pondok Pesantren Masa Depan" dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren ed. Marzuki Wahid. et. al. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1990), 15. 116 hasil penelitian Lee Kim Hing menyimpulkan bahwa masyarakat Indonesia dibangun di atas ketiga unsure tersebut (agama, budaya dan pendidikan). Dengan demikian ketiganya akan senantiasa sling mewarnai. Selengkapnya baca Lee Kim Hing, Education and Politic In Indonesia 1945-1965 (tt:University of Malaya Press, tth), 93. 117 Dalam hal ini baca tesis Azra, "Missi Profesi dan Pnedidikan Islam: ke Arah Peningkatan Kualitas SDM" dan " Kebangkitan Sekolah Elit Muslim: Pola Baru Santrinisasi" dalam Azra, Pendidikan Islam, 53-74. dengan segala keilmuan lainnya.118 Multi krisis yang melanda bangsa ini membuat para pakar pendidikan kembali menoleh pada pesantren sebagai solusi pemberdayaan pendidikan berkebangsaan dan berkepribadian Islami yang akan membawa nuansa sejuk berbasis hati nurani dalam menyediakan sumber daya manusia untuk mengentaskan krisi tersebut.119 Dalam merespon harapan tersebut pesantre telah melakukan pembaharua disemua sektornya, termasuk dalam bidang kajian, penyediaan tenaga edukatif, model pembelajaran, sistem evaluasi dan sebagainya. Dalam hal ini dapat dicontoh pesantren (selain Tebuireng) adalah pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, Pesantren Nurul Jadid probolinggo, Mambaul Ulum Bata-Bata dan Darul Ulum Banyu Anyar di Pamekasan, Al-Amin Prenduan dan An- Nuqoyah Guluk-Guluk di Sumenep, pesantren Gontor di Ponorogo, dan pesantren-pesantren lain yang semuanya melakukan banyak trobosan dalam memberikan kontribusi nyata pada pembangunan bangsa khususnya dalam menyiapkan sumber daya manusia yang professional dan berakhlaqul karimah.120 118 Syarif Hidayatullah, "Rekonstruksi Pemikiran Islam: Alternatif Wacana Baru" dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren ed. Marzuki Wahid. et. al. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1990), 36. 119 Sebaiknya baca: M. fajrul Falaakh, "Pesantren dan Proses Sosial- Politik Demokratis" dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren ed. Marzuki wahid. et. al. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1990), 166. bandingkan dengan Maksum Mochtar, "Transformasi Pendidikan Islam" dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren ed. Marzuki Wahid. et. al. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1990), 193. 120 Berbicara professional setidaknya menurut William seseoarang disebut professional bila memenuhi tiga kreteria: (1) Tindakannya berbasis pengetahuan yang mendalam di bidanya, (2) bias bekerjaSecara gamblang upaya revitalisasi yang dilakukan pesntren dapat dibaca melalui beberapa hal berikut: 1. Upaya pengembngan kurikulum. Kajian-kajian teknologi industri, kelautan, perekonomian masyarakat, perhotelan, pertanian, kesehatan, hokum, budaya dan sebagainya dikembangkan sedemikian rupa untuk membantu masyarakat dalam peningkatan taraf hidupnya. Dalam kasus pesantren di Jawa Timur khususnya Madura, kiranya amat sulit suatu program pemerintah sebagus apaun untuk diterapkan tanpa melibatkan pihak peantren sebagai simbol konsentrasi kekuatan sosial masyarakat. Oleh karena itu dalam kenyataannya pesantren telah membuktikan diri sebagai mitra kerja pemerintah yang akan terus memberikan dukungan dan masukan demi kemajuan bangsa dan negara. 2. Upaya pengembangan pola manajemen pesantren. Berbeda dengan pengelolaan pesantren zaman terdahulu dimana kiai atau pengasuh mengambil kebijakan dan mempunyai otoritas penuh pada pengelolaan pesantrennya, pesantren zaman sekarang telah melakukan keterbukaan manajemen. Pengelolaan pesantren tidak disentralilsasikan di pihka pengasuh lagi. Akan tetapi sebagian pesantren besar telah mendistribusikan beberpa kewenangan pengasuh pada level pengurus dan majlis pengasuh. Dalam hal ini dapat dicontohkan seperti pesantren Nurul Jadid Probolinggo yang telah membentuk majelis pengasuh, Pesantren Sidogiri dengan Majlis Keluarga (pengasuh), Mambaul Ulum Bata-Bata dengan Dewan Pengasuh, Miftahul Ulum secara baik dan beradaptasi dengan lingkungannya, (3) mendapat kepercayaan dari masyarakat. Selengkapnya baca: William S. Bennet Jr dan Merl C. Hokemstad, “Full Time People Work and Conception Of The Profesional” dalam Curriculum Innovation, ed. Alan Haris (London: The Open University, 1975), 253. Bette Pamekasan dengan majelis Pimpinan pesantren, An-Nuqoyah Guluk-Guluk Sumenep dengan Dewan Pengasuh, dan Al- Amin Prenduan Sumenep degan Majelis Kiai. Semua majelis dan dewan-dewan pengasuh tersebut senanatiasa membuat forum komnikasi baik terjadwal atau sesuai keperluan untuk merumuskan kebijakan dan arah pengemabngan pesantren. Permusayaratan yang dilakukan di tingkat pengasuh merupakan forum tertinggi dan mengikat pada seluruh stakeholders pesantren. Dengan demikian kebijakan pesantren tidak lahir hanya dari hasil pemikiran pengasuh utama atau pusat. Keterbukaan manajemen ini juga berimplikasi pada pendistribusian tugas-tugas dan wewenang yang sifatnya tekhnis kepada pimpinan- pimpinan unit kerja yang ada di bawah pesantren seperti kepala sekola (madrasah) pimpinan lembaga, kepala kopersai, laboratorium, dan sebagainya. Dengan pendistribusian tugas dan wewenang tersebut seluruh pimpinan di setiap lembaga memiliki rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang sama sehingga pada giliranya akan berfikir untuk mencurahkan tenaga dan produktifitas kerja demi kemajuan pesantren secar anu umum. Demikain pula upaya peningakatan mutu layanan bias dievaluasi dalam forum komunikasi tersebut.121 3. Upaya peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia. Pengasuh pesantren saat ini menyadari betul akan pentingnya peningkatan kapasiatas sumber daya manusia. Untuk hal ini para pengasuh mulai berfikir untuk menyiapkan generasi penerusnya (putra atau calon penngganti pengasuh) dengan membekalai pendidikan 121 Mulyasa mengatakan bahwa pendistribusian wewenang dan tanggung jawab menjadi sayarat mutlak terwujudnyan kinerja staf dan karyawan di sebuah lembaga pendidiikan. Selengkapnya baca Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: Rosdakarya, 2006), 107-111) setinggi-tingginya dan mengadaptasikan dengan perkembangan dan kebut han zaman. Pada pesantren terdahulu sebagian besar pengasuh memilih pendidikan untuk putranya hanya berkisar di pesantren-pesantren yang lebih besar atau kalau tidak tempat semula ia menyantri atau paling jauh belajar ke timur tengah dimana mereka hanya mengkaji hazanah-hazanah kitab klasik, maka pesantren zaman sekarang telah banyak yang menyekolahkan putra-putra pengasuhnya pada lembaga-lambaga pendidikan modern dan terstruktur. Tidak jarang kita jumpai pemikir-pemikir besar bangsa ini yang lahir tumbuh besar di pesantren dan mengembangkan diri menjadi pemikir nasional bahkan internasioan di samping mereka juga eksis sebagai pengasuh pesantren. Dalam hal ini dapat dicontohkan seperti KH Abd. Wahid Zaini122 (Alm) Nurul Jadid, KH. Abdurrahman Wahid123 atau Gusdur (Alm), KH. Hasyim Muzadi,124 KH Said Aqil Siraj125, atau kalau di Madura ada KH Tijani Jauhari (Alm) dan KH Idris Jauhari (Alm)126, Prof 122 Pengasuh ketiga PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Semasa hidup beliau di samping tetap mengasuh pesantrennnya juga pernah menjadi DPR RI dan salah satu PBNU. 123 Di samping pernah menjabat ketua PBNU 3 periode, beliau adalah pprisiden ke-4 RI. kar ya dan pemikiannya tidak hanya diakui di dalam negeri akan tetapi senantiasa menjadi pembicara itama di berbagai forum ilmiah internasioanal. Berbagai tulisan dan penelitian tentang pemikiran Gudur banyak kita jumpai justru seteah beliau wafat. Seperti Husein Muhammad, Sang Zahid: Mengarungi Sufisme Gus Dur (Yogyakarta: LKis, 2012) 124 Mantan ketua PBNU yang saat ini menjabat salah satu prisiden perdamain Dunia 125 Di samping akademisi, ketua umum PBNU saat ini, beliau juga pengasuh pesantren di Cirebon 126 Kedua beliau adalah pengasuh PP Al-Amin Sumenep yang banyak memberikan trobosan pemikiran pendidikan sehingga TMI Al-Amin mendapat syahadah mu’adalah (penyetaraan ) oleh Departemen Agama RI Dr. KH. Abd. A’la Basyir, MA127. dan sebagainya yang jumlahnya tidak hanya puluhan tetapi ratusan atau mungkin ribuan128. Mereka disamping tetap eksis sebagai pengasuh pesantren juga mengabdikan dirinya di berbagai kegiatan Nasioanl yang semuanya berorientasi pada pembangunan bangsa Indonesia. 4. Upaya perbaikan pola pembelajaran. Pola pembelajaran yang biasanya dilaksanakan dengan model wetonan dan bandungan, saat ini sudah mulai dikembangkan dengan system klasikal dan berbasis kompetensi. Artinya santri atau peserta didik sudah bebas memilih jurusan dan minat kajian yang diinginkan. Tentu saja pesantren telah menyiapkan seperangkat program dan pilihan-pilihan spesifikasi kajian keilmuan yang mungkin akan menjadi alternative pilihan peserta didik. Pesantren dengan menawarkan beragam jabangan kajian keahlian tersebut akan terus diminati oleh sanri dengan tetap tidak melepas cirri khas dan krakteristik kepesantrenan. Upaya 127 Beliau saat ini adalah Rektor sek;aigus Guru Besar IAIN Sunan Ampel Surabya di samping sebagai salah satu pengasuh PP An- Nuqoyah Guluk-Guluk Sumenep. 128 Pada periode sebelum mereka dapat dicontohkan dengan realita bahwa Para mentri-mentri Agama Republik Indonesia mulai periodea pra kemerdekaan sampai saat ini selalu dijabat oleh mereka yang lahir dan berkembang di pesantren serta memiliki akar tradisi kepesantrenan yang kuat. Mereka menjadi mentri Agama sekaligus pimpinan pesantren atau lembaga pendidikan di daerahnya masing- masing seperti: HM Rasjidi, BA, Prof KH. Fathurrahman Kafrawi, KH. Masjkur, KH. Wahid Hasyim, KH. Fakih Usman, KH. Muhammad Ilyas, KH. Muhammad Wahib Wahab, KH. Syaifuddin Zuhri, KH. Mohammad Dachlan, Prof. Dr. A. Mukti Ali, Alamsjah Ratu Perwiranegara, Munawir Sjadali, MA, Dr Tarmizi Taher, dan KH Tolhah Hasan. Disarikan dari Azyumardi Azara dan Saiful Umam (ed), Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial-Politik (tth: INIS, PPIM dan Badan Litbang Departemen Agama RI, 1998) integralisasi inilah yang menjadikan pesntren tetpa survive samai saat ini dan insyaallah untuk selamanya. Penutup Pesantren sebagi institusi pendidikan Islam pertama di Indonesia telah membuktikan diri dalam memberikan kontribusi terbesar pada pembangunan bangsa ini sejak sebelum hingga pasca kemerdekaan bangsa ini. Keberadaannya yang muncul dan berkembang di tengah masyarakat menjadikan peantren sebagai institusi yang akan tersu survive sepanjang masa. Oleh karena itu pembaharuan senantiasa dibutuhkan untuk dapat beradaptasi degan kebutuhan masyarakat. Kekecewaan masyarakat Indonesia tentang sistem pendidikan yang semakin tidak menemukan "bentuknya" membuat masyarakat semakin menaruh harapan pada pentren untuk dapat menyediakan sumber daya manusia yang handal untuk menjawab kebutuhan pembangunan. Pertanyaannya “Mampukah pesantren yang jumlahnya terus bertambah ini menjawab tanggung jawab dan harapan besar bangsa ini”. Wa Allah A'lam. BIBLIOGRAFI Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos, 2003. Azara, Azyumardi dan Saiful Umam (ed), Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial-Politik. tth: INIS, PPIM dan Badan Litbang Departemen Agama RI, 1998. Becker, Howard S. “The Teacher in The Authority System Of The Public School” dalam Curriculum Innovation, ed. Alan Haris. London: The Open University, 1975. Bennet Jr, William S. dan Merl C. Hokemstad. “Full Time People Work and Conception Of The Profesional” dalam Curriculum Innovation, ed. Alan Haris. London: The Open University, 1975, Berg, CC. "Indonesia" dalam Wither Islam? A survey of Modern Movement in The Moeslem World ed. H.A.R Gibb. London: Routlodge, 1932. Daulay, Haidar Putra. Historisitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia edisi II. Jakarta: Balai Pustaka, 1994. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Tnetang pandangan Hidup Kyai . Jakarta: LP3ES, 1994. Falaakh, M. Fajrul. "Pesantren dan Proses Sosial-Politik Demokratis" dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren ed. Marzuki Wahid. et. al. Bandung: Pustaka Hidayah, 1990. Hidayatullah, Syarif. "Rekonstruksi Pemikiran Islam: Alternatif Wacana Baru" dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren ed. Marzuki Wahid. et. al. Bandung: Pustaka Hidayah, 1990. Hing, Lee Kim. Education and Politic In Indonesia 1945-1965. tt:University of Malaya Press, t.th. Jhon, A. ”From Coastal settlement to islamic School and City: Islamization in Sumatra, The malay Peninsula and Java" dalam Indonesia: The Making of a Culture ed. J. Fox. Canberra: R.S.P.S., A.N.U, 1980. Mars, Cohin J. dan George Willis, Curriculum: Alternative Approaches, Ongoing Issues. New Jersey: Merrill, 1999. Mochtar, Maksum. "Transformasi Pendidikan Islam" dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren ed. Marzuki Wahid. et. al. Bandung: Pustaka Hidayah, 1990. Muhammad, Husein. Sang Zahid: Mengarungi Sufisme Gus Dur. Yogyakarta: LKis, 2012. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosdakarya, 2006 Steenbring, Karel A. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES, !986. Wahid, Abdurrahman. " Pondok Pesantren Masa Depan" dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren ed. Marzuki Wahid. et. al. Bandung: Pustaka Hidayah, 1990. BAB V KITAB KUNING DI PERGURUAN TINGGI KEAGAAMAN ISLAM (Studi Analisis di STAIN Pamekasan Dan STAI Al-Khairat Pameksan) A. Profil STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat 1. STAIN Pamekasan a. Sejarah berdirinya STAIN Pamekasan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan, selanjutnya disebut STAIN, merupakan wujud-nyata dari alih status Fakultas Tarbiyah Pamekasan cabang IAIN Sunan Ampel Surabaya. Fakultas Tarbiyah Pamekasan didirikan pada 20 Juli 1966 Masehi atau 2 Rabiul Akhir 1386 Hijriyah. Peresmian Fakultas Tarbiyah Pamekasan dilakukan oleh Menteri Agama RI, KH. Syaifuddin Zuhri, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 39 Tahun 1966. Pada awal berdiri sampai beberapa tahun lamanya, lokasi kampus masih menumpang di kompleks gedung Pendidikan Guru Agama Negeri/PGAN Pamekasan (sekarang Madrasah Aliyah Negeri/MAN 2 Pamekasan) di jalan KH. Wahid Hasyim 28 Pamekasan. Barulah pada tahun 1977 Fakultas Tarbiyah Pamekasan memiliki gedung sendiri, dibangun di atas tanah seluas 5000 m2 yang berlokasi di Jalan Brawijaya Nomor 5 Pamekasan. Sejak awal berdiri sampai awal tahun 1987, kampus ini hanya menyelenggarakan pro-gram pendidikan Sarjana Muda (Bachelor of Arts/BA) Jurusan Pendidikan Agama Islam/PAI yang kemudian merevitalisasi menjadi program pendidikan dalam jenjang Sar-jana Strata Satu (S1) karena program BA tersebut berakhir. Pada rentang waktu tahun 1966 hingga 1998 kampus ini berhasil mewisuda ratusan sarjana (sarjana muda dan sarjana lengkap). Pada tahun 1997 Presiden RI menerbitkan Keputusan Presiden/KEPPRES Nomor 11 Tahun 1997 tentang Pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri di seluruh Indonesia. KEPPRES itu kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Nomor: E/136/1997 tentang Alih Status dari Fakultas Daerah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri pada 30 Juni 1997. Sejak saat itu, Fakultas Tarbiyah Pamekasan berubah status menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan. Peresmian alih status ini dilakukan di Jakarta pada 21 Maret 1997 Masehi atau 12 Dzulqaidah 1417 Hijriyah. Perubahan status IAIN-cabang/Fakultas-daerah menjadi STAIN berprospek positif, karena berarti STAIN memiliki kewenangan atau otonomi dalam penyelenggaraan dan pengembangan manajemen pendidikan tinggi secara kreatif sesuai kapasitas, potensi, dan kebutuhan nyata. Sejak beralih status, STAIN terus berkembang secara signifikan. Saat ini telah dibuka dua jurusan, yaitu Jurusan Tarbiyah dengan empat Program Studi yaitu: Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Bahasa Arab, Tadris Bahasa Inggris, dan Manajemen Pendidikan Islam, serta Jurusan Syariah dan Ekonomi dengan empat Program Studi yaitu, al-Ahwal al- Syakhshiyyah, Perbankan Syariah, Ekonomi Syari’ah dan Hukum Ekonomi Syari’ah. Sejak awal pendiriannya hingga saat ini, STAIN telah mengalami delapan kali estafeta kepemimpinan, yaitu: 1. Drs. H. Munir S.A, 20 Juli 1966 sampai 1 Maret 1970; 2. Drs. H. Djawahir Syamsuri, 1 Maret 1971 sampai 12 Oktober 1983; 3. Drs. H. Bustami Said, 12 Oktober 1983 sampai 1 November 1991; 4. Drs. H. Dimjati, 1 November 1991 sampai 21 Agustus 1998; 5. Drs. H. Moh. Zaini, 21 Agustus 1998 sampai 24 Juli 2000; 6. Drs. H. Bustami Said, 24 Juli 2000 sampai 11 Agustus 2004; 7. Dra. Hj. Mariatul Q.H.A.R., M.Ag, 10 Agustus 2004 sampai 8 Agustus 2008; 8. Dr. Idri, M.Ag, 8 Agustus 2008 sampai dengan 16 Oktober 2012; 9. Dr. H. Taufiqurrahman, M.Pd, 16 Oktober 2012 sampai dengan 16 Oktober 2016; 10.Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag, 16 Oktober 2016 sampai sekarang. b. Visi, Misi, Tujuan STAIN Pamekasan VISI : Membangun dan memberdayakan ilmu-ilmu agama Islam dengan mengintegrasikan dan menginternalisasikan ketangguhan karakter moral. kesalehan nurani/spritual dan ketajaman nalar emosional untuk mewujudkan masyarakat madani MISI : Menyelenggarakan Tri Darma Perguruan Tinggi yang Islami dan berkualitas guna mewujudkan insan akademis yang cakap dan saleh. berakhlak mulia. dengan menumbuh kembangkan etos ilmu. etos kerja dan etos pengabdian yang tinggi. serta berpartisipasi aktif dalam memberdayakan segenap potensi masyarakat. TUJUAN : Rumusan tujuan STAIN Pamekasan sebagaimana tercantum pada Statuta STAIN Pamekasan No. 102 tahun 2008 adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan peserta didik yang memiliki karakteristik keagungan akhlak yang mulia. kearifan spriritual. keluasan ilmu. kebebasan intelektual dan profesional; 2. Melakukan penelitian dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman; dan 3. Menyebarluaskan ilmu-ilmu keislaman dan ilmu lainnya serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional 2. STAI Al-Khairat Secara singkat profil STAI Al-Khairat dapa dijabarkan melalu rubric berikut ini:129 Nama Perguruan Tinggi : STAI AL – KHAIRAT PAMEKASAN Alamat : Jalan Raya Palengaan (Palduding) No. 02 Pamekasan No. Telepon : (0324) 323810 - 3515042 No. Faksimili : (0324) 3515042 Homepage dan E-Mail : www.alkhairat.ac.id - alkhairatpmk@gmail.com Nomor dan Tanggal SK Pendirian Institusi : Nomor 38 Tahun 1992 tanggal 21 Januari 1992 Pejabat yang Menerbitkan SK : Menteri Agama Program studi yang dikelola: 1. Program Studi Pendidikan Agama Islam 2. Program Studi Manajemen Pendidikan Islam 3. Program Studi Pendidikan Bahasa Arab 4. Program Studi Pendidikan Guru MI 5. Program Studi Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam 6. Program Studi Al-Qur’an dan Tafsir 7. Program Studi Ekonomi Syariah 8. Program Studi Perbankan Syariah 129 Dokumen Pedoman Penyelenggaraan Akademik STAI Al-Kahirat Tahun 2015. B. Gambaran Penggunaan Kitab Kuning Sebagai Referensi Dan Dampaknya Terhadap Efektifitas Kajian Keislaman (Islamic Studies) di STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat Pamekasan Peneliti melihat STAIN Pamekasan yang merupakan perguruan tinggi keislaman hampir tidak ditemukan mahasiswa yang menggunakan kitab kuning sebagai sumber referensi kajian mereka. Walaupun ada beberapa program studi (prodi) yang masih menggunakan rujukan materi kuliah dari kitab kuning, seperti prodi Pendidikan Bahasa Arab (PBA), Ilmu Quran Dan Tafsir (IQT), di mana materi yang dipelajari gunakan memang mutlak menjadikan kitab kuning sebagai referensinya, namun jumlah penggunanya tidak banyak.130 Meskipun demikian hal ini masih lebih baik dibandingkan dengan prodi-prodi lain yang memang referensinya menggunakan buku-buku umum. Pada prodi umum tersebut hampir tidak pernah peneliti jumpai masahsiswa yang menggunakan koitab kuning sebagai rujukan dalam pembelajaran maupun dalam penyelesaian tugas perkuliahan lainnya.131 Sebenarnya perkuliahan pada semester-semester awal yakni semester 1 dan 2 di STAIN Pamekasan, pemetaan mata kuliah masih berkisar pada Mata Kuliah Dasar (MKD). Komposisi kelompok mata kuliah ini sebagian besar adalah mata kuliah keislaman, akan tetapi dalam pengamatan peneliti, sedikit sekali mahasiswa yang menggunakan kitab kuning sebagai referensi.132 Hal ini berbeda dengan pembelajaran di STAI Al-Kahirat di mana rata-rata mahasiswa 130 Obserevasi tanggal 14, 15 dan 16 Maret 2018 di Kampus STAIN Pamekasan. 131 Observasi tanggal 17 Maret 2018 di Jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam STAIN Pamekasan 132 Observasi tanggal 17, 18 dan 19 Maret 2018 di Prodi Manajemen Pendidikan Islam jurusan Tarbiyah, Prodi Perbangkan Syariah jurus EBIS dan prodi Komunikasi dan Penyiaran Isllam jurusan Syariah STAIN Pamekaan. baru sudah terlihat menggunakan kitab kuning sebagai rujukan diskusi-diskusi mereka.133 Hasil observasi peneiti sebagaimana di atas diperkuat dengan hasil wawancara peneliti dengan beberapa mahasiswa dari berbagai jurusan di STAIN Pamekasan, yang mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak menggunakan kitab kuning sebagai referensi ketika masih semester 1 dan 2 dengan berbagai macam alasan yang diungkapkannya. Peneliti menemukan jawaban dari hampir semua mahasiswa yang diwawancarai, bahwa penggunaan kitab kuning sebagai sumber referensi merupakan sesuatu yang urgen. Lukmanul Hakim sallah satau mahasiswa prodi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengatakan: “Menurut saya, kitab kuning penting sekali dijadikan referensi saat ini, mengingat semakin merosotnya pendidikan keislaman yang memang bersumber langsung dari salafussholih. Rata-rata buku referensi studi keislaman yang dipelajari saat ini merupakan hasil interpretasi dari kitab kuning bahkan sampai pada kitab terjemahan banyak ditemukan ada interpretasi dari penerjemah itu sendiri. Ini menjadi bukti nyata bahwa referensi kitab kuning yang kita terima saat ini tidak murni dari ulama-ulama terdahulu, ameskipun ini tidak menjadi alasan kita menolak pendapat-pendapat para ulama kontemporer.”134 Selanjutnya gambaran penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian studi kislaman, misalanya bias dilihat dari beberapa hasil wawancara berikut: 133 Observasi tanggal 23 Maret 2018 di STAI Al-Khairat. 134 Wawancara dengan Lukmanul Hakim, mahasiswa semester 6 prodi Tadris IPS STAIN Pamekasan pada tanggal 23 Maret 2018. Imam Basofi mahasiswa MPI semester 8 ketika diwawancarai terkait adakah urgensi penggunaan kitab kuning sebagai sumber referensi studi di STAIN pamekasan. Ia mengatakan: “Urgensi atau pentingnya penggunaan kitab kuning sebagai sumber referensi studi keislaman sangat jelas ada, agar referensi dari studi keislaman itu jelas dan linier karena dewasa ini referensi keislaman distain pamekasan hanya menggunakan kitab yang berasal dari kitab terjemahan tidak murni dari kitab kuning itu sendiri, kitab yang kita gunakan saat ini banyak hasil dari interpretasi dari berbagai tokoh sehingga pemahaman yang kita terima itu bukan hasil dari salafussholih asli akan tetapi melalui interpretasi tokoh yang lain. jadi sangat bagus sekali jika kita terapkan kitab kuning sebagai sumber referensi studi keislaman distain pamekasan.”135 Hal senada juga disampaikan Arifin, mahasiswa Ilmu Al Qur’an dan tafsir (IQT) semester 6 STAIN Pamekasan dalam wawancara berikut: “urgensi kitab kuning sebagai referensi kitab kuning dalamkajian studi keislaman tentu ada, bagi saya kitab kuning sebagai referensi utama bagi kajian keislaman karena untuk memahmi hukum, memahami isi Al-Quran perlu adanya pemahaman-pemahaman yang lain dan ini terdapat dalam kitab kuning”136 Selain dengan Arifin, peneliti dalam hal ini juga melakukan wawancara dengan mahasiswi IQT angkatan ke-2, saat ini masih semester 4, yaitu Zulfa. Ia mengatakan: 135 Wawancara dengan Imam Basofi mahasiswa MPI STAIN Pamekasan 16 Maret 2018. 136 Arifin, mahasiswa IQT semester 6 STAIN Pamekasan wawancara langsung (16 Maret 2018) “Sangat penting penggunaan kitab kuning sebagai referensi dalam studi keislaman ini. Akan tetapi dewasa ini penggunaan kitab kuning sudah jarang digunakan oleh kebanyakan mahasiswa, bahkan menurut sya termasuk mahasiswa STAI Al-Khairat, apalagi STAIN Pamekasan sudah sangat jarang menggunakan referensi kitab kuning.” Hal senada juga disampaikan oleh Ulfatul Muslimah mahasiswa PBA semester 4 yang menyatakan: “penggunaan kitab kuning seharusnya memang perlu ada sebagai acuan sumber referensi terlebih untuk kajian keislaman, dan sesempit yang saya lihat di STAIN Pamekasan belum menggunakan itu kecuali di prodi PBA itupun pada mata kuliah tertentu yang memang mengharuskan referensi bersumber dari kitab, tetapi itu tidak semua”137 Peneliti beranggapan bahwa hal Ini menunjukkan adanya pergeseran dalam hal pembelajaran di Perguruan Tinggi Keiagamaan Islam. Sebgai sampel, minat mahasiswa STAIN Pamekasan sendiri terhadap kitab kuning yang terus menurun, sehingga penting adanya upaya agar kitab kuning masih tetap eksis dan lestari untuk tetap digunakan di kalangan sarjana muslim itu sendiri. Sebenarnya, sebagian besar informan yang diwawancarai meyakini urgensi kitab kuning dalam kajian keislaman. Misalnya gambaran dalam petikan wawncara beikut: “urgensi kitab kuning sebagai referensi dalam kajian studi keislaman tentu ya, bagi saya kitab kuning adalah referensi utama bagi kajian keislaman sebagai rujukan untuk 137Ulfatul Muslimah, mahasiswa PBA/4 STAIN Pamekasan wawancara (31 Maret 2018) memahami hukum, memahami isi Al-Quran dan ssumber lainnya, yang terdapat terdapat dalam kitab kuning”138 Argumetasi ini dikuatkan oleh argumentasi Aziel selaku mahasiswa MPI semester 8 ketika ditanya tantang urgensi penggunaan kitab kuning. Ia mengatakan: “ya, malah sangat urgen karena sebagai institusi yang mengatasnamakan islam seharusnya kitab kuning menjadi landasan dari setiap karya ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa, bahkan dalam manajemen itu ada, misalnnya di MPI konsep-konsep kepemimpinan itu ada dalam kitab Mawardi jadi mahasiswa dengan label islam jika tidak memahami konsep-konsep kepeminan dalam islam ini sangat fatal. Bahkan banyak sekali mahasiswa STAIN Pamekasan, baik yang alumni pesantren dan yang bukan alumni pesantren, semestinya akrab denhan kitab kuning. Anggaplah karena selain menambah wawasan di dalam memahami kitab kuning itu sendiri, juga agar mahasiswa lebih giat lagi dalam memahaminya, apalagi di prodi IQT semua mata kuliah mau tidak mau sudah jelas rujukan kepada kitab kuning atau kitab klasik”.139 Selain data tersebut, wawancara juga dilakukan kepada mahasiswa AHS baik angkatan 2015 maupun 2016, wawancara juga dilakukan kepada mahasiswa HES dan KPI yang sama ada di bawah jurusan Syari’ah. Dari wawancara yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa kitab kuning 138 Arifin, mahasiswa IQT semester 6 STAIN Pamekasan wawancara langsung (16 Maret 2018) 139 Ziyadatul Ifdhal (Aziel), mahasiswa MPI semester 8 yang diwawancarai secara bersamaan dengan Nafilah Zulfa, mahasiswa IQT semester 4 STAIN Pamekasan wawancara langsJung (16 Maret 2018). sebagai referensi memang dibutuhkan, dan memang penting dalam kajian studi keislaman. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa pendapat mahasiswa diantaranya adalah sebagai berikut: “Bagi aku, kitab kuning sangat penting di prodiku, karena aku mengkaji hukum perdata, untuk mencari sebuah hukum itu sulit kalau tidak menggunakan kitab kuning”140 “Kitab kuning sangat penting bagi prodi AHS dan bagi saya pribadi karena kitab kuning memang makanan sehari-hari anak AHS dalam setiap mata kuliah yang ada, apalagi syarat menjadi hakim karena prodi AHS ini mengkaji hukum perdata, otomatis harus menggunakan kitab kuning”.141 “penting, bagi saya kitab kuning sebagai referensi utama bagi kajian keislaman karena untuk memahmi hukum, memahami isi Al-Quran perlu adanya pemahaman-pemahaman yang lain dan ini terdapat dalam kitab kuning”.142 Dari ketiga mahasiswa AHS dengan tiga angkatan yang berbeda tersebut, menunjukkan bahwa bagi mahasiswa prodi AHS kitab kuning memang sangat diperlukan dalam kajian studi keislaman, Hal ini karena di prodi AHS mengkaji hukum Islam yang sangat erat kaitannya dengan kitab kuning. Peneliti juga mewawancarai 4 mahasiswa jurusan Ekonomi Dan Bisnis Islam. Ada beberapa jawaban dari mereka tentang urgensi penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman. Sebagian mengatakan bahwa penggunaan 140 Zainal, mahasiswa AHS semester 6 STAIN Pamekasan wawancara langsung ( 15 Maret 2018) 141 Yasta, mahasiswa AHS semester 4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (15 Maret 2018). 142 Uswatun Hasanah, mahasiswi AHS semester 2 STAIN Pamekasan wawancara langsung (15 Maret 2018). kitab kuning di kalangan mahasiswa semakin menipis. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya mekanisme perkuliahan yang mengharuskan mahasiswa untuk menggunakan kitab kuning, tertama dalam penugasan penyususnan karya ilmiah yang dibeikan dosen. Menurut mereka hampir tidak ada dosen yang menyuruh merujuk pada kitab kuning sebagaia referensi. Ini dapat dicontohkan seperti jawaban Siti Nabila: “saya tidak pernah disuruh menggunakan kitab kuning, namun saya berusaha untuk mengikutsertakan kitab kuning sebagai referensi studi keislaman.”143 Ulfa, informan lain mengatakan bahwa “penggunaan kitab kuning sebagai referensi studi keislaman memang sangatlah penting. Hal ini karena isi yang terkandung didalam kitab kuning sangat cocok dan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari” namun saya tidak pernah menggunakannya.144 Demikian pula Cahayu mengatakan bahwa “Penggunaan kitab kuning sebagai referensi studi keislaman sebenarnya sangatlah urgen. Namun pihak pengajarpun tidak mengharuskan mahasiswanya untuk menggunakan kitab kuning sebagai referensi.”145 Begitu pula jawabana Rizki: “Penggunaan kitab kuning sebagai referensi studi keislaman adalah mutlak dibutuhkan. Akan tetapi, hal ini terkendala oleh minimnya pemahaman mengenai kitab kuning itu sendiri. Karena seperti yang telah diketahui secara umum, kitab kuning tersebut tidak 143 Siti Nabilah, mahasiswa Ekonomi Syariah (ES) semester 4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (21 Maret 2018) 144 Ulfatur Rohmah, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (22 Maret 2018) 145Cahayu Diningrat, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (22 Maret 2018) memiliki harokat. Sehingga para pembaca harus mengantongi skillnya terlebih dahulu.146 Intensitas penggunaan kitab kuning sebagai eferensi kajian keislaman, sebenaranya berbanding lurus (linier) dengan kemampuan civitas akademika STAIN Pamekasan dalam memahami kandungan kitab kuning. Seperti yang diungkapkan dalam wawancara berikut: “Jika kitab kuning dibandingkan dengan referensi lain, maka perbandingannya cukup signifikan. Hal ini dikarenakan orang yang cenderung tidak paham cara penggunaan kitab kuning akan memilih referensi lain sebagai rujukan. Hal ini juga dikukung oleh ketersediaan referensi lain yang menunjang dalam kajian keislaman di sini”.147 Menurut informan dosen, daya nalar akademik mahasiswa yang memiliki kemampuan memahami kitab kuning dengan yang tidak memahami, memiliki derajat perbedaan yang tinggi. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Abd. Jalil, M.HI kaprodi AHS STAIN Pamekaan: “Tentu berbeda kemampuan mahasiswa yang bisa memahami kitab kuning dengan yang tidak, karena keduanya memiliki nalar yang berbeda”148 Demikian pula jawaban Bapak Subhan Zamzmi, dosen IQT STAIN Pamekasan: “Tentu ada (perbedaan), tapi ada juga kasus yangs saya temui di prodi IQT semester 4 di sana ada 2 146 Rizky Amelia Z.A, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (22 maret 2018) 147 Rizky Amelia Z.A, mahasiswa ES/4 STAIN Pemekasan wawancara langsung (22 maret 2018) 148 Jalil, kaprodi AHS STAIN Pamekasan wawancara lewat whatsapp (20 Maret 2018) mahasiswi bukan alumni pesantren namun mereka memahami kitab kuning dibandingkan dengan yang lain, karena mereka memiliki semangat belajar yang tinggi, berbeda dengan mereka yang alumni pondok akan tetapi tidak meningkatkan belajarrnya. Kembali lagi kepada kemauan mahasiswanya”.149 Selain itu, peneliti menemuka adanya linieritas antara kemampuan mahasiswa memahami kitab kunig dengan tingginya penggunaan kitab kuning sebagai referensi studi keislaman mereka. Ini dibuktikan dengan beberapa wawamcara pada mahasiswa seperti diantaranya Ahmad Husnan yang mengatakan: “jelas ada. Karena seperti yang saya katakan tadi bahwa banyak mahasiswa STAIN Pamekasan ini yang alumni pesantren namun tidak semuanya paham dan bisa membaca kitab kuning. Sedangkan dosennya juga banyak yang alumni pesantren terlebih mereka yang mengampu studi keislaman seperti Ulumul Quran, Ulumul Hadits dan studi keislaman lainnya. Tentu apa yang mereka sampaikan banyak bersumber dari kitab klasik. Apalagi dosen STAIN yang mengampu studi keislaman banyak yang alumni Timur Tengah, justru semakin tepat jika menerapkan kitab kuning sebagai sumber referensi”150. Pendapat ini juga didukung oleh pendapat Imam Basofi yang mengatakan: “untuk lineiritas pemahaman dan penggunaan kitab oleh civitas akademika di STAIN Pamekasan ada cuman tidak banyak tapi bisa dihitung dengan jari, 149 Subhan zamzami, dosen STAIN PAMEKASAN wawancara langsung (19 maret 2018). 150Ahmad Husnan, mahasiswa PBS semester 10 STAIN Pamekasan wawancara langsung (17 Maret 2018) seperti dosen-dosen yang lulusan timur tengah yang tidak diragukan lagi pemahamannya tentang kitab kuning cuman sama dengan referensi banyak yang perlu ditambah dosen-dosen yang memang memiliki kemapuan dibidang kitab kuning”151. Sedangkan Nur Hayati mengungkapkn “bagi saya, sangat erat kaitannya penggunaan kitab kuning sebagai referensi dengan tingkat pemahaman mahasiswa karena kendala mereka bukan tidak mau menggunakan kitab kuning sebagai refrensi, akan tetapi mereka tidak memahami kitab kuning itu sendiri”152 Zainal mahasiswa AHS juga mengatakan demikian. Ia mengatakan bahwa: “mahasiswa AHS sangat heterogen, artinya tidak semua mahasiswanya bisa membaca kitab kuning. Otomatis kemampuan pemahaman kitab kuning mereka beragam. syukur-syukur apabila ada mahasiswa alumni pondok, setidaknya ia pernah belajar kitab kuning. Dengan kebutuhan yang memang sangat bagi mahasiswa AHS dalam menentukan hukum, mereka harus tau bagaimana memahami kitab kuning, karena di sini kita belajar hukum perdata, bukan pidana. Berkenaan dengan itu tentu ada linieritas antar keduanya, selama ini mahasiswa kita memiliki kendala dalam memahami kitab kuning, sehingga ini yang membuat mereka enggan menggunakan kitab kuning sebagai referensi. Namun apabila mereka mampu memahami kitab kuning maka, mereka juga akan senantiasa 151Imam Basofi, mahasiswa MPI semester 8 STAIN Pamekasan wawancara langsung (20 maret 2018) 152Nur Hayati, mahasiswi HES semester 8 STAIN Pamekasan wawancara langsung (24 Maret 2018). menggunakan kitab kuning sebagai referensi, dengan artian semakin banyak mahasiswa AHS yang mampu memahami kitab kuning maka akan semakin banyak pula penggunaan kitab kuning sebagai rujukan dalam studi keislaman”153 Jawaban yang sama juga diberikan oleh Aniq, mahasiswa semester 2 prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Ia mengungkapkan: “Tentu ada linieritas penggunaan kitab kuning sebagai referensi dengan tingkat pemahaman kitab kuning mereka. Karena tidak semua mahasiswa STAIN Pamekasan memahami ataupun bisa membaca kitab kuning. Beda dengan kitab kuning yang ada terjemahannya tentu akan membuat mereka lebih mudah, namun apabila kitab kuning yang tidak ada terjemahannya membuat mereka kesulitan dalam memahami. Sehingga menurut saya banyaknya penggunaan kitab kuning tergantung dengan banyaknya pemahaman mahasiswa dalam membaca kitab kuning, karena tidak semua mahasiswa bisa membaca ataupun memahami isi dari kitab itu”154 Pada kesempatan berbeda, peneliti melakukan pengamatan (observasi) dan wawancara terkait suasana akademik di kalangan mahasiswa STAI Al-Kahirat Pamekasan. Meskipun STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat sama-sama pergutuan tinggi islam, namun nuansa kajian keilmuan keagamaan yang dilakukan oleh mahasiswa STAI Al-Khairat sangat berbeda dibandingkan dengan mahasiswa STAIN Pamekasan. Hal ini karena STAI Al-Khairat berada di bawah 153 Zainal, mahasiswa AHS semester 6 STAIN Pamekasan wawancara langsung (15 Maret 2018). 154Aniq , Mahasiswi KPI semester 2 STAIN Pamekasan (16 Maret 2018) naungan pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-bata Pamekasan. Oleh karena itu mahasiswa di STAI Al-Khairat adalah mayoritas alumni pondok pesantren. Meskipun hal ini bukanlah menjadi tolok ukur utama bagi mahasiswa dalam memahami kitab kuning, namun sistem pendidikan yang ada di pondok pesantren yang terbiasa mengkaji kitab kuning, akan terbawa pada suasana akademis di kampus STAI Al- Kahirat. Mahasiswa di STAI Al-Khairat sudah biasa membaca, dan memahami kitab kuning.155 Hasil pengamatan peneliti, susana pemustaka (mahasiswa pengguna layanan perpustakaan) juga berbeda antara kampus STAIN Pamekasan dengan STAI Al-Khairat. Suasana di perpustakaan STAIN menggambarkan penggunaan kitab kuning relatif sangat sedikit. Tampak mahasiswa lebih suka meminjam dan membaca buku-buku atau referensi berbahasa Indonesia. Demikian pula ketika peneliti mengamati ruang koleksi kitab kuning, maka tampak masih rapi seperti jarang dimasuki dan ditempati. Rak-rak kitab kuning masih rapi tidak seperti rak buku refetensi umum yang tampak berantakan dan lusuh. Meja kursi di ruang kitab kuning masih rapi dan bersih, sementara di koleksi umum tampak berantakan menandakan sering ditempati.156 Sementara pengamatan peneliti tentang tingkat penggunaan kitab kuning di perpustakaan STAI Al- Khairat, mahasiswa terlihat sangat akrab dengan penggunaan kaedah-kaedah, dan teori konseptual yang diambil dari kitab kuning. Mahasiswa yang sedang membuat lingkaran-lingkara dsikusi di luar kelas juga terlihat membawa dan menelaah ktab 155 Observasi di kampus STAI Al-Khairat pada tanggal 31 Maret 2018. 156 Observasidi Perpustakaan STAIN Pamekasan tanggal 28 Maret 2018. kuning. Demikian pula suasana ruang baca di perpustakaannya, Nampak jumlah kitab kuning yang digunakan seimbang atau sama-sama banayak dengan buku referensi berbahasa Indosnesia. Rak-rak koleksi kitab kuning juga menggambarkan sering didatangi, meskiupn sebenarnya jumlahnya jauh lebih kecil disbanding koleksi di perpustakaan STAIN Pamekasan.157 Hasil observasi tersebut juga hasil wawancara yang dilakukan degan bapak Ali Ridho, M. Pd.I, dosen Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan di STAI Al- Khairat. Ia mengatakan: “mahasiswa di sini (Al- Khairat) memang didominasi oleh mahasiswa santri, terlebih dari pesantren Bata-Bata bahkan perbandingannya bisa dibilang 90:10.”158Di samping itu di STAI Al-Khairat para pimpinan kampus banyak yang alumni Timur Tengah, sehingga kebijakan dan pola perkuliahan senantiasa menjadikan kitab kuning sebagai referensi utama. Hal ini sesuai jawaban yang disampaikan oleh katua prodi PBA pada saat peneliti melakukan wawancara kepada beberapa dosen di STAI Al-Khairat: “untuk linieritas kemampuan dosen saya rasa sangat linier ya. Selain dosen di sinii merupakan alumni pesantren banyak diantara mereka yang alumni Timur Tengah. Jadi sangat linier sekali”159 Bagi sivitas akademika STAI Al-Khairat, yang merupakan perguruan tinggi di bawah naungan pesantren, kitab kuning merupakan hal yang biasa dan sejak dulu sudah 157 Observasi di perpustakaan STAI Al-Khairat tanggal 31 Maret 2018. 158Ali Ridho, dosen pengembangan sumber daya manusia pendidikan STAI Al-Khairat, wawancara langsung (31 Maret 2018) 159Ahmad mahfudz, kaprodi PBA STAI Al-Khairat, waawancara langsung (22 maret 2018) sering digunakan oleh mahasiswannya, mengingat mahasiswa Al-Khairat memang didominasi oleh alumni pesantren khususnya pondok pesantren Bata-Bata. Ini sesuai dengan pengakuan alumni STAI Al-Khairat yang kini mengabdi di MA Darul Ulum Banyu Anyar, sebagai ketua prodi bahasa unggulan, yakni ustadz Muhlis. ia mengatakan bahwa sewaktu masih menjadi mahasiswa Al-Khairat ketika ada tugas, mahasiswa lebih sering menggunakan kitab kuning sebagai sumber referensinya: “ketika ada tugas yang berkaitan dengan studi keislaman saya sering menggunakan referensi kitab kuning, karena bagi saya kitab kuning di sini (STAI Ak- Khairat) mudah ditemukan di perpustakaan kampus atau perpustakaan pesantren, sampai pada saat saya melanjutkan S2 di Surabaya saya juga menggunakan referensi kitab kuning sebagai kitab referensi utama”160. Menurutnya kitab kuning lebih mudah didapatkan karena pada saat menempuh S1 dan S2 beliau masih dalam masa pengabdian di pondok pesantren Darul Ulum Banyu Anyar. Hampir seluruh informan yang berasala dari STAI Al- Khairat mengatakan bahwa mereka sudah terbiasa dengan penggunaan kitab kuning sebagai referensi utama karena kitab kuning dipandang sebagai sumber yang otoritatif dalam kajian keislaman. Misalnya jawaban mereka seperti hasil wawacara berikut: Wawancara dengan Fathol Qorib, ia mengatakan: “Kitab kuning sangat penting untuk dijadikan refernsi kajian 160Moh Muhlis, alumni STAI Al-Khairat 2013 wawancara langsung (17 maret 2018) studi keislaman, karena semua ajaran-ajaran islam tertuang penuh dalam kitab kuning tersebut.”161 Wawancara dengan Mukhidin, mahasiswa PAI semester 8, ia mengatakan: “tentu sangat urgensi kitab kuning sebagai kajian studi keislaman, hal ini karena STAI Al- Khairat ini basisnya kampus Islam yang ada di bawah naungan pondok, tentu kajian yang ada mengambil dari kitab kuning”162 Wawancara dengan Anisa Feby, mahasiswa Perbankan Syariah semester 4, ia mengatakan: “pastinya penting (urgen), karena memang untuk mencari hukum Islam kita kebanyakan mengambil dari sana (kitab kuning), misalkan saya yang ada di prodi perbankan syariah banyak menggunakan kitab kuning”163 Dalam pengamatan peneliti, penggunaan kitab kuning di kalangan mahasiswa STAI Al-Khairat tidak saja pada saat penulisan tugas ilmiah mereka, seperti makalah dan skripsi. Akan tetapi menurut mereka, kitab kuning juga digunakan sebagai bahan rujukan dalam diskusi keseharian mereka. Artinya tidak saja mahasiswa yang bertugas presntasi karya tulis ilmiah saja yang menggunakan kitab kuning, akan tetapi mahsasiswa lain sebagai peserta juga berargumentasi dengan dasar-dasar yang diambi dari kitab kuning.164 Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan Mawardi, mahasiswa STAI Al- Khairat prodi Ekonomi Syariah semester 4. Ia menjelaskan bahwa di sana sudah biasa diterapkan kitab kuning sebagai referensi, tapi bukan untuk 161 Fathol Qorib, Mahasiswa Perbngkan Syaria`ah STAI Al-Khairat Pamekasan, wawancara langsung (22-03-2018 jam 15:30) 162 Mukhidin, mahasiswa PAI semester 8 STAI Al-Khairat Pamekasan, wawancara langsung ( 31 Maret 2018). 163 Anisa Feby, mahasiswa Ekonomi Syariah semester 4 STAI Al- Khairat, wawancara langsung (31 Maret 2018) 164 Observasi di kampus STAI Al-Khairat pada proses perkuliahan tanggal 30 Maret 2018 tugas kuliah, melainkan untuk diskusi saja. Sedangkan untuk tugas kuliah masih belum ada, semuanya menggunakan buku- buku ekonomi biasa: “di sini memang pakek kitab kuning, cuman bukan buat referensi paling kalau diskusi saja, kalau referensi kita pakai buku-buku (ekonomi) biasa.”165Hal senada juga disampaikan oleh Abd. Latief penjaga perpustakaan sekaligus alumni STAI Al- Khairat yang membenarkan bahwa kitab kuning tidak diterapkan di STAI Al-Khairat: “setahu saya sejak saya kuliah di sini (STAI Al-Khairat) kitab kuning memang tidak pernah dipakai, semuanya mengacu pada buku-buku biasa”166 Meskipun demikian, dalam pengamatan peneliti: intensitas pengguanaan kitab kuning sebagai referensi kajian, tidak sama antara mahasiswa yang belajar di prodi dengan spesifikasi kajian keislaman (seperti Ilu Al-Qur’an dan Tafsir. IAT, Ekonomi Syariah/ES dan Pendidikan Bahasa Arab/PBA), dengan prodi keilmuan umum (seperti manajemen Pendidikan Islam, Pendidikan Agama Islam, Ekonomi Syariah dan Perbankan Syari’ah). Untuk prodi yang menggkaji teori umum penggunakan kitab kuning tidak menjadi kewajiban, namun sebatas anjuran.167 Pengamatan tersebut diperkuat dengan wawancara dengan beberapa mahasiswa STAI Al-Khairat. Seperti Ahmad Rofiq, ia mengatakan: “Hanya ada beberapa prodi yang ditekankan dalam pemakaian kitab kuning seperti prodi IAT dan Tafsir. 165Mawardi, mahasiswa ES/4 STAI Al-Khairat, wawancara langsung(31 maret 2018) 166Abdul Latief, penjaga perpustakaan STAI Al-Khairat, wawancara langsung (31 maret 2018) 167 Observasi di kampus STAI Al-Khairat pada tanggal 31 Maret 2018. Untuk prodi lainnya hanya 25% menggunakan kitab kuning. Sekalipun backgrond di sini pondok, kita harus tetap konsissten sebagai lembaga pendidikan. Karena kita berangkat ke sini bukan pondok lagi sudah fokus pada prodi yang digeluti. Menggunaan kitab kuning sebagai referensi sangat berguna sekali sebagai bahan referensi. Apalagi kita sdh menginjak atau menghadapi era digital yang mana mengalami pergeseran yang sangat signifikan. Baik aspek ke syaria’ahan / keislaman maupun sosial. Dan juga kitab kuning ini sangat berguna dijadikan bahan belajar- mengajar di kampus.168 Tuntutan pengguanaan kitab kuning yang diberlakukan pada prodi-prodi keagamaan murni di STAI Al- Khairat tidak selamanya dijalankan dengan spenuh hati oleh mahasiswanya. Hal ini dapat dicontohkan dari hasil wawancara peneliti dengan Maria Ulfa, mahasiswa Ekonomi Syariah STAI Al-Khairat. Ia mengatakan: “penggunaan kitab kuning sebagai referensi itu memang urgen, dan bisa dijadikan referensi dalam pembelajaran di kampus. tapi sekarang sudah terbilang mudah dalam penggunaannya, dikarenakan ada terjemahan yang bisa kita gunakan dalam referensi.169 Meskipun demikia, intensitas penggunaan kita kuning di STAI Al-Khairat relatif lebih merata dibandingkan dengan STAIN Pamekasan. Peneliti melakukan wawancara dengan mahasiswa prodi umum di STAI Al-Khairat, jawaban mereka hamper sama dengan mahasiswa prodi keislaman murni hal ini dicontohkan dalam wawancara berikut: 168 Akhmad Rofiqi, mahasiswa PBS/4 STAI Al-Khoirot wawancara langsung (31 Maret 2018) 169 Maria Ulfa, mahasiswa ES/8 stai al-khoirotwawancara langsung (31 Maret 2018 ) Anisa Feby, mahasiswi Ekonomi Syariah mengatakan: “Bagi saya semakin banyak mahasiswa yang menggunakan kitab kuning menunjukkan bahwa banyaknya mahasiswa yang memahami kitab kuning, apalagi alumni pesantren yang sudah sering mengaji kitab kuning, mudah bagi mereka untuk menggunakan kitab kuning sebagai referensi, berarti ada keseimbangan antara penggunaan kitab kuning sebagai referensi dengan tingkat pemahaman mahasiswa mengenai kitab kuning”170 Meskipun demikian, tidak semua mahasiswa STAI Al- Kahirat mengangap penting penggunaan kitab kuning sebagai referensi. Dalam hal ini peneliti menemukan jawaban dari informan sebagai berikut: “untuk kemampuan mahasiswa dalam aspek penggunaan kitab kuning itu ada. Saya sendiri berangkat dari pesantren tapi saya sendiri tidak terlalu menekankan penggunaaan kitab kuning pada proses belajar yang saya gunakan saat ini. Karna saat ini yang kita tahu memang bukan era nya lagi, bukan bermaksud menghilangkan ciri khas kita sebagai santri. Memang kita tidak selalu dituntut dalam menggunakan kitab kuning itu sendiri, walaupun pengaruh kitab kuning bagi mahasiswa khususnya di Al-Khairat ini memang sangat-sangat penting.171 Selain dengan mahasiswa, peneliti juga melakukan wawancara dengan dosen di lingkungan STAIN Pamekasan dan STAI AL-Khairat Pamekasan. Sama dengan data yang diperoleh dari mahasiswa, hampir seluruh informan dosen 170 Anisa Feby, mahasiswi Ekonomi Syariah semester 4 STAI Al- khairat Pamekasan, wawancara langsung (31 Maret 2018). 171Akhmad Rofiq, mahasiswa PBS/4 STAI AL-Khairat wawancara langsung (31 Maret 2018) mengatakan bahwa sebagai pusat studi keislaman, memang semestinya penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman menjadi pilihan utama. Beikut ini di antara jawaban informan yang berhasil diwawancarai. Subhan Zamzami, dosen STAIN Pamekasan mengatakan: “urgensi kitab kuning bagi kajian studi keislaman tentu ada, karena memang untuk memahami kaedah Al- Quran harus kesana”.172 Demikian pula jawaban Ahmad Fawaid, dosen PAI STAIN Pamekasan: “Berbicara masalah urgensi penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian studi keislaman tentunya sangat urgen, karena keaslian dan ke autentikan sumber dapat dipertanggung jawabkan (artinya sangat asli dan autentik), dan juga kitab kuning mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi pada era sekarang”.173 Hal serupa juga disampaikan oleh Bapak Suwantoro, ia mengatakan: “Sebagai sekolah tinggi yang berbasis islam tentunya kita tidak hanya monoton kepada referensi yang sifatnya referensi umum, akan tetapi penggunaan literasi atau referensi yang sifatnya keislaman juga sangat dibutuhkan (kitab kuning), karena memang sesuai dengan basic-nya, kita adalah perguruan tinggi yang berbasis islam, cuman masalahnya kesiapan dan kemampuan perlu dipertanyakan, baik dari sivitas akdemika ataupun dari mahasiswa itu sendiri. Kendalanya juga, kita PTKIN yang merekrut mahasiswa baru tidak semuanya berasal dari pesantren, bahkan mayoritas non pesantren, yang 172 Subhan Zamzami, dosen STAIN Pamekasan wawancara langsung (19 maret 2018). 173 Ahmad Fawaid, M.Pd.I, Dosen PAI STAIN Pamekasan wawancara langsung (27 Maret 2018 jam 14:45) notabene-nya pemahaman mereka terhadap kitab kuning tidak terlalu tinggi”.174 Bapak Zaglul Fitrian Djalal, juga mengatakan bahwa: “Dalam kajian studi keislaman penggunaan kitab kuning sebagai referensi sangat penting, karena kitab kuning dapat dikatakan sebagai matan (teks asli) yang berisikan pendapat-pendapat ulama terdahulu, kita tahu bahwa pendapat-pendapat para ulama terdahulu sangat kuat, karena mereka mempunyai landasan,baik dari AL-Qur`an ataupun Al-Hadist.”175 Moh Rosyidi mengayakan: “saya kira penerapan kitab kuning sebagai referensi kajian studi keislaman itu penting bahwa kedepannya referensi kuning dalam studi keislaman itu digunakan akan tetapi kesiapan mahasiswa untuk bisa merujuk kesana juga harus kita fikirkan maka mempersiapkan SDM mahasiswanya itu menjadi sangat penting akan tetapi distain pamekasan ini belum menerapkan hal ini berbeda dengan yang lain ketika saya kuliah disurabaya dulu wajib merujuk pada Peneliti pertama”.176 Beberapa jawaban dosen dari STAIN Pamekasan tersebut di atas, sebanding dengan pernyataan dosen Al- Khairat, diantaranya: Drs. Khairul Iksan M.Pd juga memberikan komentar tentang urgensi penggunaan nkitab kunig sebagai referensi kajian keislaman. Beliau mengatakan bahwa: “Kitab kuning 174 Suwantoro, Dosen MPI STAIN Pamekasan wawancara langsung (26 Maret 2018 jam 12:20) 175 Zaglul Fitrian Djalal, , Lc., MA, Dosen PBA STAIN Pamekasan (21 Maret 2018 jam 09:30) 176Moh Rosyidi, dosen Strategi Pengembangan Pembelajaran PAI STAIN Pamekasan wawancara langsung (20 maret 2018) sangat penting sekali untuk dijadikan referensi kajian studi keislaman, karena pendapat-pendapat yang ada dalam kitab kuning sangat kuat sekali, dan seharusnya kitab kuning dijadikan sebagai rujuka utama dalam mengkaji studi keislaman.”177 Dalam kaitannya dengan seberapa banyak mahasiswa menggunakan kitab kuning dan seberapa besar perandingannya dengan penggunan referensi lain dala studi keislaman?. Peneliti menemukan jawaban informan yang berbeda. Namun demikian seakan menguatkan temuan data sebelumnya, perbandingan penggunaan kitab kuning dan referensi lainnya anatara sivitas akademika STAIN Pamekasan dengan STAI Al-Kahairat juga berbeda. Berikiut ini paparan jawaban-jawaban informan yang berhasil diperoleh, Imam Basofi mahasiswa prodi MPI STAIN Pamekasan, dia menjelaskan: “perbandingannya jauh sekali karena memang kemampuan mahasiswa di STAIN Pamekasan terutama saya dalam mengkaji kitab kuning memang sangat rendah, sehingga yang diborong atau yang diburu mahasiswa sebagai referensi studi keislaman adalah buku-buku umum, kitab terjemahan, dan tafsir tematik yang tidak menggunakan kitab kuning, jadi yang menggunakan kitab kuning itu sangat sedikit sekali persentasenya mungkin 1:9 bahkan akidah akhlak, fikih dan mata kuliyah dasar (MKD) lainnya masih menggunakan buku-buku biasa”.178 Hal senada juga disampaikan oleh Baiturrahman yang kini aktif di organisasi pers mahasiswa. Dia menyampaikan 177 Drs. Khairul Iksan M.Pd, Ketua Prodi PGMI di STAI Al-Khairat Pamekasan, wawancara langsung, (22 Maret 2018 jam 14:00) 178Imam basofi, mahasiswa MPI/8 STAIN Pamekasan wawancara langsung (20 maret 2018) “sejauh ini kalau saya pribadi lebih pada buku-buku umum atau terjemahan karena saya memang tidak bisa membaca kitab kuning.”179 Menurut Ziyad, informan lain bahkan sampai penyelesaikan tugas akhir skripsi pun mahasiswa masih banyak yang belum sama sekali menggunakan kitab kuning. Ia menjelaskan: “kebetulan saat ini saya sedang penyusunan skripsi, yang saya kaji adalah konsep kepemimpinan Nabi Muhammad. Dalam penyusunan skripsi saya tidak ada yang menggunakan kitab kuning, semuanya buku-buku terjemahan karena memang saya tidak paham kitab kuning, makanya saya tidak menggunakan kitab kuning sebagai referensi. Andaikan saya paham mungkin saya akan menggunakan kitab kuning sebagai salah satu referensinya.”180 Sementara hasil wawancara dengan informan dari prodi yang memang lebih dekat pada kajian keislaman murni seperti AHS, IQT, PBA, peneliti menemukan data yang berbeda, seperti berikut ini: “Kalau di prodi AHS, saya lebih banyak menggunakan kitab kuning, karena saya harus menemukan hukum terkait dengan sesuatu, selain itu saya sedikit bisa memahami kitab kuning. Dalam hal ini, apabila saya tidak memahami kitab kuning yang tidak ada artinya, 179Ahmad baiturrahman, mahasiswa TIPS/4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (20 maret 2018) 180Ziyadh ifdhal, mahasiswa MPI/8 STAIN Pamekasan wawancara langsung (20 maret 2018) saya menggunakan kitab kuing terjemahan yang akan memudahkan dalam mencari sesuatu”181 “Kalau saya lebih banyak menggunakan kitab kuning sebagai rujukan karena memang untuk memahami Al- Quran menggunakan kitab tersebut. Kalau saya pribadi sedikit bisa membaca kitab kuning, jadi sedikit saya bisa memahami kitab kuning, kalau prodi IQT memang rujukan yang dipakai adalah kitab kuning, baik itu diwajibkan atau tidak saya harus menggunakan rujukan kitab kuning jadi memang rujukan utama bagi prodi IQT bagi saya memang kitab kuning”182 Namun demikian tidak semua mahasiswa prodi kegaamaan murni menggunakan kitab kuning lebih banyak dibandingkan buku umum lainnya. Setidaknya peneliti menemuka beberpa informan AHS, dan ES yang sebaliknya, yakni lebih cenderung menggunakan buku umum dibandingkan kitab kuning, baik karena faktor ketidakpahaman mereka dalam memahami kitab kuning, maupun karena tidak adanya kewajiban dari dosen. Hal ini berdasarkan hasil wawancara diantaranya: “saya sejak masih awal menjadi mahasiswa, belum pernah menggunakan kitab kuning sebagai referensi karena memang tidak bisa membaca kitab kuning, jadi saya lebih banyak menggunakan referensi lain, misalnya buku dsb”183 181 Zainal, mahasiswa AHS semester 6 STAIN Pamekasan wawancara langsung (15 Maret 2018) 182 Arifin, mahasiswa IQT Semester 6,wawancara langsung (16 Maret 2018) 183 Uswatun Hasanah, mahasiswi prodi AHS semester 2 STAIN Pamekasan wawancara langsung (16 Maret 2018) “Dalam perbandingan, saya menggunakan referensi lebih banyak menggunakan referensi lain karena ketidak paham terhadap kitab kuning”184 “Kalau saya sendiri lebih banyak menggunakan referensi lain, kecuali memang ada tuntutan dari dosen yang mengharuskan tugas tersebut menggunakan kitab kuning.”185 “Kalau saya lebih banyak menggunanakan referensi lain karena sulit sekali ketika menggunakan kitab kuning sebagai referensi, lagi pula ketika ada dosen mengharuskan mahasiswanya membuat makalah, bukan saya yang mengerjakan.”186 Informan mahasiswa Ekonomi Syari’ah (ES) mengatakan bahwa penggunaan kitab kuning seimbang atau sebanding dan sama-sama sering digunkan di samping referensi buku-buku biasa. Ia mengatakan: “Jika dibandingkan, penggunaan kitab kuning sebagai referensi jauh lebih baik dari pada menggunakan referensi yang lain. Hal ini dikarenkan dalam kitab kuning, penjelasan yang di dapat jauh lebih detail dan mendalam. Namun demikian, sah- sah saja jika menggunakan referensi lain hanya saja tidak akan sedetail dan sejelas yang didapat jika menggunakan kitab kuning”. 187 Rendahnya tingkat keterpakaian kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman mahasiswa STAIN Pamekasan juga 184Nur Hayati, mahasiswi prodi HES semester 8 STAIN Pamekasan wawancara langsung (24Maret 2018) 185Nafilah Zulfa, mahasiswi prodi AHS semester 2 STAIN Pamekasan wawancara langsung (16 Maret 2018) 186 Yasta, mahasiswi prodi AHS semester 4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (15 Maret 2018) 187Siti Nabilah, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (21 Maret 2018) diakui oleh beberapa dosen yang peneliti wawancarai. Di antaranya adalah sebagai berikut: “Sejauh ini tingkat penggunaan kitab kuning di STAIN Pamekasan masih rendah, kecuali memang ada mata kuliah yang mengharuskan menggunakan kitab kuning sebagai referensi, itupun tidak banyak yang menggunakan kitab kuning sebagai referensi”188 “Sejauh ini tingkat penggunaan kitab kuning sebagai referensi di STAIN Pamekasan masih rendah”189 Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Bapak Zaglul Fitrian Djalal, Lc., MA yaitu: “Tingkat penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian studi keislaman di STAIN Pamekasan dapat dibilang masih rendah, masih sangat membutuhkan peningkatan dan perhatian khusus agar tingkat penggunaannya semakin meningkat. Mahasiswa STAIN Pamekasan masih banyak yang kesulitan dalam memahami kitab kunig, sehingga tingkat penggunaannyapun tidak terlalu tinggi (rendah)”.190 Hal serupa juga disampaikan oleh Bpak Mohammad Hefni, M.Si beliau mengatakan bahwa: “Dari mahasiswa yang sering terlibat diskusi dengan saya, mereka enggan menggunakan referensi kitab kuning, karena sekarang banyak kitab kuning yang diterjemahkan menjadi teks book atau buku teks, sehingga memanjakan mereka tidak usah susah payah membaca kitab kuning atau sering dikenal dengan sebutan (kitab gundul), mereka banyak 188 Subhan zamzami, dosen STAIN PAMEKASAN wawancara langsung (19 maret 2018). 189 Jalil, kaprodi AHS STAIN Pamekasan wawancara lewat whatsapp (20 Maret 2018) 190 Zaglul Fitrian Djalal, Lc., MA, Dosen PBA STAIN Pamekasan wawancara langsung (21 Maret 2018 jam 09:30) berpindah terhadap terjemahan atau tafsiran dari kitab kuning tersebut”.191 Bapak Ahmad Fawaid, M.Pd.I juga mengatakan hal yang sama, yaitu: “Rata-rata, terutama mahasiswa, tingkat awal penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian studi keislaman sangat minim, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu a) secara penugasaan, dosen tidak mengarahkan menggunakan kitab kuning, b) kelemahan mahasiswa dalam memahami kitab kuning, sehingga menyebabkan tingkat penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian studi keislaman sangat minim”.192 Bapak Suwantoro, M.Pd.I juga mengatakan bahwa: “Tingkat penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian studi keislaman di STAIN Pamekasan masih sangat rendah sekali. Kitab kuning hanya digunakan pada mata kuliah-mata kuliah tertentu, itupun masih sangat jarang. Hal ini disebabkan karena lemahnya penguasaan pemahaman terhadap kitab kuning.”193 Data yang berbeda diperoleh dari beberapa informan mahasiswa dari STAI Al-Khairat, bahwa selama ini mereka lebih banyak menggunakan kitab kuning sebagai referensi. Di STAI Al-Khairat sudah biasa menggunakan kitab kuning sebagai referensi, tapi bukan untuk tugas kuliah melainkan untuk diskusi saja. Sedangkan untuk tugas kuliah masih 191 Mohammad Hefni, M.Si, Dosen PGMI STAIN Pamekasan wawancara langsung (20 Maret 2018 jam 11:30) 192 Ahmad Fawaid, M.Pd.I, Dosen PAI STAIN Pamekasan wawancara langsung (27 Maret 2018 jam 14:45) 193 Suwantoro, Dosen MPI STAIN Pamekasan wawancara langsung (26 Maret 2018 jam 12:20) menggunakan buku-buku biasa. Hal ini mereka ungkapkan sebagai berikut: “di sini memang pakai kitab kuning, cuma bukan buat referensi paling kalau diskusi saja, kalau referensi kita pakek buku-buku biasa.”194 “kalau saya dari semester 1 sampai 8 ini lebih banyak menggunakan referensi kitab kuning, apabila diskusi atau kajian-kajian bersama teman-teman dan tentumznya tergantung pada tema yang diangkat, apalagi ketika proses pembelajaran, kalau memang mata kuliah ada hubungannya dengan pembahasan kitab kuning saya menggunakan kitab kuning”195 “kalau di ekonomi, saya lebih banyak menggunakan kitab kuning karena dasar hukum yang diambil dari sana”196 Jawaban mahasiswa STAI Al-Khairat ini semakin diperkuat oleh oleh bapak Ali Ridho selaku dosen pengampu Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan yang mengatakan: “untuk Al-Khairat kami sudah memulai kajian- kajian wajib kitab kuning walaupun itu masih sedikit sekali, kitab kuning yang dikaji di sini adalah kitab adabul ‘alim wa muta’allim karyanya Kiai Haji Hasyim As’ary”.197 Hal ini juga disampaikan oleh kaprodi pendidikan bahasa arab PBA STAI AL-Khairat yang menyatakan bahwa: “di STAI AL-Khairat ini sudah mulai menggunakan kitab kuning sebagai kajian wajib bagi mahasiswa PBA yang dikaji masih terbatas seperti kitab 194Mawardi, mahasiswa ES/4 STAI Al-Khairat, wawancara langsung(31 maret 2018) 195 Mukhidin, mahasiswa PAI semester 8 STAI Al-Khairat Pamekasan, wawancara langsung ( 31 Maret 2018). 196 Anisa Feby, mahasiswi Ekonomi Syariah semester 4 STAI Al- khairat Pamekasan, wawancara langsung (31 Maret 2018). 197Ali Ridho, dosen Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan STAI Al-Khairat, wawancara langsung (31 Maret 2018) adabul ‘alim wa muta’allim karyanya syekh K.H Hasyim As’ari. Untuk PBA kitab kuning sudah menjadi kajian wajib beberapa tahun terakhir ini, kitab yang dikaji adalah adabul ‘alim wamuta’allim.”198 Demikian pula yang disamapaikan Drs. Khairul Iksan M.Pd, ketua prodi PGMI: “Tingkat penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian studi keislaman di STAI Al-Khairat cukup tinggi, karena mayoritas mahasiswa di STAI Al-Khairat adalah alumni Pesantren, yang notabenya mereka sudah terbiasa dalam menggunakan kitab kuning.”199 Bapak Hasyim juga mengatakan:“Tingkat penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian studi keislaman di STAI Al-Khairat cukup tinggi, karena rata-rata mahasiswa banyak yang paham kitab kuning, dan mereka mengaplikasikannya ketika mengkaji studi keislaman”200 C. Upaya yang dilakukan STAIN Pamekasan dan STAI Al- Khairat Pamekasan dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman (islamic studies) Menurut hasil wawancara yang dilakukan penelti, upaya yang ditempuh STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat diantaranya adalah menyiapkan perpustakaan yang refresentatif terkait penyediaan kitab kuning. Dalam hal ini berikut adalah jawaban dari beberapa informan: Wawancara dengan Ahmad Husnan, mahasiswa PBS semester 10 STAIN Pamekasan mengatakan: 198Ahmad Mahfudz, kaprodi PBA STAI Al-Khairat, waawancara langsung (22 maret 2018) 199 Drs. Khairul Iksan M.Pd, Ketua Prodi PGMI di STAI Al-Khairat Pamekasan, wawancara langsung (22 Maret 2018 jam 14:00) 200 Hasyim, Ketua Prodi IAT STAI Al-Khairat Pamekasan, wawancara langsung, (22 Maret2018 jam 13:30) “sebenarnya STAIN Pamekasan sudah menyediakan literatur untuk digunakan sebagai referensi. Akan tetapi jika kita ingin menerapkan kitab kuning sebagai sumber referensi kajian studi keislaman di STAIN Pamekasan, maka harus benar-benar mempersiapkan diri dengan matang. Untuk ketersediaan atau koleksi kitab kuning di STAIN Pamekasan ini cukup memadai namun ada perlu tambahan-tambahan kitab karena di STAIN Pamekasna terutama di lantai tiga hanya fokus pada kitab-kitab hadits dan tafsir dan itu terlalu umum sedangkan untuk ekonomi seperti kitab-kitab fikih muamalah sangat kurang sekali.”201 Demikian pula dalam pengamatan peneliti, perpustakaan STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat sudah menyediakan berbagai referensi untuk menunjang kebutuhan mahasiswa, namun dengan jumlah mahasiswa yang setiap tahun semakin meningkat, maka masih ditemukan beberapa masalah, mulai dari pelayanan yang masih perlu ditingkatkan, hingga koleksi referensi yang masih dikatakan belum ideal jika dibandingkan dengan banyaknya mahasiswa yang ada.202 Peneliti melakukan wawancara dengan Wakil Ketua I (wakil rector I) STAIN Pamekasan, Dr. H. Nor Hasan, M. Ag. Sehubungan dengan masalah upaya yang dilakukan STAIN Pamekaan dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman, beliau mengatakan: 201Ahmad Husnan, mahasiswa PBS/10 STAIN Pamekasan wawancara langsung (17 maret 2018) 202 Obsetvasi di Perpustakaan STAIN Pamekasan tanggal 2 April 2018 dan di STAI Al-Khairat 31 Maret 2018. “ada beberapa upaya yang telah kita lakukan untuk itu. Bagi prodi-prodi yang memang concern pada studi keagaman murni maka upaya dilakukan dengan pengembangan kurikulum. Kita ketahui bahwa kurikulum di STAIN itu ada 4 kelompok: Mata Kuliah Dasar di tingkat institusi 32 SKS; Mata Kuliah Pendukung di tingkat jurusan 12 SKS; Mata Kuliah utama di tingkat prodi 90 sampai 98 SKS, dan ini yang paling banyak, dan terakhir mata kuliah pilihan 4 sampai 6 SKS. Prodi yang kajiannnya adalah murni keagamaan maka pemetaan mata kuliahnya dan silabusnya mengarah pada penggunaan kitab kuning. Sementara prodi yang umum, kitab kuning ditelaah melalui mata kuliah Qiratul Kutub.203 Sementara Dr. Abd. Mu’in, M. Pd. Ketua STAI Al- Khairat mengatakan: sebenarnya tidak upaya khusus yang dilakukan STAI Al-Khairat dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning. Di sini baik dosen, maupun mahasiswa sudah terbiasa dengan rujukan kitab kuning. Memng tidak semuanya, tetapi sebagaian besar mahasiswa adalah alumnioesantren sini (Mambaul Ulum Bata- Bata), jadi kitab kuning bagi mereka justeru lebih mudah dibandingkan buku berbahasa asing lainnya. Semenatara bagi amhasiswa dari luar, mereka akan terbiasa dengan iklim seperti ini, sehingga menjadi tertantang. Memang kami siapkan kajian umum bagi seluruh mahaiswa baik yang dari pesantren ataupun dari luar, sebuah kajian kitab yaitu kitab Adzab al- Alim wa al-mutaallim karya KH Hasyim Asy’ary. Akan 203 Dr. Nor Hasan, M. Ag. Wakil Rektor I, wawancara pada 22 Mei 2018. tetapi semangatnya bukan pembiasaan kitab kuningnya, akan tetapi lebih karena memnag kontennya kita butuhan sebagai khazanah ilmu kependidikan.204 Demikian pula jawaban bapak Ali Ridho, M. Pd.I selaku dosen pengampu Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan: “untuk Al-Khairat kami sudah memulai kajian-kajian wajib kitab kuning walaupun itu masih sedikit sekali, kitab kuning yang dikaji disni adalah kitab adabul ‘alim wa muta’allim karyanya kiai haji Hasyim As’ary.”205 Hal ini juga dibenarkan oleh kaprodi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) STAI AL-Khairat yang menyatakan bahwa di STAI AL-Khairat ini sudah mulai menggunakan kitab kuning sebagai kajian wajib bagi mahasiswa PBA yang dikaji masih terbatas seperti kitab adabul ‘alim wa muta’allim karyanya Syekh K.H Hasyim As’ari: “untuk PBA kitab kuning sudah menjadi kajian wajib beberapa tahun terakhir ini, kitab yang dikaji adabul ‘alim wamuta’allim. Meski demikian masih ada mahasiswa Al- Khairat yang belum memahami kitab kuning, Sehingga perlunya penyesuaian apabila nantinya ada peraturan tentang penggunaan kitab kuning sebagai referensi.”206 Cara lain yang bisa ditempuh adalah dengan memperbanyak kajian-kajian tentang kitab kuning di luar kelas. Kajian tersebut isa meliputil ilmu gramatika (nahw dan sorf) atau langsung terkait pengembangan pemahaman isi dari kitab kuning itu sendiri. Hal ini disampaikan oleh semua mahasiswa dan dosen yang peneliti wawancarai, baik di 204 Dr. Abd. Mu’in, Ketua STAI Al-Khairat, wawancara pada 21 Maret 2018. 205Ali ridho, dosen pengembangan sumber daya manusia pendidikan STAI Al-Khairat, wawancara langsung (31 maret 2018) 206Ahmad mahfudz, kaprodi PBA STAI Al-Khairat, waawancara langsung (22 maret 2018) STAIN Pamekasan atau STAI AL-Khairat. Seperti yang disampaikan oleh Uswatun Hasanah mahasiswa MPI semestrt 4 STAIN Pamekasan, yang menyatakan: “ya kita adakan kajian-kajian diluar jam kuliah sebagai reffleksi hasil pengajaran”.207 diperkuat oleh jawaban Zaini: “Kalau di AHS, dosen mengadakan ngaji kitab kuning, meski aku tidak pernah belajar kitab, setidaknya dari sana aku mendengarkan apa yang disampaikan oleh dosen, tetapi ngaji kitab itu diadakan di luar kuliah, biasanya tiap malam Selasa di masjid STAIN Pamekasan.”208 Dengan adanya kajian-kaijan di luar kelas ini, mahasiswa tidak hanya belajar kepada dosen saja, akan tetapi bisa belajar kepada teman-temannya sendiri. Hal ini seperti yang disampaikan Zaini mahasiswa PBA/4 STAIN Pamekasan: “ya kita bisa belajar kepada teman kita yang lebih tau, jadi tidak harus di kelas dan sama dosen terus gitu.”209 Hal senada juga disampaikan oleh Ahmad mahasiswa MPI/8 STAI AL- Khairat: “menurut saya memperbanyak kajian kitab kuning di luar kampus itu sangat membantu terhadap perkembangan pengetahuan mahasiswa apalagi buat yang mahasiswa yang bukan lulusan pesantren itu bagus sekali”210. Kajian kitab kuning ini bahkan pernah diterapkan di STAIN Pamekasan, hal ini disampaikan oleh salah satu mahasiswa STAIN Pamekasan “Kalau dari saya tidak ada, namun kalau dari STAIN dulu ada kajian kitab kuning kalau tidak salah setiap malam Selasa, dan saya rasa STAIN sudah 207Uswatun hasanah, mahasiswa MPI/4 STAIN Pamekasan, wawancara melalui WhatsApp (31 maret 2018) 208 Zainal, mahasiswi prodi AHS semester 6 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (15Maret 2018) 209Ahmad zaini, mahasiswa PBA/4 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (26 maret 2018) 210Ahmad, mahasiswa MPI/8 stai al khairat (22 maret 2018) memberikan fasilitasnya kepada mahasiswa namun tergantung pada kemauan mahasiswanya.”.211 Sementara di STAI AL-Khairat untuk prodi Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir (IAT) kajian kitab kuning sudah dilaksanakan setiap hari Senin dan Kamis tiap sore. Hal ini disampaikan oleh bapak Ali Ridho dosen STAI AL-Khairat: “ya ada kajian itu. Jadi setiap Senin dan Kamis itu memang untuk semua prodi dipersilahkan mengikuti kajian di laboratorium IAT. Di sana tidak hanya mahasiswa IAT saja melainkan untuk semua mahasiswa Al-Khairat. Kalau gak salah kitab tafsirnya mafatihul gharib”212 Upaya lain yang ditempuh STAI Al-Khairat dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman adalah dengan memberikan akselerasi dan inovasi belajar. Seperti inovasi belajar cepat membaca kitab kuning seperti iktisyaf, amtsilati, nubdatul bayan, dan sebagainya. Selain inovasi metode cepat belajar kitab kuning, diadakan juga kajian metode cepat memahami isi dari kitab kuning yakni kajian kontekstual.213 Hal senada juga disampaikan oleh salah sebagian mahasiswa yang mengatakan: “Salah satu upaya yang dapat saya lakukan dalam memaksimalkan kitab kuning sebagai referensi adalah dengan diadakannya kegiatan kajian-kajian mengenai kitab kuning tersebut.”214 Hal itu akan lebih bagus jika ada kesadaran mahasiswa itu sendiri, seperti ungkapan berikut: 211 Subhan zamzami, dosen STAIN PAMEKASAN, wawancara langsung (19 maret 2018). 212Ali Ridho, dosen Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan STAI Al-Khairat, wawancara langsung (31 Maret 2018) 213 Ali Ridho, dosen Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan STAI Al-Khairat, wawancara langsung (21 April 2018) 214Ulfatur Rohmah, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan, wawancara langsung(22 Maret 2018) “Salah satu upaya yang saya lakukan untuk memaksimalkan penggunaan kitab kuning adalah dengan menerapkannya dalam keseharian saya di sini. Misalkan ketika saya mendapat tugas makalah yang mengkaji tentang studi keislaman, maka saya akan menjadikan kitab kuning sebagai referensi makalah saya. Jika saya merasa kesulitan mengenai tugas studi keislaman, maka saya akan mencari jawabannya di dalam kitab kuning.”215 D. Kendala yang dihadapi STAIN Pamekasan dan STAI Al- Khairat Pamekasan dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman (islamic studies)dan upaya menanggulanginyaSalah satu kendala mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referansi kajian keislaman di STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat adalah faktor sumber daya manusia (SDM) baik dari mahasiswa, maupun dari dosen. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Imam Basofi, mahasiswa MPI STAIN Pamekasan: “kendala yang dihadapi dalam penggunaan kitab kuning ini adalah dari mahasiswa itu sendiri. SDM mahasiswa itu sebagian besar adalah alumni non pesantren atau alumni pesantren yang tidak mendalami kitab kuning, sehingga untuk menerapkan kitab kuning seabgai sumber rreferensi ini sangat sulit sekali. Selain itu proses input mahasiswa di STAIN Pamekasan ini tidak efektif. Banyak mahasiswa yang memperdalam prodi keislaman justru sangat tidak ahli dibidangnya”216 215Siti Nabilah, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (21 Maret 2018) 216Imam Basofi, mahasiswa MPI/8 STAIN Pamekasan wawancara langsung (20 maret 2018) Hal serupa disampaikan oleh Baiturrahman, yang mengatakan “sejauh ini yang menjadi kendala utamanya adalah karena kurangnya minat mahasiswa dalam menggunakan kitab kuning dengan alasan tidak bisa dan tidak paham terhadap kitab kuning itu sendiri”217 Selain faktor SDM, kendala lain yang dihadapi oleh mahasiswa adalah terkait dengan koleksi kitab kuning yang kurang memadai. Seperti yang disampaikan oleh Ahmad Husnan, mahasiswa Perbankan Syari’ah (PBS) semester 10: (kendala) “yang pertama pastinya pemahaman civitas akademika, entah dosen atau mahasiswanya, di mana hal ini akan merembet pada sumber daya manusia itu sendiri. Yang kedua adalah masalah fasilitas yaitu kurangnya bahan pustaka tentang kitab kuning dan terjemahannya. Kedua hal ini yang sering menjadi kendala untuk penerapan kitab kuning sebagai sumber referensi”218 Demikian pula jawaban yang diberikan oleh Uswatun Hasanah, mahasiswa MPI semester 4 yang mengatakan bahwa: “di Pamekasan ini kesulitan pemesanan kitab. Salain itu juga kesulitan toko kitab di Pamekasan biasanya yang jual ya toko-toko pesantren, selain itu juga kurangnya motivasi belajar terhadap kitab kuning”219 Ziyadz Ifdhol juga mahasiswa MPI menyatakan: “kalau penggunaan kitab kuning diterapkan, maka banyak sekali kendalanya, salah satunya adalah 217Ibid 218Ahmad Husnan, mahasiswa PBS/10 STAIN Pamekasan wawancara langsung (17 maret 2018) 219Uswatun Hasanah, mahasiswa MPI/4 STAIN Pamekasan wawancara melalui WhatsApp (31 maret 2018) kemauan mahasiswa karena akan ada banyak gelombang protes dengan kebijakan baru yang ditawarkan atau telah ditetapkan oleh pimpinan. Demo dan segala macamnya, melihat mahasiswa Pamekasan harus diakui memang sangat rendah secara akademis entah karena rendah membaca atau rendah literasi. Yang kedua karena ketidakpahaman mahasiswa terhadap kitab kuning bahkan sebagian dosen saja banyak yang tidak mampu menerapkan nilai-nilai keislaman terhadap peserta didiknya sehingga mereka berfikir bahwa kitab kuning sudah tidak relevan padahal mereka tidak paham dengan isinya.”220 Beberapa informan mengatakan bahwa koleksi kitab kuning yang betul-betul sesuai dengan disiplin keilmuan semua prodi, masih menjadi kendala. Hal ini dituturkan oleh beberapa informan mahasiswa syari’ah diantaranya. Zainal, mahasiswa AHS semester 6 STAIN Pamekassan mengatakan: “perpustakaan STAIN memang sudah memiliki referensi berupa kitab kuning, sehingga kita mudah dalam menemukan kitab kuning sebagai rerensi, namun karena mahaiswa STAIN yang begitu benyak, tentu sangat perlu adanya penambahan kitab untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa.”221 Yasta, nahasiswa lain juga menuturkan: “Koleksi kitab kuning sudah banyak di perpus, namun masalahnya tidak untuk dipinjamkan. Hanya untuk dibaca otomatis di sana akan ada banyak mahasiswa yang mengerjakan tugas dan membawa laptop, dengan banyaknya mahasiswa dan 220 Ziyadh Ifdhal, mahasiswa MPI semester 8 STAIN PamekasanWawancara pada tanggal 20 maret 2018 221 Zainal, mahasiswa AHS semester 6 STAIN Pamekassan, wawancara langsung ( 15 Maret 2018) ruangan di lantai 3 yang terbilang sempit, otomatis perlu pembenahan ruangan lantai 3 untuk menampung banyaknya mahasiswa.”222 Beberapa informan mahasiswa mengatakan bahwa koleksi kitab kuning tidak diperbaharui seperti buku-buku referensi umum lainnya. Koleksinya betul-betul klasik dan tidak mengikuti perkembangan terkini. Ini sesuai dengan jawaban Siti Nabilah, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan, yang mengatakan: “Selain kurangnya kemahairan mahasiswa dalam penggunaan kitab kuning, ketersediaan kitab kuning ini juga semakin langka. Di sini, koleksi kitab kuning hanya sekadar ada, namun tidak terlalu lengkap mahasiswa di sini sangat jarang menggunakan kitab kuning sebagai referensi. Mungkin, itu menjadi alasan pihak perspustakaan tidak menambah koleksi kitab kuning tersebut”.223 Demikian pula jawaban Ulfatur Rohmah yang mengatakan: “Gambaran ketersediaan koleksi kajian keislaman yang berupa kitab kuning di sini, ada namun tidak banyak. Tidak sebanyak koleksi yang ada di pondok- pondok pesantren. Hal ini karena tenaga pengajar di sini tidak selalu merujuk pada kitab kuning, melainkan menggunakan referensi lain seperti buku. Berbeda dengan pondok-pondok pesantren yang dominan 222 Yasta, mahasiswa AHS semester 4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (15 Maret 2018). 223 Siti Nabilah, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (21 Maret 2018) menggunakan kitab kuning sebagai rujukan / referensinya”.224 Bagi mahasiswa pada program studi yang kajiannya fokus pada studi keislaman murni, seperti IQT, AHS, dan PBA, kekurangan koleksi tersebut sangat dirasakan. Mislanya jawaban Ahmad Zaini mahasiswa PBA semester 4 yang menuturkan: “koleksi kitab kuning untuk PBA sangat kurang sekali apalagi sekarang sudah mulai masuk materi-materi khusus yang rata-rata semua referensinya menggunakan Bahasa Arab, seharusnya di perpus itu ditambah koleksi kitab kuningnya, apalagi nanti skripsi ya wajib menggunakan Bahasa Arab dan itu akan kita temukan di kitab kuning bukan buku-buku umum”225 Kurangnya variasi koleksi bahan pustaka berbahasa Arab (kitab kuning) juga iakui oleh pustakawan STAIN Pamekasan, seperti Hairul Agust Cahyono, S.IPI, M.HUM, salah satu pustakawan di Perpustakaan STAIN Pamekasan, mengatakan bahwa: “Koleksi kitab kuning di perpustakaan STAIN Pamekasan masih sangat terbatas, karena memang kami menyediakan koleksi kitab kuning disesuaikan dengan minat dan tingkat penggunaannya. Di STAIN Pamekasan itu sendiri tingkat penggunaan kitab 224 Ulfatur Rohmah, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan wawancara 22 Maret 2018 225Ahmad zaini, mahasiswa PBA/4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (26 maret 2018) kuning sebagai referensi kajian studi keislaman sangat minim sekali”.226 Menurut sebagian informan, kendala keterbatasan koleksi kitab kuning di perpustakaan STAIN Pamekasan, bisa diatasi dengan adanya laboratorium program studi. Setidaknya hal ini dicontohkan oleh program studi Ilmu dan Qur’an (IQT) STAIN Pamekasan yang memiliki koleksi kitab kuning sesuai dengan kebutuhan bidang kajian mahasiswa prodi tersebut. Ha ini digambarkan dalam beberapa wawancara berkut ini: Nafilah Zulfa, mahasiswa IQT semester 4 STAIN Pamekasan mengatakan: “koleksi perpustakaan sejauh ini sudah memenuhi, selain itu sudah tersedia di lab IQT, sehingga kalau kitab kuning saya rasa di STAIN sangat memenuhi, tinggal bagaimana mahasiswa itu mencarinya”.227 Demikian pula jawaban dari beberapa dosen seperti Bapak Subhan Zamzami dosen Tafsir yang mengatakan: “koleksi kitab kuning di STAIN sudah tersedia, ditambah dengan adanya lab IQT, namun sejauh ini tidak banyak mahasiswa yang menggunakannnya sebagai referensi, karena permasalahannya kembali kepada pemahaman mereka mengenai kitab kuning, namun tidak banyak di antara mereka yang tahu mengenai lab IQT, karena kebanyakan mereka berfikir lab tersebut diperuntukkan mahasiswa IQT saja”228 Di samping koleksi kitab kuning yang masih dirasa kurang, kendala utama penggunaan kitab kuning di STAIN Pamekasan adalah tingkat penguasaan mahasiswa dan dosen 226 Hairul Agust Cahyono, S.IPI, M.HUM, Pustakawan di Perpustakaan STAIN Pamekasan wawancara langsung, (31 Maret 2018 jam 09:30) 227 Nafilah Zulfa, mahasiswa IQT semester 4 STAIN Pamekasan wawancara langsung (16 Maret 2018). 228 Subhan Zamzami, dosen STAIN PAMEKASAN wawancara langsung (19 maret 2018). terhadap pemahaman kitab kuning yang relatif rendah. Beberapa dosen yang menjadi informan penelitian ini juga sepakat bahwa tingginya penggunaan kitab kuning sebagai refrensi tergantung kepada tingginya mahasiswa dalam memahami kitab kuning. Dalam hal ini informan dosen mengatakan: “Tentu ada (kendala), karena selama ini kendala saya mengajar mengapa mereka jarang menggunakan kitab kuning ya memang mereka tidak memahami kitab kuning, jadi untuk menggunakan kitab kuning sebagai referensi perlu pemahaman mengenai kitab kuning itu sendiri, kalaupun ada mata kuliah yang mengharuskan mereka untuk menggunakan kitab kuning, mereka masih mencari alternatif lain. Jadi bisa disimpulkan bahwa banyaknya penggunana referensi kitab kuning tergantung dari seberapa banyak mahasiswa yang memahami kitab kuning”.229 “Tentu ada (kendala), karena mahasiswa kita tidak menggunakan kitab sebagai referensi karena mereka tidak bisa memahami kitab kuning itu sendiri, andaikan banyak mahasiswa yang memahami kitab kuning maka mereka akan menggunakan kitab kuning tersebut sebagai referensi, jadi tingkat kemampuan pemahaman kitab kuning akan bergantung pada tingkat penggunaan kitab kuning sebagai referensi”.230 Fenomena rendahnya penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman di STAIN Pamekasan, sebenarnya tidak saja dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan mereka terhadap kitab kuning. Akan tetapi faktor lain yang ditemukan peneliti adalah pola pikir 229 Subhan zamzami, dosen STAIN PAMEKASAN wawancara langsung (19 maret 2018). 230 Abd. Jalil, kaprodi AHS STAIN Pamekasan wawancara lewat whatsapp (20 Maret 2018) pragmatis mahasiswa dalam mencari referensi. Mereka enggan untuk menggunakan kitab kuning karena dianggap merepotkan, ribet dan tidak instan. Hal ini seperti tersirat dalam hasil wawancara berikut: Suwantoro salah satu dosen prodi PAI mengatakan: “Berbicara masalah ada atau tidaknya linieritas antara kemmpuan menguasai kitab kuning dan tingkat pemakaiannya sebagai referensi, maka harus melihat realita yang terjadi terhadap siviitas akademika. Yang mana mahasiswa yang lulusan pesantren yang notabennya mereka paham tentang kitab kuning, mereka masih jarang menggunakan kitab kuning sebagai referensi dalam kajian studi keislaman, apalagi mahasiswa yang bukan lulusan pesantren”231 Salehoddin, salah satu mahasiswa pascasarjana STAIN Pamekasan mengatakan: “Tidak ada linieritas, sebab mahasiswa STAIN Pamekasan rata-rata enggan menggunakan kitab kuning sebagai referensi kajian studi keislaman, meski beberapa diantara mereka ada yang memang benar- benar memahami kitab kuning, akan tetapi mereka tetap enggan menggunakannya. Dengan kata lain mahasiswa yang memahami kitab kuning belum tentu menggunakan kitab kuning sebagai referensi dalam kajian studi keislaman. Hal ini disebabkan karena beberapa hal 1) lebih mudah menggunakan referensi non kitab kuning dalam mengkaji studi keislaman, 2) lebih cepat menyelesaikan tugas dengan menggunakan referensi yang bukan kitab kunig.”232 231 Suwantoro, Dosen prodi PAI STAIN Pamekasan wawancara langsung, (26 Maret 2018 jam 12:20) 232 Salehoddin, Mahasiswa Pasca Sarjana STAIN Pamekasan Semester 2, wawancara langsung, (23 Maret 2018) Berbeda dengan STAIN Pamekasan, STAI Al-Khairat untuk koleksi kitab kuning di perpustakaan memang belum memadai. Dalam pengamatan peneliti, di ruang koleksi khusus kitab kuning, di perpustakaan STAI Al-Khairat hanya ada sekitar 6 rak lemari, dan koleksinya juga kitab-kitab klasik seputar fiqih, tafsir, aqidah dan ilmu-ilmu pokok keislaman lainnya. Tidak banyak ditemukan kitab kuning atau referensi berbahasa Arab yang membahas ilmu-ilmu kependidikan, psikologi, filsafat dan sebagainya.233 Hal ini juga diungkapkan oleh beberapa mahasiswa STAI Al-Khairat seperti wawancara berikut: “untuk koleksi kitab kuning masih kurang memadai, karena perpustakaan yang ada masih minim menyediakan koleksi, ditambah dengan referensi yang lainnya, tentu masih perlu ditambah lagi mengenai koleksi, sejauh ini masih kurang karena perpustakaan hanya menyediakan beberapa saja, kecuali memang dosen menyediakannya”234 “Koleksi yang berupa kitab kuning di sini masih terbatas, hanya ada beberapa kitab kuning di sini, koleksi kitab kuning lebih banyak di pondok saya (pondok pesantren Bata-Bata). Ketika saya tidak menemukanan referensi kitab kuning di kampus, saya mencarinya di pondok pesantren”235 “Untuk ketersediaan koleksi kitab kuning di STAI AL- Khairat ada tapi tidak banyak. Bisa dikatakan persediaan koleksi kitab kuning di sini sangat rendah, 233 Observasi di perpustakaan STAI Al-Khairat 2 April 2018. 234 Mukhidin, mahasiswa PAI semester 8 STAI Al-Khairat Pamekasan, wawancara langsung ( 31 Maret 2018). 235 Erfan Nawawi, Mahasiswa STAI Al-Khairat Pamekasn semester 2, wawancara langsung, (22 Maret 2018 jam 14:30) karena bisa dilihat sendiri kondisi kampus kami masih banyak yang harus dibenahi:.236 Koleksi kitab kuning di perpustakaan al-Khairat menurut saya selaku mahasiswa di sini masih terbilang belum memadai”.237 Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak Abd Latif salah satu staf perpustakaan di STAI Al-Khairat, beliau mengatakan: “Sejauh ini koleksi yang berupa kitab kuning di Perpustakaan STAI Al-Khairat masih sangat terbatas, karena memang keterbatasan anggaran.”238 Kendala dari sisi kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), di STAI Al-Khairat tidak begitu besar. Hal ini dikarenakan sivitas akademikian di sana, baik dosen maupun mahasiswa kebanyakan adalah alumni pesantren yang sudah terbiasa dengan kitab kuning. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh dosen STAI Al-Khairat, bapak Ali Ridho: “kalau di sini, gini kalau diajarkan kitab seperti di pesantren itu jelas bosan. Yang paling enak bagaimana referensi ini hanya sebagai wahana berfikir kontekstual saja, bukan diajarkan membaca lagi karena memang 80% mahasiswa di sini alumni pesantren. maka untuk SDM di STAI AL-Khairat ini sudah memadai, hanya saja mereka belum mampu menguraikan suatu kalimat menjadi pemahaman yang utuh. Cuma untuk menyimpulkan sebuah tatanan kalimat menjadi kalimat yang utuh mereka 236Akhmad Rofiq, mahasiswa PBS/4 STAI Al-Khairat wawancara langsung (31 Maret 2018) 237 Maria Ulfa, mahasiswa ES/8 STAI Al-Khairat wawancara langsung (31 Maret 2018) 238 Abd Latif, Staf Perpustakaan di STAI Al-Khairat Pamekasan, wawancara langsung, (31 Mret 2018) masih kesulitan, ya... karena masih terbawa oleh basic kepesantrenan yang masih bersifat klasikal”239 Namun demikianm beberapa informan mengatakan bahwa rendahnya penggunaan kitab kuning dikarenakan tidak adanya sistem perkuliahan yang menekankan atau mewajibkan penggunaan kitab kuning sebagai referensi dalam setiap kajian. Mahasiswa masih diberi kebebasan. Dan tidak adanya penghargaan atau perlakuan istimewa bagi mahasiswa yang menguasai kitab kuning, menjadi penyebab semakin menurunnya ketertarikan mahasiswa pada kitab kuning. Hal ini setidaknya tercermin dalam wawancara beikut: Mukhidin, mahasiswa STAI Al-Khairat mengatakan: “Menurut saya tidak ada hubungannya antara kemampuan menguasai kitab kuning dengan kecenderungan mahasiswa menggunakannya sebagai referensi. Bisa saja mereka menggunakan kitab kuning karena diwajibkan oleh dosen pengampu, atau sesuai dengan kebutuhan mata kuliah yang dijalani. Ada mereka yang paham tapi tidak menggunakan kitab kuning sebagai referensi, karena tidak diwajibkan oleh dosen atau karena mata kuliahnya tidak ada hubungannya dengan kitab kuning itu sendiri”.240 Demikian pula jawaban yang diperoleh dari dosen. Beberapa dosen yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka jarang atau hampir tidak pernah mewajibkan mahasiswa menggunakan kitab kuning sebagai referensi tugas perkuliahan. Kalaupun ada itu pada mata kuliah yang memang buku wajibnya berbahasa Arab, seperti matak kuliah 239Ali Ridho, dosen Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan STAI Al-Khairat, wawancara langsung (31 maret 2018) 240 Mukhiddin, mahasiswa PBS STAI Al-Khairat, wawancara 31 Maret 2018. bahasa Arab itu sendiri. Hal ini seperti petikan wawancara dengan beberapa dosen berikut: “Kalau saya tidak mengharuskan mahasiswa untuk menggunakan kitab kuning, namun untuk mata kuliah tertentu yang mengharuskan kitab kuning seperti halnya bahasa Arab yang pernah saya ampu di HES, kemampuan mereka sangat rendah kecuali di IQT yang kebanyakan alumni pondok, jadi saya tidak ada trategi apapun, semua tergantung kepada mereka mau belajar atau tidak”.241 Informan lain mengatakan: “Tidak ada aturan yang mengikat, saya sendiripun tidak mewajibkan mahasiswa saya untuk menggunakan kitab kuning sebagai referensi, saya hanya menganjurkan saja.”242 Bapak Zaglul Fitrian Djalal juga menyampaikan hal yang sama, beliau mengatakan bahwa: “Tidak ada, selama ini di STAIN Pamekasan tidak ada aturan yang mengikat penggunaan kitab kuning sebagai referensi.”243 Selain itu, mahasiswa juga memberikan jawaban yang sama dengan jawaban dosen bahwa tidak ada keharusan menggunakan kitab kuning sebagai referensi perkuliahan. Beberapa mahasiswa diantaranya adalah mahasiswa Ekonomi Syaria’ah (ES) mengutararkan pendapatnya yakni: “Mengenai tentang aturan penggunaan kitab kuning, di sini tidak aturan yang mengikat tentang penggunaannya. Kebanyakan mahasiswa menggunkan buku sebagai referensi. Bahkan, ada 241 Subhan zamzami, dosen STAIN Pamekasan, wawancara langsung (19 maret 2018). 242 Mohammad Hefni, M.Si, Dosen PGMI STAIN Pamekasan, wawancara langsung, (20 Maret 2018 jam 11:30) 243 Zaglul Fitrian Djalal, Lc., MA, Dosen PBA STAIN Pamekasan, wawancara langsung, (21 Maret 2018 jam 09:30) mahasiswa yang tidak tahu cara menggunkan kitab kuning ini.”244 Mahasiswa lainnya mengatakan: “Tidak adanya aturan yang mengikat, menjadikan mahasiswa semakin minim memahami kitab kuning tersebut. Setiap kali mendapat tugas, yang dijadikan referensi hanyalah buku biasa bukan kitab kuning.”245 Demikian pula informan ketiga: “Disini, tidak ada aturan yang mengikat mengenai penggunaan kitab kuning. Karena para dosen tidak menekankan atau mengharuskan untuk merujuk pada kitab kuning. Alhasil, para mahasiswa lebih memilih buku lain sebagai referensi.”246 Informana keempat: “Para dosen tidak pernah mengadakan pengaturan yang mengikat mengenai penggunaan kitab kuning. Beliau-beliau selalu memberi kebebasan bagi para mahasiswanya untuk merujuk pada referensi lain sesuai tugas masing-masing individu.247 Informan kelima: “tidak semua dosen mengharuskan untuk menggunakan kitab kuninng sebagai referensi, hanya sebagian mata kuliah yang menggunakan referensi kitab kuning tapi juga ada yang menggunkan buku-bukku tertentu”.248 244Siti Nabilah, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (22 maret 2018) 245Ulfatur Rohmah, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan, wawancara langsung(22 Maret 2018) 246Cahayu Diningrat, mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (22 Maret 2018) 247Rizky Amelia Z.A,mahasiswa ES/4 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (22 maret 2018) 248Maria Ulfa, mahasiswa ES/8 STAI AL-Khairat, wawancara langsung (31 Maret 2018) Informan keenam: “Tidak ada aturan yang mengikat, semua masih tergantung mah2asiswa dalam penggunaan referensi pembelajaran disetiap harinya”.249 Informan ketujuh: “Tidak pernah menggunakan kitab kuning, selama ini tidak ada aturan yang mengikat menggunakan kitab kuning sebagai referensi, kalaupun nanti ada aturan yang megikat tentu baik bagi saya karena sebagai motivasi. Nantinya saya akan belajar kepada teman-teman yang alumni pondok untuk mempelajari kitab kuning”250 Informan kedelapan mengatakan: “Selama saya kuliah tidak pernah ada dosen yang mewajibkan untuk menggunakan kitab kuning sebagai referensi, hal ini karena mungkin banyak mahasiswa khususnya mahassiswa HES belum memahami kitab kuning, sehingga tidak ada dosen yang mewajibkan. Kitab kuning digunakan sebagai referensi ketika ada diskusi dalam kelas, itupun bagi sebagian orang di kelas. Itupun kalau di kelas hanya 2 orang yang menggunakan kitab kuning tersebut sebagai referensi, hal tersebut juga digunakan bukan untuk makalah akan tetapi hanya digunakan di dalam diskusi”.251 Meskipun demikian menurut beberpa mahasiswa STAINPamekasan, ada beberapa dosen yang memang mewajibkan mahasisewaa untuk menggunakan kitab kuning sebagai referensi, namun pada mata kuliah tertentu. Hal ini sesuai dengan wawancara berikut: 249Akhmad Rofiq, mahasiswa PBS/4 STAI AL-Khairat, wawancara langsung (31 Maret 2018 250Aniq, mahasiswi prodi KPI semester2 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (25 Maret 2018) 251Nur Hayati, mahasiswi prodi HES semester 8 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (24 Maret 2018) “Ada, selama ini ada dosen yang mengharuskan mahasiswa untuk menggunakan kitab kuning sebagai referensi utama ataupun referensi sampingan, namun karena prodi IQT ini tidak semua mahasiswanya bisa memahami kitab kuning apabila dalam suatu tugas masih ada referensi lain, jadi mereka lebih utama menggunakan referensi lain”252 “Kalau aturan tidak ada tapi prodi IQT mau tidak mau, siap tidak siap harus faham memahami kitab kuning, harus bisa membaca kitab kuning, karena prodi IQT memang bidangnya Al-Quran, semua mengkaji tentang Al-Quran otomatis harus bisa memahami isi Al-Quran. Jadi mau tidak mau harus bisa memahmi kaedah-kaedah yang ada”.253 “Kalau dari kaprodi AHS oleh pak jalil diwajibkan, namun kembali lagi pada mahasiswa AHS yang heterogen, jadi tidak banyak yang menggunakannya sebagai referensi, ketika ada tugas yang mengharuskan menggunakan kitab kuning maka yang mengerjakan adalah teman yang bisa memahami kitab kuning, atau mereka menggunakan kitab kuning yang ada terjemahannya”.254 Jawaban mahasiswa AHS tersebut juga sesuai dengan jawab kaprodinya, Bapak Abd. Jalil yang mengatakan:“Kalau untuk prodi AHS saya wajibkan karena memang untuk mengkaji hukum Islam dibutuhkan itu, terlepas dari begitu 252Nafilah Zulfa, mahasiswi prodi IQT semester 4 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (16 Maret 2018) 253 Arifin, mahasiswi prodi IQT semester 6 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (16 Maret 2018) 254 Zainal, mahasiswi prodi AHS semester 6 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (15 Maret 2018) heterogennya mahasiswa AHS, kalau diwajibkan mereka akan berusaha untuk belajar”.255 Beberapa mahasiswa menyatakan kesiapannya dan merespon baik apabila ada kebijakan menjadilan kitab kuning sebagai referensi wajib dalam berbagai macam tugas akademis mahasiswa, baik tugas penyusunan karya ilmiah makalah maupun skripsi dan tesis. Hal ini seperti yang dikatakan mahasiswa MPI semester 8 STAIN Pamekasan: “juga dengan mewajibkan kitab kuning sebagai sumber referensi dan menjadikannya persyaratan untuk bisa lulus dalam tiap tugas mulai dari makalah sampai pada skripsi untuk kajian studi keislaman. Selanjutnya dengan menjadikan persyaratan wajib 50% skripsi dengan menggunakan bahasa asing 25% bahasa Arab 25% bahasa Inggris dan 50% berbahasa Indonesia.”256 Sebenarnya di STAI Al-Khairat juga tidak aturan tentang kewajiban menggunakan kitab kuning sebagai referensi. Kebijakan tersebut dikemabalikan pada masing- masing dosen. Akan tetapi selama ini menurut beberapa informan yang diwawancarai, mengatakan bahwa banyak dosen yang menerapkan keharusan penggunaan kitab kuning dalam setiap tugas perkuliahan. Hal ini disampaikan oleh Drs. Khairul Iksan M.Pd, yang mengatakan: “Di STAI Al-Khairat sudah ada aturan yang mengikat penggunaan kitab kuning sebagai referensi, salah satunya yaitu di Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir (IAT), Pendidikan Bahasa Arab (PBA), dan Pendidikan Agama Islam (PAI).”257 255 Abd. Jalil, kaprodi AHS STAIN Pamekasan, wawancara lewat whatsapp (20 Maret 2018) 256Ziyadh ifdhal, mahasiswa MPI/8 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (20 maret 2018) 257 Drs. Khairul Iksan M.Pd, Ketua Prodi PGMI di STAI Al-Khairat Pamekasan, wawancara langsung, (22 Maret 2018 jam 14:00) Bapak Hasyim juga mengatakan: “Sudah ada aturan yang mengikat penggunan kitab kuning sebagai referensi, akan tetapi tidak untuk semua prodi”258 Informan mahasiswa STAI Al-Khairat juga memberikan jawaban tidak adanya aturan yang mengikat tentang penggunaan kitab kuning. Akan tetapi mahasisw sendiri yang menyesuaikan referensi yang digunakan dengan topic kajian yang dibahas. Salah satu mahasiswa STAI AL-Khairat juga mengatakan: “selama ini tidak ada aturan yang mewajibkan penggunaan kitab kuning sebagai referensi, namun apabila ada matakuliah yang mengharuskan saya untuk menggunakan kitab kuning sebagai rujukan, upaya yang saya lakukan bersama teman-teman biasanya mengaji kitab kuning kepada teman kelas yang lebih memahami kitab kuning kuning itu sendiri”259 Demikian pula informan kedua, mengatakan:“selama ini memang tidak ada aturan, tergantung mahasiswanya menggunakan kitab kuning atau tidak sebagai referensi, karena tergantung mata kuliahnya juga, kalau upaya saya biasanya mengkaji bersama teman-teman, sharing dan saling berbagi ilmu itu.”260 Dari sekian banyak kendala yang disebutkan di atas ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk bisa mengaktualisasikan penerapkan kitab kuning sebagai sumber 258 Hasyim, selaku Ketua Prodi IAT STAI Al-Khairat Pamekasan, wawancara langsung, (22 Maret 2018 jam 13:30) 259 Anisa Feby, mahasiswi Ekonomi Syariah semester 4 STAI Al- khairat Pamekasan, wawancara langsung (31 Maret 2018) 260 Mukhidin, mahasiswa PAI semester 8 STAI Al-Khairat Pamekasan, wawancara langsung ( 31 Maret 2018). referensi. Diantaranya seperti yang disampaikan Ziyadh Ifdhal adalah: “satu memperbaiki seleksi input mahasiswa baru setiap tahun, dengan menjadikan kitab kuning sebagai materi wajib tes seleksi masuk. Dengan ini pengelola mampu mengetahui mahasiswa yang bisa dan tidak bisa dalam penguasaan kitab kuning. Setelah mengadakan seleksi nanti diadakan juga yang namanya kelas-kelas khusus untuk yang bisa dan yang tidak bisa dalam penguasan kitab kuning sehingga proses bimbingannya lebih mudah. Yang kedua saya pikir pemahaman bahasa Arab itu perlu, kalau perlu dijadikan mata kuliah wajib dalam tiap semester dengan beberapa tahapan. Bisa diterapkan dengan kita meniru konsepnya UIN Maliki yakni dengan mewajibkan setiap mahasiswa baru untuk tinggal di asrama selama satu tahun atau dua semester, sehingga di asrama itu mahasiswa bisa digodok dengan pemahaman dasar-dasar keislaman, itu merupakan program di luar perkuliahan namun tetap di bawah naungan kampus”261 Cara lain untuk mengatasi kendala aktualisasi penguanaan kitab kuning adalah dengan menambahkan koleksi kitab kuning, baik di di STAIN Pamekasan maupun di STAI AL-Khairat. Sehingga mahasiswa tidak kesulitan dalam memperoleh referensi kitab kuning. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Ahmad Husnan: “yang pertama yaitu perlu adanya kajian intensif yang diberikan oleh dosen terhadap mahasiswanya atau melalui kajian kajian yang diadakan oleh ormawa- ormawa. Yang kedua perlu adanya penambahan- 261Ziyadh Ifdhal, mahasiswa MPI/8 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (20 maret 2018) penambahan kitab terjemahan sehingga nanti bisa dikombinasikan antara pemahaman kitab klasik dengan kitab terjemahanan. Dan diperbanyak lagi mata kuliah yang menggunakan referensi kitab klasik/kitab kuning”262 E. Analisa dan Pembahasan Kitab kuning merupakan kitab yang digunakan oleh ulama-ulama dan salafussholih pada zaman dahulu, sekaligus menjadi rujukan-rujukan studi keislaman, tidak jarang kitab kuning juga disebut sebagai kitab suci ketiga setelah al-quran dan hadits. Pengarang/penulis kitab kuning merupakan orang-orang yang ‘alim bahkan ‘allamah. Penulisan kitab kuning juga melalui ijtihad yang luar biasa, dilakukan tidak hanya sekedar menggunakan akal saja melainkan dengan cara taqorrub dan memohon petunjuk kepada Allah SWT. Hal ini ini yang mendukung keabsahan kitab kuning jika dijadikan sumber referensi studi keislaman. Jika melihat sejarah kita pasti akan mengamini bahwa sejarah keilmuan islam itu berasal dari timur tengah di mana bahasa yang digunakan merupakan Bahasa Arab yang merupakan bahasa al-Quran. Hal ini menjadi penting untuk menjadikan kitab kuning sebagai sumber referensi studi keislaman di perguruan tinggi keagamaan islam termasuk di STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat yang merupakan perguruan tinggi berlabel islam, akan tetapi pergeseran waktu merubah banyak hal dalam kehidupan ini, termasuk tentang penggunaan kitab kuning. Berdasrkan data penelitian yang telah dipaparkan si atas, peneliti dapat menganalisa berbagai dinamika penggunaan kitab kuning sebagai referensi dan dampaknya 262Ahmad husnan, mahasiswa PBS/10 STAIN Pamekasan, wawancara langsung (17 maret 2018) pada kajaian keislaman distain Pamekasan dan STAI Al- Kahirat, sebagaimana berikut: 1. Gambaran penggunaan kitab kuning sebagai referensi dan dampaknya terhadap efektifitas kajian keislaman (islamic studies) di STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat PamekasanDalam pengamatan peneliti STAIN Pamekasan yang merupakan perguruan tinggi keislaman hampir tidak ditemukan mahasiswa yang menggunakan kitab kuning sebagai sumber referensi kajian mereka. Walaupun ada beberapa program studi (prodi) yang masih menggunakan rujukan materi kuliah dari kitab kuning, seperti prodi Pendidikan Bahasa Arab (PBA), Ilmu Quran Dan Tafsir (IQT), dan Ahwal Al-Syaksyiyah (AHS), di mana materi yang dipelajari memang mutlak menjadikan kitab kuning sebagai referensinya, namun jumlah penggunanya tidak banyak. Meskipun demikian hal ini masih lebih baik dibandingkan dengan prodi-prodi lain yang memang referensinya menggunakan buku-buku umum. Pada prodi umum tersebut hampir tidak pernah peneliti jumpai masahsiswa yang menggunakan kitab kuning sebagai rujukan dalam pembelajaran maupun dalam penyelesaian tugas perkuliahan lainnya. Sebenarnya perkuliahan pada semester-semester awal yakni semester 1 dan 2 di STAIN Pamekasan, pemetaan mata kuliah masih berkisar pada Mata Kuliah Dasar (MKD). Komposisi kelompok mata kuliah ini sebagian besar adalah mata kuliah keislaman, akan tetapi dalam pengamatan peneliti, sedikit sekali mahasiswa yang menggunakan kitab kuning sebagai referensi. Hal ini berbeda dengan pembelajaran di STAI Al-Kahirat di mana rata-rata mahasiswa baru sudah terlihat menggunakan kitab kuning sebagai rujukan diskusi-diskusi mereka. Peneliti menemukan jawaban dari hampir semua mahasiswa yang diwawancarai baik di STAIN Pamekasan, maupun di STAI Al-Kahiarat yang setuju, bahwa penggunaan kitab kuning sebagai sumber referensi merupakan sesuatu yang urgen (penting). Akan tetapi pada kenyataanya, berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan, peneliti beranggapan bahwa hal Ini menunjukkan adanya pergeseran dalam hal pembelajaran di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. Sebagai sampel, minat mahasiswa STAIN Pamekasan sendiri terhadap kitab kuning yang terus menurun, sehingga penting adanya upaya agar kitab kuning masih tetap eksis dan lestari untuk tetap digunakan di kalangan sarjana muslim itu sendiri. Di STAIN Pamekasan, pergeseran tersebut paling dirasakan pada program studi-program studi (prodi) komposisi kajiaannya memang lebih umum, seperti Manajemen Pendidikan Islam (MPI), Ekonomi Syari’ah (ES, Akuntansi Syari’ah (AS), Perbankan Syariahan (PBS), Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan sebagainya. Sementara pada prodi-prodi keislaman murni, pergeseran tersebut juga terjadi, meskipu tidak terlalu jauh. Mereka masih tetap menggunakan kitab kuning, setidaknya sebagai referensi utama dalam silabus mata kuliah. Misalnya perkuliahan di prodi Pendidikan Bahasa Arab (PBA, Ahwal Al-Syakhsiyah (AHS), dan Ilmu Quran dan Tafsir (IQT). Bahkan informan dari jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam (EBIS) yang meliputi prodi PBS, ES, dan Akuntansi Syariah, semuanya menjawab tidak pernah bersinggung dengan kitab kuning, baik dalam perkuliahan di kelas, maupun dalam kegiatan belajar mandiri. Fenomina makin bergesernya penggunaan kitab kuning di kalangan mahasisw Perguruan Tinggi Keagamaan Islaam (PTKI) tersebut, secara jujur sejatinya telah menggugurkan espektasi dan kebanggaan umat islam. Karena sejatinya keberadaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) oleh masyarakat muslim di Indonesia dipandang sebagai kelanjutan dari pendidikan pesantren dalam mengkaji ilmu-ilmu keislaman. Oleh karena pengkajian kitab kuning (termasuk di perguruan tinggi keagamaan islam) masih dipandang sebagai taradisi agung (great tadition).263 Hal ini dikarenakan, pada perkembangannya, kajian kitab kuning akan melahirkan tradisi menulis, meskipun tidak dalam bahasa Arab sebagai mana rujukan aslinya. Inilah yang telah dibuktikan oleh sarjana-sarjana muslim pada masa terdahulu. Tulisan hasil resensi atau analisa tersebut di Nusantara muncul dalam berbagai bahasa daerah maupun dalam bahasa nasional Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kitab kuning senantiasa menjadi referensi otoritatif yang terus dikaji oleh pemikir muslim sampai saat ini.264 Namun dengan fenomina bergesernya pola kajian keislaman sarjana muslim saat ini, masihkan harapan itu akan terwujud? Sebuah pertanyaan besar yang harus kita pertanggung jawabkan. Harapan itu sedikitnya maih tersisa, kalau melihat fenomina kajian studi keislaman di STAI Al-Kahirat, di mana rata-rata mahasiswa sudah terbiasa menggunakan kitab kuning sebagai rujukan diskusi-diskusi mereka. Penggunaan kitab kuning di STAI Al-Kahiarat dilakukan karena adanya beberapa factor pendukung: 1) sumber dDaya Manusia (SDM) dosen dan mahasiswa memang memiliki kemampuan dalam penguasaan kitab kuning, karena memang berbasis tradisi pesantren; 2) dukungan iklim pesantren yang menyiapkan koleksi kitab kuning, tidak sebatas di perpustakaan kampus. Sehingga dalam pengamatan peneliti mahasiswa sudah terbiasa berargumentasi dengan rujukan kitab kuning, justeru dalam diskusi-diskusi non formal di luar kelas. 263 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Yogyakarta: Gading Publishing, 2012),, hlm. 85. 264 Ibid, hlm. 88. Adanya distingsi pengunaan kitab kuning anatara mahasiswa prodi keagamaan dengan prodi umum di STAIN Pamekasan, sebenarnya menunjukkan kegagalan integrasi kurikulum PTKI yang diharapak dapat melahirkan sarjana muslim yang otoritatif sebagai generasi emas dalam menyelesaikan permasalahan kebangsaan, sebagaimana yang diharapkan. dalam bahasa idealnya Kurikulum PTKIN mengintegrasikan hazanah keislaman dengan metodologi dan sains modern. Dengan demikian PTKIN diharapkan menjadi transimisi integrasi keilmuan antara kajian keislamandengan keilmuan yang provan dengan ditopang metodologi yang baik, akan melahirkan khazanah keilmuan modern yang mampu menjawab permasalahan keumatan.265 Oleh karena pengkajian kitab kuning (termasuk di perguruan tinggi keagamaan islam) masih dipandang sebagai taradisi agung (great tadition).266 2. Upaya yang dilakukan STAIN Pamekasan dan STAI Al- Khairat Pamekasan dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman (islamic studies) Berdasarkan data yang diperoleh peneliti sebagaimana dijabarkan di atas, upaya yang ditempuh STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat diantaranya adalah menyiapkan perpustakaan yang refresentatif terkait penyediaan kitab kuning. Perpustakaan STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat sudah menyediakan berbagai referensi untuk menunjang kebutuhan mahasiswa, namun dengan jumlah mahasiswa yang setiap tahun semakin meningkat, maka masih ditemukan beberapa masalah, mulai dari pelayanan yang masih perlu ditingkatkan, hingga koleksi referensi yang 265 Andik Wahyun Muqoyyidin “Kitab Kuning Dan Tradisi Riset Pesantren Di Nusantara”, hlm 133. 266 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Yogyakarta: Gading Publishing, 2012),, hlm. 85. masih dikatakan belum ideal jika dibandingkan dengan banyaknya mahasiswa yang ada. Upaya lain ditempuh dengan pengemnbangan kurikulum. Prodi-prodi yang memang concern pada studi keagaman murni maka upaya dilakukan dengan pengembangan kurikulum. Kurikulum STAIN itu ada 4 kelompok: Mata Kuliah Dasar di tingkat institusi 32 SKS; Mata Kuliah Pendukung di tingkat jurusan 12 SKS; Mata Kuliah utama di tingkat prodi dengan komposisi paling banyak 90 sampai 98 SKS, dan terakhir mata kuliah pilihan 4 sampai 6 SKS. Prodi yang kajiannnya adalah murni keagamaan maka pemetaan mata kuliahnya dan silabusnya mengarah pada penggunaan kitab kuning. Sementara prodi yang umum, kitab kuning ditelaah melalui mata kuliah Qiratul Kutub sebagai mata kuliah wajib. Di STAI Al-Khairat ada kajian-kajian wajib kitab kuning walaupun masih sedikit. Kitab kuning yang dikaji adalah kitab adabul ‘alim wa muta’allim karyanya kiai haji Hasyim As’ary. Cara lain yang bisa ditempuh adalah dengan memperbanyak kajian-kajian tentang kitab kuning di luar kelas baik d STAIN maupun di STAI Al-Khairat. Kajian tersebut isa meliputil ilmu gramatika (nahw dan sorf) atau langsung terkait pengembangan pemahaman isi dari kitab kuning itu sendiri. Upaya lain yang ditempuh STAI Al-Khairat dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman adalah dengan memberikan akselerasi pembelajaran dan inovasi belajar. Seperti inovasi belajar cepat membaca kitab kuning seperti iktisyaf, amtsilati, nubdatul bayan, dan sebagainya. Selain inovasi metode cepat belajar kitab kuning, diadakan juga kajian metode cepat memahami isi dari kitab kuning yakni kajian kontekstual. Gambaran upaya yang dilakukan oleh STAIN Pamekasan dan STAI AL-Khairat, dengan memperbanyak akses sivitas akademikia pada kitab kuning, baik melalui penyesian bahan pustaka yang memadai dan berfariasi, atau dengan upaya mengakaji kembali kitab kuninh di kegiatan- kegiatan akademis di dalam dan di luar kelas, serta membekalai mahasiswa dengan keterampilan gramatika Bahasa Arab, telah menunjukkan kesadaran pengelola kedua PTKI tersebut terhadap peran sentral PTKI sebagai pusat studi keislaman sebagaimana tujuan didirikannya. Perguruan Tinggi Keagamaan Islam diharapkan tumbuh berkembang menjadi pusat riset ilmu pengetahuan di Indonesia. Hal ini cukup beralasan jika dikaitkan dengan jumlah pesantren yang menembus puluhan ribu sebagai penyangga utama. Perlu diingat kemajuan Islam masa pertengahan, bisa terwujud karena terutama ditopang bdaya riset dan ilmu pengetahuan. Jika PTKI tersebut kembali mampu menjadi pusat riset ilmu pengetahuan sebagaimana pada abad pertengahan tersebut, maka pengaruh sekaligus perannya akan melebihi Baitul Hikmah saat itu, dan dampaknya dapat meluas ke seluruh dunia.267 Dengan begitu, kemajuan Islam dapat diraih kembali.268 Integrasi dan interkoneksitas ilmu termanifestasikan pada individu ilmuwan, sebagaimana pada masa kejayaan islam yang melahirkan banyak sekali ilmuwan muslim yang karya karyanya diakui tidak hanya di dunia Islam tetapi juga di Barat. Misalnya, sebut saja, Jabir Ibnu Hayyan-orang Barat menyebutnya Gebert-yang hidup antara tahun 721- 815. Dia adalah seorang tokoh Islam pertamayang mempelajari dan mengembangkan Alchemi di dunia Islam. Ilmu ini kemudian berkembang dan kita kenal sebagai ilmu kimia, dan lain- lain.269 267 Sri Haningsih, “Peran Strategis Pesantren, Madrasah dan Sekolah Islam di Indonesia” dalam el-Tarbawi, Jurnal Pendidikan Islam edisi Vol. 1, No. 1, 2008.hlm. 268 Andik Wahyun Muqoyyidin “Kitab Kuning Dan Tradisi Riset Pesantren Di Nusantara”, hlm 133. 269 Ibid, hlm 132. 3. Kendala yang dihadapi STAIN Pamekasan dan STAI Al- Khairat Pamekasan dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman (islamic studies), dan bagaimana upaya menanggulanginyaMengembalikan kitab kuning ke dalam tradisi pendidikan tingkat perguruan tinggi keagamaan islam, memang tidak mudah. Apalagi perguruan tinggi yang input mahasiswanya sangat heterogen. Ada beberapa kendala yang akan dihadapi dalam penggunaan kitab kuning bagi mereka. Salah satunya adalah faktor sumber daya manusia (SDM) baik dari mahasiswa, maupun dari dosen. Di STAIN Pamekasan sebagian besar mahasiswa adalah alumni non pesantren atau alumni pesantren yang tidak mendalami kitab kuning, sehingga untuk menerapkan kitab kuning seabgai sumber referensi sangat sulit. Kendala lain adalah proses input mahasiswa di STAIN Pamekasan tidak selektif. Banyak mahasiswa yang memperdalam prodi keislaman justru justru tidak memiliki bekal yang cukup tentang keterampilan penguasaan kitab kuning, sehingga menyebabkan kurangnya minat mereka dalam menggunakan kitab kuning. Selain itu, kendala lain menurut bebapa informan adalah terkait dengan koleksi kitab kuning yang kurang memadai karena ketrbatasna judul dan variasi topik bahasan. Koleksi kitab kuning yang betul-betul sesuai dengan disiplin keilmuan semua prodi, masih menjadi kendala. Selain itu di perpustakaan STAIN Pamekasan koleksi kitab kuning tidak diperbolehkan dipinjam untuk dibawa keluar. Pengunjung hanya boleh membaca di dalam. Hal ini membatasi kesempatan mahasiswa untuk lebih luas lagi mendalami materi yang dibutuhkan. Kendala lain adalah koleksi kitab kuning tidak diperbaharui seperti buku-buku referensi umum lainnya. Koleksinya betul-betul klasik dan tidak mengikuti perkembangan terkini. Meskipun STAIN Pamekasan telah memberikan kebijakan pembukaan laborotorium bagi tiap- tiap prodi sesuai disiplin keilmuannya, namun kebijakan ini tidak banyak mengurangi kendala kemutakhiran referensin kitab kuning yang dibutuhkan. Sementara di STAI Al-Khairat solusi yang ditempuh adalah memaksimalkan perpustakaan pesantren yang koleksi kitab kuningnya relatif lebih lengkab. Kendala lain yang ditemukan peneliti adalah pola pikir pragmatis mahasiswa dalam mencari referensi. Mereka enggan untuk menggunakan kitab kuning karena dianggap merepotkan, ribet dan tidak instan. Selain itu, kendala lain adalah tidak adanya sistem perkuliahan yang menekankan atau mewajibkan penggunaan kitab kuning sebagai referensi dalam setiap kajian. Mahasiswa masih diberi kebebasan dalam memilih referensi. serta tidak adanya penghargaan atau perlakuan istimewa bagi mahasiswa yang menguasai kitab kuning. Di STAIN PAmekasan hanya ada bebrapa mata kuliah yang dosennya mewajibkan referensi kitab kuning, itupun sebatas pada mata kuliah dan prosi yang betul-betul referensinya hanya berbahasa Arab. Sementara di STAI Al-Khairat dosen-dosen prodi keagamaan murni yang alumni timur tengah, mewajibkan mahasiswa untuk menggunakan referensi kitab kuning selama itu masih tersedia, baik di perpustakaan kampus maupun di perpustakaan pesantren. Melihat fenomena perkualiahan yang terjadi di STAIN Pamekasan dan STAI Al-Kahirat, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman belum maksimal. Bahkan di STAIN Pamekasan bisa dibilang belum menjadi tradisi, meskipun tidak semuanya. Semsntara di STAI Al-Khairat lebih baik, mengingat mahasiswa dan dosen ada yang sudah menjadikan kajian kitab kuning sebagai tradisi dan budaya akademik. Dengan demikian mahasiswa di kedua PTKI tersebut, sebagai generasi emas pemerhati studi keislaman sudah kurang bergairah dalam mengkaji kitab kuning. Padahal, untuk mencapai kemajuan yang sebenaranya sebagai muslim unggulan (muslim progressive), penguasaan tradisi keislaman, termasuk pergumulan dengan kitab kuning mutlak dibutuhkan. Kurangnya minat tersebut akan berakibat pada lemahnya mutu lulusan kedua PTKI itu sendiri. Dalam pandangan Omid Safi, lahirnya sarjana muslim yang tidak bisa melestarikan kecemerlangan ilmuwan terdahulu, disebabkan beberapa faktor, diantaranya: penguasaan materi keislaman dan metode studi yang lemah; keterlibatan yang lemah dalam tradisi keislaman; sikap apologis yang tinggi; tidak adanya keselarasan antara keinginan dan upaya yang riil; serta kegagalan mengkomunikasikan sumber keilmuan klasik (kitab kuning) dengan perkembangan zaman.270 Seorang Muslim progresif sangat menghormati tradisi. Oleh karena itu ia harus memiliki pondasi bangunan keilmuan agama (‘ulum al-din) yang bagus dan kokoh sebagai bagian dari tradisi keislaman, namun demikian tradisi itu juga harus dikritisi. Jangan sampai didogmakan sehingga tidak bisa dirubah sedikitpun dari bentuk aslinya. Kondisi kekinian, zaman dan problematika umat islam akan senantiasa menggiring tradisi keislaman tersebut beradptasi dengan umat islam itu sendiri. Namun demikian muslim progresif juga tidak setuju dengan paham skuler yang ingin mencerabut dan menghilangkan tradisi keislaman tersebut. Muslim progresif memandang tradisi sebagai a tradition-in-becoming, sebuah tradisi yang akan terus berkembang dan mencari bentuk yang sesuai dengan zamannya.271 Di sisni mahasiswa STAIN Pamekasan masih lemah, bahkan belum sama sekali. 270 Omid Safi, “I and Thou in A Fluid Word: Beyond Islam Versus The West” dalam Vincent Cornell and Omid Safi (ed), Voice of Change (Westport: Praeger Publisher, 2007), hlm. 5-9. 271 Ibid, hlm.5-9. Sementara di STAI AL-Khairat lebih baik, meskipun tidak semua mahasiswanya bisa melakukannya. Sarjana muslim harus menyadari bahwa untuk menjawab permasalahan yang sangat rumit dan komplek diperlukan ijtihad, dan bahkan mungkin jihad intelektual yang sungguh-sungguh untuk mengatasi permasalahan kontemporer berlandaskan tradisi islam yang kaya, plural dan majemuk.272 Mahasiswa saat ini tidak mampu untuk melakukan itu. Mereka oleh Omid Safi disebut dengan kaum pragmatis atau dengan bahaasa yang ebih menohok diebut dengan sebutan “Islam Pamflet”, karena hanya berupaya menyelesaikan masalah yang sangat rumit dengan cara yang pragmatis dan merujuk kepada dalil ajaran islam yang sangat sedernaha dan monolitik. Mereka sering berkata” dalam ajaran islam disebutkan……” atau “ Islam mengatakan……atau sering juga, menurut al-Qur’an…… dsb. 272 Disarikan dari pemikiran Omid Safi dalam, Omid Safi, “Progressive Islam In America” transkrip wawancara dengan Krista Tippet dalam Speakingof Fath, 28 Juli 2005, hlm.2. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Gambaran penggunaan kitab kuning sebagai referensi dan dampaknya terhadap efektifitas kajian keislaman (islamic studies) di STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat Pamekasan? a. Di STAIN Pamekasan: a) sangat sedikit mahasiswa yang menggunakan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman: b) dari 16 prodi S1 dan 2 Prodi S2, hanya 3 Prodi (AHS, IQT dan PBA) yang kurikulumnya menuntut eksplorasi materi di kitab kuning, itupun sedikit sekali mahasiswa yang sungguh-sungguh menjalankannya; c) semua informan sepakat bahwa kitab kuning adalah rujukan yang otoritatif dalam studim keislaman, namun mahsiswa di prodi umum rata-rata mengatakan sangat jarang menggunakannya; d) seluruh informan dari jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam (EBIS) yang meliputi prodi PBS, ES, dan Akuntansi Syariah, semuanya mengaku tidak pernah bersinggung dengan kitab kuning, baik dalam perkuliahan di kelas, maupun dalam kegiatan belajar mandiri; b. Di STAI Al-Khairat: rata-rata mahasiswa termasuk mahasiswa baru sudah terbiasa menggunakan kitab kuning sebagai rujukan baik dalam diskusi-diskusi di kelas maupun di luar kelas 2. Upaya yang dilakukan STAIN Pamekasan dan STAI Al- Khairat Pamekasan dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman (islamic studies) adalah sebagai berikut: a. Di STAIN Pamekasan: a) Perpustakaan kampus menyiapkan ruangan tersendiri untuk koleksi kitab kuning; b perpustakaan terus menambah koleksi kitab kuning, meskiupun belum bisa seimbang dengan jumlah mahasiswa; c) pengembanagn kurikulum yang mewajibkan mata kuliah Qiratul Kutb untuk semua prodi; d) memperbanyak kajian kitab kuning di luar perkuliahan b. Di STAI Al-Khairat: a) Memberikan akselerasi pembelajaran dan inovasi belajar bagi mahasiswa yang lemah dalam penguasaan kitab kuning; b) melakukan kajian kitab adab al-alim wa al- muta’aalim secara wajib bagi seluruh mahasiswa di semua prodi; c) bebrapa dosen, terutama alumni Timur tengah mewajibkan penggunaan referensi kitab kuning dalam penugasan karya ilmiah mahasiswa. 3. Kendala yang dihadapi STAIN Pamekasan dan STAI Al- Khairat Pamekasan dalam mengaktualisasikan penggunaan kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman (islamic studies), dan bagaimana upaya menanggulanginya adalah sebagai berikut: a. Kendalanya: 1) Di STAIN Pamekasan: a) kemampuan mahasiswa dalam penguasaan kitab kuning yang lemah; b) proses input mahasiswa yang tidak memberikan persyaratan penguasaan kitab kuning, termasuk pada prosi-prosi keislaman murni; c) koleksi kitab kuning tidak menyesuaikan dengan perkembangan mutakhir dan kurang sesuai dengan berbagai variasi kajian keilmuan mahasiswa; d) koleksi kitab kuning di perpustakaan tidak bisa dipinjam ke luar; e) pola pikir mahasiswa yang pragmatis, sehingga lebih cenderung menggunakan hasil tarjemahan dibandingkan langsung merujuk pada kitab kuning aslinya; f) tidak ada kewajiban yang mengikat terhadap penggunaan kitab kuning 2) Di STAI Al-Khairat: a) Koleksi terbatas (kurang) dan klasik; b) koleksi kitab kuning tidak menyesuaikan dengan perkembangan mutakhir dan kurang sesuai dengan berbagai variasi kajian keilmuan mahasiswa; c) hanya terdapat sedikit dosen yang mewajibkan penggunaan kitab kuning dalam karya ilmiah mahasiswa b. Cara mngatasinya: 1) Di STAI Pamekasan: a) mengefektifkan Laboratorium Prodi-prodi yang concern pada kajian keislaman; b) pernah ada kajian kitab di masjid kampus, tafsir ruhul ma’ani. 2) Di STAI Al-Khairat: a) memaksimalakan perpustakaan pesantren; b) dosen memberikan pinjaman kitab kuning untuk digandakan B. Rekomendasi 1. Kepada Pimpinan STAIN Pamekasan dan STAI Al-Khairat a. Melahirkan regiulasi perkuliahan yang mengikat kepada seluruh sivitas akademika (dosen dan mahasiswa) tantang penggunaan kitab kuning sebagai referensi dalam setiap kajian keislaman, termasuk dalam penyusunan makalah, skripsi dan tesis, dengan menyesuaikan porsinya dengan konsentrasi keilmuan setiap prodi b. Memberlakukan kitab kuning sebagai salah satu instrument ujian pada seleksi penerimaan mahasiswa baru, khususnya pada prodi studi keislaman murni c. Mengalokasikan anggaran pada penambahan koleksi kitab kuning di perpustakaan yang sesuai dengan perkembangan keilmuan dan variasi kajian d. Memberikan penghargaan bagi sivitas akademika yang berprestasi dalam penguasaan kitab kuning 2. Kepada Dosen a. Menjadikan kitab kuning sebagai bagian dari daftar rujukan dalam penyusunan perangkat pembelajaran (silabus, RPs dan SAP) b. Memberikan contoh penggunaan kitab kuning dalam pembelajaran c. Memberikan apresiasi bagi mahasiswa yang memiliki kemampuan penguasaan kitab kuning d. Mendorong mahasiswa untuk terus meningkatkan kemampuan penguasaan kitab kuning 3. Kepada mahasiswa a. Memanfatkan koleksi kitab kuning sebagai referensi kajian keislaman b. Menambah keterampilan penguasaan kitab kuning dengan berbagai cara c. Menjadikan kitab kuning sebagai tantang khazanah keilmuan yang harus dikuasai. Daftar Pustaka 1. Referensi Buku: Ahmad, Khursid. "Sifat Kebangkitan Islam" dalam Dinamika Kebangkitan Islam: Watak, Proses dan Tantanga ed. John L. Esposito. Terj. Bakri Siregar. Jakarta: Rajawali Press, 1987. Al- Suyuti, Imam. al-Jami' al-Shaghir, vol. II. Mesir: Mustafa al- Bab al-Halbi wa Suluduh, tt. Al-Faruqi, Ismail Raji. " Is The Muslim Definable in Terms of His Economic Pursuits", dalam Islamic Perspectives: Studies In Honour of Mawlana Sayyid Abul A'la mawdudi, ed. Khursid Ahmad. et.al. Jeddah: Saudi Publishing Hous, 1979. al-Mawdudi, Abul A'la. The Islamic Law and Contitution. Lahore: Islamic Publication Ltd, 1976. Al-Nadwi, Abu Hasan. Islam and The World terj. Muhammad Asif Kidwai. Lucknow: Akademy of Islamic Research and Publiction, 1980. Ashur, Sa'id Abd Fattah. al-Harakah al-Salibiyah. Kairo: Maktabah Anglo al- Mishriyah, 1971. Azhari, Muhammad Tahir. Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip- Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Badawi, Abdurrahman. Ensklopedi Tokoh Orientalis, terj. Amroeni Drajat. Jogyakarta: LKiS, 2003. Bennabi, Malek. Islam in History and Society. Islamabad: Islamabad Research Institute, 1987. Bodgan, RC. dan S.J. Taylor, Introduction to Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach to the Social Sciences. New York: John Wiley and Sons. Inc.1985. Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat. Yogyakarta: Gading Publishing, 2012. Chapra, M. Umar " The Islamic Welfar State and Its Role in the Economy", dalam Islamic Perspectives: Studies In Honour of Mawlana Sayyid Abul A'la Mawdudi, ed. Khursid Ahmad. et.al. Jeddah: Saudi Publishing Hous, 1979. Cummings, Jhon Thomas, Hussein Askari dan Ahmad Mustafa, "Islam dan Perubahan Ekonomi Modern" dalam Identitas Islam pada Perubahasan Sosial Politik, ed. Jhon L. Esposito, terj. A. Rahman Zainuddin. Jakarta: Bulan Bintang, 1986. Dahlan, Abdul Aziz (et.al) Suplemen Ensiklopedi Islam. Jakarta PT Ichtiar Baru Van Hoeve. 2002. Djaelani, Abdul Qadir. Peran Ulama dan Santri, dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1994. Eaton, Charles Gai. Islam and Distiny of Man. USA: State University of New York Press, 1985. Esposito Jon L. dan John O Voll, Tokoh-tokoh Gerakan Islam Kontemporer. Terj. Sugeng Haryanto dkk. Jakarta: Raja Greapindo Persada, 2002. Gauhar, Altof. What Chance Succes for Distiny Built on the Past?. Manchester: The Guardian, 1979. Gibb, H.A.R. Whither Islam. London; (?), 1932. Hasan, M. Ali. Studi Islam: Al-Qur'an dan As- Sunnah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Hitti, Philip K. History of The Arabs. London: The MAcmilan Press, tt. Hudgson, Michel C. "Islam dan Perkembangan Politik" dalam Identitas Islam pada Perubahasan Sosial Politik, ed. Jhon L. Esposito, terj. A. Rahman Zainuddin. Jakarta: Bulan Bintang, 1986. Jalal, Abdul Fatah. Azaz-azaz Pendidikan Islam, terj. Herry Noer Ali. Bandung: Diponegoro, 1988. Kartono, Kartini. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju, 1996. Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societies. Cambrige: Cambrige University Press, 1990. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006. Moosa, Ebrahim. “Transitions In The Progress of Civilization: Theorizing History, Practie, and Tradition”, dalam Vincent Cornell dan Omid Safi (ed). Vices of Change. Westport: Praeger Publisher, 2007, Muchtar, A. Latif Gerakan Kembali Ke Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998. Muhajir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif, edidi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002. Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik-Kualititif. Bandung: Tarsito, 1992. Nawawi, H. Hadari. Penelitian Terapan. Yogyakarta: UGM University Press,1994. Safi, Omid. “Challeges and Oppuortunities for The Progressive Muslim in Nort America” dalam Muslim Public Affairs Journal, edisi Januari 2006. Safi, Omid. “I and Thou in A Fluid Word: Beyond Islam Versus The West” dalam Vincent Cornell and Omid Safi (ed), hlm. Voice of Change. Westport: Praeger Publisher, 2007. Safi, Omid. “Progressive Islam In America” transkrip wawancara dengan Krista Tippet dalam Speakingof Fath, 28 Juli 2005. Said, Edward. Covering Islam: Hqw The Media and The Expers Ditermine How We See The Rest of The World. New York: Pantheon Books, 1981. Salabi, Ahmad Perang Salib terj. Ahmad Semait. Singapura: Pustaka Nasional, 1975. Sardar, Ziauddin. Tantangan Dunia Islam Abad 21 terj. Efendi. Bandung: Mizan, 1993. Sardar, Ziauddin. Est-West University: Islamic Studies. London dan New York: Mansell Publishing Limited, 1984. Sayeed, Khaled Bin. Western dominance and Political Islam: Challenge and Response. New York: State Unversity Of New York, 1995. Siddiqi, Muhammad Najatullah "Tawhid: The Concept and The Process", dalam Islamic Perspectives: Studies In Honour of Mawlana Sayyid Abul A'la Mawdudi, ed. Khursid Ahmad. et.al. Jeddah: Saudi Publishing Hous, 1979. Stoddard, L. Dunia Baru Islam, ter. Burhanuddin. Jakarta: tt. 1966 Sudjana, Nana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009. Voll, John O. Islam Contonuity and Change in The Modern World. England: Westview Press, tt. Watt, W.M. Islamic Fundamentalism and Modernity. London: and New York: Routledge, 1989. Watt, W.M. The Majesty That was Islam. London: Sidgwek and Jackson, 1994. Watt, William Montgomery. Islamic Fundamentalism And Modernity. London dan New York: Routledge, 1988. William, Jhon Alden. Islam. New York: George Braziller, 1962. Zuhdi, Masyfuk. Studi Islam, vol. 3. Jakarta: Rajawali Press, 1988. 2. Referensi Jurnal Terakreditasi, Tesis dan Disertasi: Faiqoh. “Pengajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Roudlotul ‘Ulum Cidahu Pandeglang” dalam jurnal MIMBAR, Vol. 28, No. 2 (Desember, 2012), hlm. 219-227 Haningsih, Sri, “Peran Strategis Pesantren, Madrasah dan Sekolah Islam di Indonesia” dalam el-Tarbawi, Jurnal Pendidikan Islam edisi Vol. 1, No. 1, 2008. Hasan. Muhammad, “Inovasi Dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren” dalam Karsa: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 23 No. 2, Desember 2015: Kholis, Nor. “Strategi Pembelajaran Kitab Kuning Bagi Anak Usia 7-12 Tahun (Studi Tentang Program Akselerasi baca kitab kuning di Maktab Nubdzatul Bayan Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata (Maktuba) Panaan Palengaan Pamekasan)”. Tesis Program Magister Universitas Muhammadiyah Surabaya, 2013. Muqoyyidin, Andik Wahyun. “Kitab Kuning Dan Tradisi Riset Pesantren Di Nusantara” dalam Ibda’: Jurnal Kebudayaan Islam Vol. 12, No. 2, Juli - Desember 2014. Raihani, dkk, “Delivering Islamic Studies And Teaching Diversity In Southern Thai Islamic Schools” dalam jurnal Al Jami’ah vol. 54. No.1, 2016M/1437H Rakhmawati, Rani,“Syawir Pesantren Sebagai Metode Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Manbaul Hikam Desa Putat, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo- Jawa Timur” dalam AntroUnairdotNet, Vol.V/No.2/Juli 2016. SA, Nurul Huda. “Tradisi Menulis Populer di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Yogyakarta” dalam Jurnal Islam-Indonesia. Vol. 01, No 01, 2009. Supandi, “Implementasi Program Akselerasi Pembelajaran Kitab Kuning Bagi Anak Usia 7-12 Tahun” (Studi Komparatif Maktab Nubdzatul Bayan Bata-Bata Panaan Palengaan Pamekasan dan Maktab Nubdzatul Bayan al- Majidiyah Palduding Plakpak Pegantenan Pamekasan).Tesis Pascasrjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012 Zuhriy, M. Syaifuddien, “Budaya Pesantren Dan Pendidikan Karakter Pada Pondok Pesantren Salaf” dalam jurnal: Walisongo, Volume 19, Nomor 2, November 2011. Daftar Riwayat Hidup A. IDENTITAS DIRI Nama : Dr. MOHAMMAD THOHA, M. Pd.I NIP : 197605062006041002 Alamat Rumah/HP. : Dsn Berjateh laok Bungbaruh Kadur Pamekasan/08175023787 Pangkat/Golongan :Pembina/Iva Bidang Keahlian :Manajemen Pendidikan Islam Unit Kerja :Prodi MPI IAIN Madura No HP/email :08175023787/thohasumberjati@gmail.co m B. RIWAYAT PENDIDIKAN Karya Ilmiah / Penelitian/ Buku/Modul 1. S1 IAIN Sunan Ampel Surabaya lulus tahun 2001 2. S2 IAIN Sunan Ampel Surabaya Lulus tahun 2004 3. S3 UIN Sunan Ampel Surabaya Lulus tahun 2015 1. Manajemen Peningkatan Mutu Ketenagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) di Madrasah Aliyah Negeri Pamekasan. Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, ISSN 2502-9223: E-ISSN 2503-4383,Vol. 02 No 1 Juli2017 2. Aktualisasi Nilai-Nilai Kecerdasan Emosional dalam Manajemen Sumber Daya Manusia di Perguruan Tinggi (Buku ISBN), Yogyakarta: Duta Media, 2016) 3. Manajemen Pendidikan Islam: Konseptual dan Operasional (Buku ISBN), Surabaya: Radja, 2016. 4. Perilaku Vandalisme Siswa di Lembaga Pendidikan Islam, Jurnal Tadris Volume 9 Nomor 2 Desember 2014. 5. Politik Dalam Peta Kajian Islam, Jurnal Kasyaf el-Fikr, Vol 1 No.1 Juni 2014 6. Libralismen Dalam Wacana Keislaman (Kajian Hukum, Politik, dan Pendidikan, Jurnal Urwatul Wutsqo, Vol. 3 No. 1 Maret 2014 7. Upaya Menekan Perilaku Fandalisme Siswa di Lembaga Pendidikan Islam (Studi Kasus di M. Ts.N. Kadur) penelitian Individu, DIPA 2014 STAIN Pamekasan 8. Ulama Sebagai Institusi Elit Agama: Studi Tentang Gelar, Penghasilan dan Kedudukan Sosial Ulama Pada Masa Pertumbuhan dan Kejayaan Islam Serta Kasus Di Madura. Jurna Empirisma Vol. 23 No 1 Januari 2014. 9. Paradigma Baru Fiqh Perempuan: Studi Analisis Gender Mainstream Omid Safi dalam Agenda Muslim Progressive. Jurna al-Ihkam Vol.8 No. 2 Desember 2013. 10. HORIZON PENDIDIKAN ISLAM (Buku). Surabaya: Pena Salsabila 2013. 11. Politik Pendidikan Islam (Potret Sejarah Periode Klasik Sampai Abad Pertengahan) Jurnal Tadris Vol 8 No 1 Juni 2013 ISSN 1907-672X 12. Standar Kompetensi Madrasah Mu’adalah Pondok Pesantren Al- Hamidy Palengaan Pamekasan, Penelitian DIPA STAIN Pamekasan tahun 2013 13. Orientasi Santri dalam Menempuh Pendidikan Pesantren di Pamekasan. Jurnal NUANSA. Vol. 10 No 01 Januar- Juni 2013. ISSN 1907-7211 14. Kontribusi Islam Pada Sains dan Teknologi jurnal Urwatul Wutsqo, vol 1 No 2 September 2012. hal. 23-39 ISSN:2252-6099 15. Kesetaraan Laki-laki dan perempun dalam Bidang Politik Jurnal: Edu- Islamika, Vol 4. No 2 September 2012: 16. Peran Pesantren Sebagai Agen Sumber Daya Manusia Profesional Berkualitas, Jurnal ‘anil Islam, Vol. 5 No 1 Juni 2012: 17. Oreintasi Santri dalam menempuh Pendidikan Pesantren di Pamekasan, Penelitian DIPA STAIN Pamekasan tahun 2012 18. Pembelajaran Bahasa Arab dengan Pendekatan Manajemen Berbsis Sekolah, Jurnal OKARA, vol I Tahun VII Mei 2012 19. قيمعت يف ةييبرعلا ةغللا دعاوق ةئافك ةيمها ةينيدلا مولعلاJurnal OKARA, vol II Tahun VI Mei 2011: 20. Tawaran Konsep Manajemen Kesiswaan dalam Pendidikan Islam (buku ISBN) Surabaya, CV Lima-lima, 2010 21. Sejarah Pendidikan Islam ISBN, 2009 22. Dimensi Kemanusiaan dalam Pendidikan Islam (Persfektif al-Qur'an) ISSN : Dimensi Kemanusiaan dalam Pendidikan Islam (Persfektif al-Qur'an) ISSN : 1907-672X, Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, Vol 5 No.1 2008 23. Menyoal Kurikulum Pendidikan Kita: Telaah atas Gagalnya Misi Pendidikan sebagai Pusat Pengembangan Kemampuan Nilai, Dan Etika, al- Khairat:Juranal Pendidikan dan Studi Keislaman, Vol 1 No 1 April 2008 24. Islam Bicara tentang Gender: Telaah Atas Kesetaran Kaum Perempuan Dalam Hak Politik Dan Pendidikan, al- Khairat:Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman, Vol 3 No 3 Pebruari 2010 25. Perkembangan Kebijakan Pendidikan: Studi Tentang Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, Vol 2 No.1 2007 26. Pemetaan Lembaga Pendidikan Islam di Kabupaten Pamekasan 2006 27. Memahami Makna “Kebebasan” dalam Pendidikan, (Nizamia: Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam, Vol 6 No 1, 2003 28. Dll 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143